Mongabay.co.id

Begini Dampak Merusak Reklamasi Pantai Malalayang Dua Manado

Sepanjang Januari 2019, kelompok akademisi dan penyelam yang tergabung dalam proyek penelitian Scientific Exploration, melakukan pengamatan bawah laut di lokasi reklamasi pantai Malalayang Dua, Manado, Sulawesi Utara. Dalam dua kali pengamatan, mereka mendapati bahwa reklamasi berdampak merusak karang dan diduga tidak memiliki izin.

Dari laporan nelayan setempat, di penghujung 2018, tim peneliti menindaklanjuti dengan pengamatan visual bawah laut pada 3 dan 9 Januari 2019. Tujuannya untuk mendokumentasikan dampak reklamasi terhadap ekosistem terumbu karang di perairan tersebut.

Dalam pengamatan pertama, tim Scientific Exploration menemukan adanya patahan karang di kedalaman 0,5 meter dari surut terendah. Patahan itu ditemukan di sisi kanan dan kiri timbunan batu.

“Beberapa karang jenis massif dan bercabang mengalami kerusakan serius,” terang Stephen Robert, koordinator Search, Rescue, Casualty Evacuation and Logisticstim Scientific Explorationkepada Mongabay Indonesia, Jumat (11/1/2019).

Pengamatan kedua dilakukan pada kedalaman 3,3 meter. Di lokasi itu, mereka menyaksikan adanya patahan karang di sekitar timbunan batu. Kuat dugaan patahan itu berasal dari karang yang rusak akibat tertimbun batu.

baca :  Kenapa Pembangunan Pesisir Terus Berdampak Negatif?

 

Peneliti menduga patahan terumbu karang di perairan Malalayang Dua, Manado berasal dari karang yang rusak akibat tertimbun batu. Foto : Scientific Exploration/Mongabay Indonesia

 

Mereka menilai perairan Malalayang Dua sangat mungkin untuk mendukung pertumbuhan karang dan ekosistem lainnya, seperti lamun, beberapa jenis ikan dan biota Makrobentos, yang terdiri dari bintang laut, kima, teripang dan bulu babi (Sea urchin/Echinoidea).

Ekosistem lamun hidup di rataan perairan dangkal, menyebar tidak jauh dari timbunan batu, yang berasosiasi dengan terumbu karang di sekitar lokasi pengamatan. Sementara, pada kedalaman 1,5 meter, didapati keanekaragaman karang yang berdekatan dengan lokasi timbunan.

“Dari sisi kualitas perairan, topografi, substrat dasar yang keras dan bercampur pasir, perairan Malalayang Dua baik untuk pertumbuhan beberapa jenis karang. Indikator lainnya adalah keberadaan biota Makrobentosyang menandakan kesehatan karang,” ujar Stephen Robert. “Jadi, kalau reklamasi tidak dihentikan, akan berdampak buruk bagi ekosistem terumbu karang yang masih bagus, juga biota laut lainnya.”

baca juga :  Khawatir Akses Pantai Ditutup, Nelayan Manado Protes Pemasangan Seng

 

Tim peneliti Scientific Exploration mendapati beberapa karang jenis massif dan bercabang mengalami kerusakan serius. Foto : Scientific Exploration/Mongabay Indonesia

 

Tak Ada Izin Reklamasi

 Menanggapi temuan tim peneliti Scientific Exploration, Gubernur Sulut Olly Dondokambey, menyatakan tidak pernah mengeluarkan izin penimbunan pantai Malalayang Dua. Karenanya, dia meminta reklamasi dihentikan.

“Kami tidak mengeluarkan izin reklamasi dan juga tambang. Jika memang ada lagi aktivitas reklamasi, maka silakan tangkap. Jangan lama-lama,” kata Olly dikutip dari Manadopost.com, Jumat (4/1/2019).

Menindaklanjuti instruksi Gubernur, tim Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sulut langsung terjun ke lapangan, pada awal Januari 2019. Namun, belum diketahui pasti tindakan yang akan mereka tempuh. Sebab, petugas DLH Sulut yang ikut meninjau lokasi reklamasi, enggan memberi penjelasan secara rinci ketika diwawancarai Mongabay Indonesia.

“Kita sudah turun lapangan, tapi masih dalam proses pengolahan data. Informasi lebih lanjut silakan tanya langsung ke pimpinan (Kepala DLH Sulut). Saya hanya orang lapangan. Bukan wewenang saya menyampaikan informasi resmi,” kata petugas yang menolak menyebutkan namanya, Kamis (17/1/2019).

