Mongabay.co.id

Adipura jadi Instrumen Capai Target Kelola Sampah, Mana Kota Terbersih dan Terkotor?

Sampai plastik menggila memenuhi pantai dan merusak mangrove. Foto: Sapariah Saturi/ Mongabay Indonesia

 

 

Pemerintah akan jadikan Adipura sebagai instrumen mencapai target kebijakan dan strategi nasional mengurangi 30% dan menangani 70% sampah sampai 2025. Untuk periode 2017-2018, pemerintah baru saja memberikan anugerah Adipura kepada 146 daerah.

”Saya ucapkan selamat kepada para penerima penghargaan-penghargaan ini. Ini kebanggaan, dengan berusaha keras kita semua dapat memperbaiki kualitas lingkungan hidup kita,” kata Jusuf Kalla, Wakil Presiden dalam pidato penganugerahan Adipura di Manggala Wanabhakti, Jakarta, Senin (14/1/19).

Kalla bilang, kebersihan lingkungan bisa terwujud bila ada kerja sama antara pemerintah, masyarakat dan stakeholder dengan baik. Pemerintah daerah, katanya, perlu mendorong peningkatan peran masyarakat.

Pandangan dunia, soal mengkritisi sampah plastik makin kuat. Indonesia pernah menempati peringkat kedua sebagai pembuang sampah plastik ke laut, mendampingi Tiongkok, sebagai peringkat teratas. ”Indonesia nomor dua sampah plastik, wah, malu juga kita,” katanya.

Kalla meminta, pemerintah melakukan inovasi dalam plastik sekali pakai, salah satu contoh botol minuman. Kalau botol minuman bisa berkali kali, katanya, akan mengurangi efek lingkungan yang terpapar plastik. Dia juga berharap, terus ada inovasi budaya hidup bersih di masyarakat.

Dia contohkan, jika sebuah daerah dengan warga banyak masuk rumah sakit, merupakan kegagalan kebersihan kota atau daerah. Kalau kota baik dan bersih, katanya, rumah sakit tidak akan antri orang. “Artinya, orang sehat itu berarti lingkungan baik, udara maupun air bersih. ”Kebersihan adalah budaya.”

Singapura, misal, pernah orang meludah sembarangan lalu bikin peraturan siapa yang meludah sembarangan kena denda $100 Singapura. Orang pun berhenti meludah. Dia menilai, penegakan hukum perlu bersamaan demi perbaikan pengelolaan sampah di Indonesia.

 

Penghargaan Adipura Kencana pun diberikan langsung Jusuf Kalla kepada Tri Rismaharini, Walikota Surabaya. Foto: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

 

 

Capai target kelola sampah

Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengatakan, Adipura bagian penting dalam aktualisasi kepemimpinan daerah dalam mencapai target pengurangan sampah 30% dan penanganan sampah 70% pada 2025.

”Jadi pada 2025, sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga dapat dikelola 100%. Artinya, tidak ada lagi sampah dibiarkan begitu saja,” katanya.

Dari waktu ke waktu, katanya, KLHK terus menyesuaikan kriteria menjaring kota-kota yang betul-betul tepat menyandang gelar kota bersih dan nyaman. Sekaligus, katanya, kepemimpinan atau kepada daerah maupun pimpinan dewan yang berkomitmen dan mendukung menciptakan wilayah bersih dan nyaman.

Penilaian Adipura dilakukan kepada 369 kabupaten/kota se-Indonesia atau 72% dari 514 kabupaten/kota di Indonesia. Dia melaporkan, kualitas dan performa penghargaan Adiputa periode ini telah ditingkatkan, seluruh kota tidak lagi menjalankan TPA open dumping dan menggantikan dengan sistem sanitary landfill atau minimal controlled landfill.

Selain itu, ada juga penghargaan Green Leadership bertajuk ”Anugerah Nirwasita Tantra” periode 2018. Penghargaan ini juga diserahkan oleh  Wapres kepada tiga gubernur, enam wali kota, dan enam bupati.

