Mongabay.co.id

Kapal Tanker Rusak Terumbu Karang di Alor. Bagaimana Selanjutnya?

Kapal tanker Ocean Princess pengangkut BBM yang berlayar dari Dili, Timor Leste menuju Singapura, Sabtu (29/12/2018) kandas merusak terumbu karang di perairan Tanjung Batu Putih, Desa Aimoli, yang masuk kawasan Suaka Alam Perairan (SAP) Selat Pantar, Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Lokasi karamnya kapal berada pada 08°10’944″ Lintang Selatan  dan  124°25’535″ Bujur Timur. Kejadian tersebut pertama kali diketahui kepala desa Aimoli.

Tim dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) provinsi NTT dan  Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang sudah melakukan investigasi.

“Kapal belum ditarik dan masih berada di lokasi. Kami sedang berkoordinasi dengan TNI AL, Polair, Basarnas dan KSOP (Kantor  Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan) Kalabahi untuk melakukan evakuasi kapal tersebut,” jelas kepala Seksi Pengawasan dan Pengelolaan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, DKP provinsi NTT, Muhammad Saleh Goro saat dihubungi Mongabay-Indonesia, Sabtu (5/1/2019).

Saleh menjelaskan kapal Ocean Princess dalam keadaan kosong saat berangkat dari Dili. Karena kapal tanker itu bukan kapal perikanan, katanya, maka DKP NTT mempermasalahkan kerusakan terumbu karang yang ditimbulkan dari jalur pelayarannya.

Kawasan yang rusak itu sendiri merupakan perairan yang masuk kewenangan pengelolaan DKP NTT karena berada di bawah 12 mil laut.

baca :  Terumbu Karang di Nusantara Membaik, Namun ….

 

Kondisi kapal tanker Ocean Princess yang kandas merusak karang di perairan Suaka Alam Perairan (SAP) Selat Pantar, kabupaten Alor, NTT. Foto : Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) provinsi NTT/Mongabay Indonesia.

 

Lakukan Investigasi

Kepala DKP provinsi NTT Ganef  Wurgiyanto kepada Mongabay Indonesia menjelaskan, pihaknya bersama BKKPN Kupang sudah membentuk tim yang telah melakukan konfirmasi dan membuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kerusakan terumbu karang yang terjadi.

“Kami sudah membuat BAP tersebut dan ditandatangi kapten kapal Ahira Sroyer. Kami juga sudah menghubungi manajemen perusahaan kapal tersebut untuk membuat pernyataan bersedia tidak meninggalkan wilayah Alor sebelum semua ada kompensasi perbaikan kerusakan karangnya,” terangnya.

DKP provinsi NTT pun sudah menghubungi KSOP Kalabahi agar tidak memberikan surat persetujuan berlayar bagi kapal tersebut sebelum mereka menyelesaikan permasahannya.

Senin (07/01/2018) ini, tim melakukan investigasi lapangan untuk menghitung nilai kompensasi transplantasi terumbu karang yang rusak.

Ganef berharap agar pihak perusahaan segera datang agar bersama-sama dengan Kemenetrian Kelautan dan Perikanan serta DKP provinsi NTT untuk bersama-sama menghitung kerugian yang terjadi.

“Apabila jumlah kerugian sudah diketahui maka bagaimana diambil langkah penanggulangannya. Setelah ada jaminan maka kapal tersebut bisa diperbolehkan berlayar kembali,” ungkapnya.

Sedangkan Kepala Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kupang, Mubarak mengatakan tim ahli akan membantu survey kerusakan terumbu karang.

Apabila sudah dilakukan survei dan ada ganti rugi baru kapal diperbolehkan berlayar. Apabila tidak, maka bisa diambil langkah hukum terhadap perusahaan penanggungjawab kapal tanker tersebut.

baca juga :  Kisah Sunyi Wilfrid Tanam Terumbu Karang Seorang Diri

 

Kapal tanker Ocean Princess pengangkut BBM yang karam di Suaka Alam Perairan (SAP) Selat Pantar,kabupaten Alor provinsi NTT. Foto : Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) provinsi NTT/Mongabay Indonesia

 

 Perbaikan Ekosistem

Muhammad Erdi Lazuardi, Project Executif for Lesser Sunda WWF-Indonesia  kepada Mongabay-Indonesia menjelaskan, hasil investigasi awal yang tercatat dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) menyebutkan cukup banyak karang rusak akibat kandasnya kapal tersebut, terutama karang massif.

WWF sejauh ini memberikan dukungan logistik dan peralatan survey. WWF berharap, perlu adanya koordinasi dengan semua pihak terkait untuk melakukan investigasi kejadian ini.

Sesuai UU No.32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No.45/2009 tentang Perikanan dan UU No.27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, kerusakan dan kerugian yang ditimbulkan menjadi tanggungjawab pemilik kapal.

“Pemilik kapal wajib untuk melakukan perbaikan ekosistem terumbu karang, termasuk jika ada kerugian yang dirasakan oleh masyarakat sebagai dampak dari kerusakan tersebut,” tegas Erdi.

Untuk saat ini, nahkoda beserta 18 Anak Buah Kapal (ABK) masih berada di atas kapal tersebut.

 

Exit mobile version