Mongabay.co.id

Demi Keberlanjutan Pesisir, Setiap Provinsi Wajib Selesaikan Perda RZPW3K

 

Pelaksanaan reklamasi Teluk Jakarta yang menuai kontroversi, seharusnya bisa menjadi pelajaran bagi semua kalangan, terutama para pemegang kebijakan di Indonesia. Mega proyek yang berlangsung di Provinsi DKI Jakarta itu, mendapat kecaman karena dinilai melanggar banyak peraturan, termasuk karena tidak memiliki peraturan daerah (perda) tentang rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (RZWP3K).

Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Brahmantya Satyamurti Poerwadi mengatakan, peraturan daerah tentang RZWP3K menjadi penting bagi daerah, karena itu sebagai modal dasar untuk mendorong perkembangan ekonomi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Dengan perda tersebut, pengembangan bisa dilakukan dengan hati-hati dan mengedepankan prinsip keberlanjutan sumber daya alam.

Brahmantya menjelaskan, sesuai dengan Undang-Undang No.27/2007 jo UU No.1/2014, disebutkan bahwa pemerintah daerah wajib menyusun RZWP3k sesuai dengan kewenangan masing-masing. Kemudian, dalam UU No.23/2014 tentang Pemerintahan, pada pasal 14 disebutkan bahwa penyelenggaraan urusan pemerintahan bidang kehutanan, kelautan, serta energi dan sumber daya mineral dibagi antara pemerintah pusat dan provinsi.

“Dengan adanya pembagian kerja, maka kewenangan pengelolaan perairan untuk 0 sampai 12 mil dari bibir pantai, itu juga akan terkena dampaknya. Untuk bentang tersebut, pengelolaan dilaksanakan oleh pemerintah provinsi,” ucapnya, pekan lalu di Bogor, Jawa Barat.

baca :  Gubernur DKI Jakarta Tak Serius Hentikan Reklamasi Teluk Jakarta?

 

Sebuah kapal nelayan melintas di perairan Teluk Jakarta, Muara Angke, Jakarta Utara. Teluk Jakarta mengalami tekanan lingkungan yang tinggi, salah satunya karena proyek reklamasi. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Dengan adanya UU di atas, Brahmantya mengungkapkan, provinsi seluruh Indonesia wajib untuk menyusun RZWP3K dan menetapkannya menjadi perda. Perda tersebut, menjadi instrumen yang sangat penting, karena menjadi dasar izin lokasi dan izin pengelolaan untuk investasi kegiatan pembangunan di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil.

Menurut Brahmantya, tanpa adanya instrumen arah ataupun pengaturan pemanfaatan sumber daya yang jelas di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, maka konflik pemanfaatan sumber daya akan terus terjadi dan harus dihadapi oleh masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Tak hanya itu, dampak negatif yang lebih luas juga mengancam kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil jika tidak dilakukan pengaturan dan pengelolaan wilayahnya.

“Degradasi kualitas lingkungan, ketidakpastian lokasi investasi, dan konflik antar pemangku kepentingan akan sulit untuk kita atasi,” jelasnya.

baca juga :  Menanti Ketegasan Pemerintah Setop Reklamasi Teluk Benoa

 

Kesepakatan Bersama

Agar semua ancaman itu tidak pernah terjadi, sejak 2014, Pemerintah mengawal kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil sebagai wilayah yang harus mendapat perlindungan penuh. Untuk itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), KKP, dan 34 gubernur seluruh Indonesia membuat kesepakatan bersama tentang Rencana Aksi Gerakan Nasional Penyelamatan Sumberdaya Alam (GNP-SDA) Sektor Kelautan.

“Dengan salah satu agendanya adalah percepatan penyusunan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil,” tuturnya.

Brahmantya menyebutkan, hingga saat ini terdapat 16 Provinsi yang telah menetapkan perda tentang RZWP3K, 4 Provinsi telah dievaluasi Kementerian Dalam Negeri dengan DPRD setempat, serta 14 Provinsi masih dalam proses penyelesaian Dokumen RZWP3K. Proses yang terus berlangsung konsisten itu, diharapkan bisa memberikan perbaikan bagi penataan dan pengelolaan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil.

baca juga :  Kenapa Pembangunan Pesisir Terus Berdampak Negatif?