Penghargaan ini diberikan kepada kepala daerah yang dinilai berhasil menunjukkan kepemimpinan dalam merumuskan kebijakan dan program kerja sesuai pembangunan berkelanjutan dan perbaikan kualitas lingkungan.

Penghargaan Green Leadership juga diberikan kepada tiga pimpinan DPRD provinsi dan 10 ketua DPRD kabupaten dan kota. Penilaian ini berdasarkan pada komitmen aspek kunci lingkungan, seperti peraturan daerah masyarakat adat, pengelolaan sampah, dan tanah obyek reforma agraria (Tora). Juga, respon pada pengawasan anggaran dan dukungan politik dalam penyelesaian persoalan lingkungan, maupun pengelolaan sumber daya alam beserta inovasi politik DPRD bidang lingkungan.

KLHK memberikan anugerah Adipura periode 2017-2018 kepada 146 penerima penghargaan, terdiri atas satu adipura kencana, 119 adipura, 10 sertifikat adipura, lima plakat adipura, dan penghargaan kinerja pengurangan sampah kepada 11 kabupaten dan kota.

Peraih Adipura Kencana 2018– merupakan penghargaan tertinggi– adalah Surabaya. Untuk kategori kota metropolitan, terpilih Tangerang dan Palembang, kategori kota besar adalah Balikpapan, Padang dan Banjarmasin.

 

Sampah di pesisir Pulau Panggang, Kepulauan Seribu. Biasa menjadi tempat kapal nelayan merapat. Bahkan, pembuangan sampah ini sering menjadi lahan bagi para hewan mencari makanan. Foto: Lusia Arumingtyas/ Mongabay Indonesia

 

Obral Adipura?

Dwi Sawung menilai, penghargaan Adipura ini masih sebagai ‘Adipura-pura.’ Penghargaan ini hanya menghibur kepala daerah dengan memberikan Adipura.

”Karena kebanyakan penilaian ini berada di-spot tertentu dan waktu tertentu. Jika penilaian publik sehari-harinya kotor kan hanya jadi lip service,” katanya.

Dia contohkan, Tangerang. Sawung mempertanyakan kota itu mendapat Adipura kategori kota Metropolitan. Tangerang, katanya, belum layak, karena masih menjalankan pengelolaan sampah open dumping. Tak hanya di Tangerang, katanya, 95% TPA di wilayah Indonesia masih open dumping.

“Ini (penghargaan) bukan peringkat, kalau tidak memenuhi standar harusnya dikatakan tidak ada yang dapat karena tidak ada yang memenuhi standar.”

Meski demikian, dia mengapresiasi penghargaan kepada Kota Surabaya. Dia akui, kota ini memang lebih baik dibandingkan kota lain, meskipun masih ditemui sampah buang ke sungai.

Dia sarankan, Adipura perlu evaluasi. “Moratorium dulu, perbaiki dahulu, perlu ada penilaian dari publik, kriteria sungai, ada tidak sampah ke sungai, dan berapa persen yang terkelola dan enggak, jangan hanya satu dua titik,” kata Sawung.

Masih segar dalam ingatan Walikota Bekasi, Mochtar Mohammad, menjadi tersangka kasus suap piala Adipura kategori Kota Metropolitan pada Juni 2010. “Menurut saya masih ada saja praktik-praktik suap itu tapi tidak OTT (operasi tangkap tangan-red) saja.”

 

 

Kota terkotor

Kalla menginstruksikan, perlu umumkan kota paling kotor. ”Indonesia itu kadang baru bekerja keras kalau ada rasa malu. Kalau tidak ada rasa malu kadang mereka membiarkan saja, menyerahkan pada orang lain,” katanya.

Berdasarkan data KLHK, ada 10 kota terkotor dalam penilaian Adipura 2018. Kota-kota ini memiliki nilai terendah terlihat dari pengelolaan tempat pemrosesan akhir (TPA) dan kebersihan fisik.