Sejak Gubernur Sulut memberi instruksi, aktifitas reklamasi di pantai Malalayang Dua memang telah berhenti. Meski demikian, belum diketahui upaya atau tindaklanjutnya. Mongabay-Indonesia sudah coba menghubungi Kepala DLH Sulut, melalui pesan singkat maupun telepon, namun tidak kunjung mendapat tanggapan.

menarik dibaca :  Tolak Reklamasi Teluk Palu, Koalisi Buka Posko dan Aksi 1.000 Cangkul

 

Panorama terumbu karang perairan Malalayang Dua, Manado, Sulut. Tim Peneliti Scientific Exploration khawatir reklamasi akan menimbulkan dampak merusak terumbu karang. Foto : Scientific Exploration/Mongabay Indonesia

 

Penegakan Hukum dan Penataan Lingkungan

Rignolda Djamaluddin, akademisi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Sam Ratulangi, mendesak pemerintah daerah bergerak cepat untuk menyelesaikan persoalan reklamasi pantai Malalayang Dua.

Dia mengapresiasi instruksi Gubernur Sulut menghentikan reklamasi pantai Malalayang Dua. Hanya saja, ketika memantau lokasi reklamasi, Rignolda terkejut dengan spanduk bertuliskan “Bangunan Ini Belum Berizin”.

Dia khawatir, kalimat dalam spanduk itu akan ditafsir bahwa reklamasi bisa dilakukan terlebih dahulu, sedangkan pengurusan atau penerbitan izin dilakukan kemudian.

“Padahal dalam aturan administrasi bukan begitu. Tidak boleh ada kegiatan kalau tidak ada izin. Artinya, aspek-aspek lain tidak ditimbang. Nanti orang-orang bisa berpikir, timbun saja nanti urus izin belakangan,” terangnya.

Rignolda menilai, dalam UU Pengelolaan Lingkungan Hidup, tindakan lanjutan yang harusnya diambil adalah penegakan hukum dan penataan lingkungan untuk menghindari kerusakan yang lebih parah. “(Tulisan) spanduk itu sebatas pembangunan darat, bukan perusakan terumbu karang. Sampai hari ini belum ada pihak yang berani masuk  pada perusakan lingkungan. Kalau tidak ada izin, maka kegiatan reklamasi ilegal.”

“Jelas sekali (reklamasi Malalayang Dua) modusnya adalah membentuk lahan, setelah itu baru meletakkan legalitas. Ini bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi ketika membatalkan HP3 (Hak Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil),” jelas Rignolda yang juga menjadi penggagas Scientific Exploration.

baca juga :  Ancaman Lingkungan Sulut, dari Tambang, Reklamasi Pantai hingga Sawit

 

Panorama terumbu karang perairan Malalayang Dua, Manado, Sulut. Perairan Malalayang Dua sangat mungkin untuk mendukung pertumbuhan karang dan ekosistem lainnya. Foto : Scientific Exploration/Mongabay Indonesia

 

Scientific Explorationadalah program penelitian yang digagas oleh akademisi dan penyelam. Lewat program tersebut, mereka berupaya mengidentifikasi jenis dan sebaran karang di Teluk Manado, serta melahirkan data terkini yang dapat menjadi referensi belajar untuk masyarakat.

“Termasuk edukasi bagi yang biasa merusak, bahwa mereka tidak bisa lagi bermain-main dalam pemanfaatan ruang-ruang di pesisir. Apalagi sebagian Teluk Manado sudah dikorbankan. Kami sedang bicara sisa ekosistem pantai yang bernilai ekonomis tinggi. Kalau yang tersisa saja diperlakukan seperti ini, di mana moral dan tanggungjawab kita?” lanjut Rignolda.

Eksplorasi akan dilakukan selama lima bulan, mulai Januari hingga Mei 2019. Tim Scientific Explorationtelah menetapkan 8 situs pengamatan bawah laut, mulai dari batas kota Manado hingga perairan Tongkaina.

“Program ini mudah-mudahan bisa jadi terobosan baru. Kerja sains tidak hanya berdasarkan kasus, tapi juga basis data sumberdaya. Lewat eksplorasi ini, kami juga berkomitmen mendorong lahirnya kebijakan yang berpihak pada pengelolaan terumbu karang dan segala ekosistem, secara adil dan berkelanjutan,” pungkas Rignolda.

perlu dibaca : Rignolda Djamaludin: Terjadi Pelanggaran HAM Luar Biasa terhadap Nelayan Manado

 

Peneliti Scientific Exploration di Perairan Malalayang Dua. Foto : Scientific Exploration/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version