Mongabay.co.id

Kajian Ilmiah Pencemaran Citarum Dibutuhkan, Sebagai Acuan Pemulihan Sungai

Kondisi Sungai Citarum di Desa Pataruman, Kecamatan Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat, belum lama ini. Sungai dengan panjang 269 kilometer menjadi perhatian setelah Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman menegaskan turun tangan mengendalikan pencemaran. Foto: Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Awal 2018, Program Citarum Harum digulirkan. Langkah baru untuk pemulihan Sungai Citarum ini diharapkan membawa angin segar bagi perbaikan sungai yang tercemar berat ini.

Penataan terintegrasi dan dikerjakan bertahap mulai dari hulu hingga hilir sungai selama 7 tahun ini didukung Peraturan Presiden (Pepres) Nomor 15 Tahun 2018 Tentang Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum.

Satu tahun berjalan, ternyata program ini belum memiliki peta jalan atau roadmap. Pada evaluasi pertama 15 Januari 2019, problematika sungai sepanjang 297 kilometer tersebut dibahas. Hasilnya, konsep baru pemulihan Citarum dicanangkan mulai Februari, salah satunya membangun Posko Komando Citarum.

“Awal Feburari ada pertemuan kedua untuk membuat rencana aksi. Pertemuan sekarang adalah evaluasi. Sebelumnya tidak ada (roadmap), kedepan akan dibuat strateginya,” terang Komandan Satuan Tugas (Satgas) Citarum Harum Ridwan Kamil yang juga Gubernur Jawa Barat di Bandung, Selasa (15/1/2019).

Baca: Catatan Akhir Tahun: Berharap Banyak Pada Program Prestisius Pemulihan Sungai Citarum, Mungkinkah?

 

Sungai Citarum bertabur sampah di Desa Belaeendah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, yang terpantau beberapa waktu lalu. Foto: Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Sebelumnya, Ridwan telah membuat kajian sekaligus anggaran yang termuat dalam program Jabar Quick Wins. Khusus Citarum, ada lima subprogram yang terdiri sejumlah rencana aksi. Ada penanganan lahan kritis Rp4,222 triliun, keramba jaring apung Rp246 miliar, limbah domestik Rp401 miliar, limbah industri Rp30 miliar, dan penegakan hukum Rp25 miliar. Anggaran itu masih bagian dari roadmap pengelolaan ICWRMIP (Integrated Citarum Water Resources Management Investment Program).

“Semestinya roadmap dirancang dalam bentuk Peraturan Gubernur. Sehingga, kelihatan peta dan kebutuhan anggarannya,” ujar Presiden Asosiasi Profesor Doktor Hukum Indonesia, Dini Dewi Heniati.

Menurutnya, pemerintah daerah di level provinsi dan kabupaten/kota yang terlintasi Sungai Citarum perlu menerbitkan aturan khusus yang sebangun dengan perpres. Tujuannya, legitimasi dan ketegasan konsekuensi hukum lebih terukur.

Dini yang ikut merancang Pepres Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan DAS Citarum menilai, semangat yang dibawa Citarum Harum masih seirama dengan program-program terdahulu. “Yang membedakan, program yang tengah dijalankan ini lebih terkomando,” ujarnya.

Baca: Sungai Citarum, Saatnya Ditata Menjadi Harum!

 

Kondisi Sungai Citarum di Desa Pataruman, Kecamatan Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat. Pencemaran limbah industri dan sampah rumah tangga belum tertangani. Foto: Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Dikutip dari CNN Indonesia, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menggunakan pinjaman Jepang sekitar Rp390 miliar untuk penanganan Sungai Citarum periode 2016-2019.

Kementerian yang dipimpin Basuki Hadimuljono ini memakai pinjaman Japan International Cooperation Agency (JICA) untuk Multi Years Contract (MYC) periode 2016-2019. Kegiatan ini untuk membiayai normalisasi empat anak Sungai Citarum.

Berdasarkan data yang dihimpun, JICA melalui The Upper Citarum Basin Flood Management Sector Loan memberikan pinjaman untuk menerapkan langkah-langkah struktural. Seperti, perbaikan sungai serta tindakan-tindakan non-struktural termasuk penguatan kelembagaan Balai Besar Wilayah Sungai Citarum(BBWSC) dan pengembangan kapasitas masyarakat terhadap bencana banjir.

Baca juga: Citarum Masih Berkutat Masalah Meski Berbagai Proyek Diluncurkan

 

Limbah dan sampah adalah masalah utama Sungai Citarum yang terpantau di Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Foto: Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Kajian pencemaran

Hasil studi dampak pencemaran industri di Rancaekek berjudul Konsekuensi Tersembunyi, Evaluasi Kerugian Ekonomi Akibat Pencemaran Industri oleh Koalisi Melawan Limbah dan tim peneliti dari Institute Of Ecology Universitas Padjadjaran 2016 menyebut angka kerugian akibat pencemaran di Kecamatan Rancaekek di Bandung Timur. Kisarannya Rp11,4 triliun.

Angka itu baru menghitung biaya remediasi yang dibutuhkan untuk pemulihan 933,8 hektar lahan tercemar sebesar Rp8 triliun. Total kerugian masyarakat sejak 2004-2015 diperkirakan sebesar Rp3,3 triliun.

Adapun kerugian multisektor meliputi pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, kesehatan. Adapun kehilangan jasa air, penurunan kualitas udara, dan kehilangan pendapatan belum dihitung.

Laporan ini juga mengungkap penurunan drastis produktivitas gabah hingga 97% ketika pabrik nakal pembuang limbah tanpa diolah beroperasi. “Kalau limbah sudah masuk ke aliran anak sungai, itu pertanda awal gagal panen,” ungkap Ujang, petani di Desa Linggar, Rancaekek, Bandung.

Kerugian lain, yang belum dihitung adalah pengeluaran warga untuk biaya kesehatan akibat penyakit yang timbul dari polutan pabrik. Gangguan ini berdampak pada kerugian ekomomi dalam bentuk lain.

Baca juga: Citarum Sebagai Sumber Air Potensial, Bisakah Diandalkan?

 

Presiden Jokowi didampingi Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menanam pohon di kawasan hulu Citarum, Desa Tarumajaya, Kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Kamis (22/2/2018). Presiden menargetkan revitalisasi dan rehabilitasi Sungai Citarum secara bertahap selama 7 tahun. Foto: Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Panglima Kodam III Siliwangi Mayor Jenderal TNI Tri Soewandono selaku Wakil Komandan Satgas Penataan Ekosistem I Citarum Harum, mengatakan, pihaknya masih terkendala prasarana dan sarana dalam penanganan masalah sungai.

Sementara itu, Kapolda Jabar Agung Budi Maryoto Selaku Wakil Komandan II Satgas Penegakan Hukum menuturkan, pihaknya memperoleh dukungan anggaran 2019 dari Mabes Polri sebesar Rp3 miliar untuk menunjang penegakan hukum.

Sebelumnya, lanjut Agung, dalam konteks akutabilitas penegakan hukum bidang lingkungan, hanya Rp84 juta. Dana tersebut idealnya bisa menangani lima kasus. “Diharapkan, dengan dukungan dana pada setiap kasus, baik laporan masyarakat atau satgas, dapat segera ditindaklanjuti,” tandasnya.

 

 

Exit mobile version