‘Pemenang’ kota kotor adalah, untuk kota metropolitan yaitu Kota Medan, kota besar itu Bandar Lampung dan Manado dan kota sedang yaitu Sorong, Kupang dan Palu. Sedangkan kota kecil mayoritas berada di wilayah timur Indonesia, yakni Waykabubak (Sumba Barat), Waisai (Raja Ampat), Buol (Sulawesi Tengah), dan Bajawa (Ngada, NTT).

”Dari 300 sekian (369-red.) kabupaten dan kota yang kita nilai, kota itu kota yang paling jelek,” kata Rosa Vivien Ratnawati, Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya, KLHK.

Penilaian paling utama adalah pengelolaan TPA masih pakai open dumping (pembuangan terbuka). Padahal, UU Nomor 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah, sudah mengamanatkan agar TPA menjalankan sanitary landfill.

Penilaian kedua, katanya, daerah itu harus memiliki dokumen kebijakan dan strategi daerah pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga (Jakstrada).

Novrizal Tahar, Direktur Pengelolaan sampah KLHK mengatakan, hingga kini baru ada 300 kabupaten dan kota serta 16 provinsi selesai menyusun jakstrada. ”Ke depan, adipura itu bisa jadikan instrumen mewujudkan jakstrada,” katanya.

Vivien pun berharap, kota-kota yang kurang mampu memperbaiki pengelolaan sampah mereka. KLHK pun akan mendampingi pemerintah daerah dalam memperbaiki kebijakan dan strategi pengelolaan sampah.

 

Surabaya jadi contoh

Kota Surabaya meraih Adipura Kencana, penghargaan tertinggi bagi kota yang berhasil dalam kinerja pengelolaan lingkungan berkelanjutan. Ini pengelolaan sampah perkotaan dan kebersihan. Penghargaan Adipura Kencana pun diberikan langsung Jusuf Kalla kepada Tri Rismaharini, Walikota Surabaya.

Kalla mengapresiasi kinerja Tri Rismaharini. ”Saya sampaikan terima kasih Ibu Risma karena satu-satunya yang naik tiga kali adalah Ibu Risma. Kita harus apresiasi apalagi dalam keadaan kaki terkilir tetap menginspeksi kota.”

Surabaya juga mendapatkan penghargaan atas kinerja pengirangan sampah dan Nirwasita Tantra atau penghargaan daerah yang menerapkan kebijakan sesuai prinsip pembangunan berkelanjutan. Pada kepemimpinan Risma, Surabaya tercatat sudah menerima penghargaan Adipura, delapan kali berturut-turut.

”Sebetulnya, tujuan saya jaga kebersihan bukan untuk penghargaan, tapi malu kalau kota saya kotor. Kan itu sama saja dengan wajah saya,” kata Risma, usai menerima penghargaan.

Risma menceritakan, Surabaya mengalami penurunan penyakit signifikan. ”Benar yang dikatakan Pak Wapres bahwa penyakit itu turun. Angka penyakit DBD (demam berdarah-red) turun. Surabaya pernah terjadi kejadian luar biasa, sekarang tidak, turun terus, diare dan ISPA juga turun,” katanya.

Keberhasilan Surabaya, katanya, tak lepas dari partisipasi masyarakat. Biaya pengelolaan sampah dapat ditekan dengan mendorong gerakan masyarakat.

Pada 2003, Surabaya, mengalami masalah besar sampah. Saat itu, Surabaya dikenal sebagai kota panas, kering, dan sering banjir selama musim hujan.

Hampir 50% dari wilayah Surabaya banjir waktu itu. Untuk mengatasi masalah ini, Risma mengajak partisipasi masyarakat bahu membahu dengan pemerintah kota mengelola limbah.

Warga mulai diajarkan mengelola sampah mandiri. Partisipasi publik kuat menjadi faktor utama keberhasilan Surabaya mengatasi maslaah sampah.

 

Penerima Adipura 2018

 

Keterangan foto utama:   Sampai plastik menggila memenuhi pantai dan merusak mangrove. Foto: Sapariah Saturi/ Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version