 

Reklamasi Teluk Benoa Bali oleh Pelindo III yang dipertanyakan izinnya oleh Walhi Bali. Foto Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Selain semua provinsi, Direktur Perencanaan Ruang Laut Suharyanto mengatakan bahwa saat ini Pemerintah Pusat telah menyusun Rencana Tata Ruang Laut (RTRL), Rencana Zonasi (RZ) Kawasan Antar Wilayah (Laut, Selat dan Teluk), RZ Kawasan Strategis Nasional, dan RZ Kawasan Strategis Nasional Tertentu (Pulau-Pulau Kecil Terluar).

Kemudian, di waktu yang sama, disusun pula Rancangan Peraturan Pemerintah Tentang Izin Lokasi Perairan dan Izin Pengelolaan Perairan di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Rancangan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Tata Cara Pemberian Izin lokasi Perairan dan Izin Pengelolaan Perairan di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, serta perencanaan dan peraturan perundangan terkait untuk mendukung tindak lanjut dan implementasi RZWP3K di daerah.

Di tempat yang sama, KKP juga meluncurkan geoportal RZWP3K hasil kerja sama dengan USAID SEA. Geoportal tersebut adalah berupa aplikasi portal daring berbasis web yang terintegrasi ke dalam sistem manajemen data dan informasi RZWP3K bernama SEANODE Geoportal RZWP3K Online. SEANODE sendiri ke depannya akan mendukung pemerintah daerah dalam melakukan upaya percepatan implementasi pemanfaatan ruang laut.

“Yang berkelanjutan serta mendorong iklim investasi di wilayah laut, pesisir dan pulau-pulau kecil,” tutur Suharyanto.

Selain untuk pemerintah daerah, SEANODE juga akan memberikan kemudahan kepada pemangku kebijakan, baik di pusat maupun daerah untuk dapat mengetahui informasi peraturan daerah serta peta alokasi ruang laut secara daring dan transparan. Dengan demikian, proses pengambilan keputusan bisa dipercepat sesuai arah kebijakan dan pembangunan tiap daerah.

‘’Pengembangan geoportal tata ruang laut ini, diharapkan juga mampu meminimalisir berbagai konflik terkait pemanfaatan ruang laut dan kedepannya juga bisa dimanfaatkan untuk mitigasi tanggap bencana. Pemanfaatan geoportal secara optimal akan memberikan manfaat bagi pemerintah daerah dalam mengembangkan dan mempromosikan potensi daerah, sekaligus menjaga upaya konservasi perairan dan perikanan yang berkelanjutan,’’ pungkasnya.

menarik dibaca :  Sarat Masalah, Aktivis Minta Pembahasan RZWP3K Sulsel Ditunda

 

Empat pasang cagub Sulsel cenderung bermain safety atau bermain aman, dengan misalnya tidak mengangkat masalah reklamasi di pantai Makassar untuk pembangunan Center Point of Indonesia (CPI). Foto: Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia

 

Tertutup

Di sisi lain, penyusunan perda RZW3K di berbagai provinsi yang berlangsung hingga saat ini, dinilai masih belum terbuka dan hanya melibatkan segelintir masyarakat pesisir yang menjadi stakeholder utama. Fakta itu diperkuat, dengan tidak adanya tahapan konsultasi mulai dari desa/kelurahan yang di dalamnya ada pulau-pulau kecil, kecamatan, hingga kabupaten/kota.

Penilaian tersebut diungkapkan Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) berkaitan dengan penyusunan Perda RZWP3K yang menjadi landasan untuk pengaturan tata ruang laut nasional. Temuan itu, bertentangan dengan semangat Pemerintah yang tengah melaksanakan agenda poros maritim di berbagai bidang.

“Termasuk, percepatan pembangunan infrastruktur, penambahan daerah konservasi, penyusunan dan pemberlakuan zonasi laut, hingga revisi maupun keluarnya Undang-Undang,” ungkap Ketua Harian DPP KNTI Marthin Hadiwinata di Jakarta, belum lama ini.

Menurut dia, dengan adanya temuan di atas, menunjukkan bahwa proses konsultasi publik hanya dilakukan di daerah tertentu saja. Bahkan, dari hasil temuan di lapangan, ditemukan juga fakta bahwa konsultasi ada yang hanya dilakukan di ibukota provinsi saja dan sama sekali tidak melibatkan masyarakat yang ada di wilayah pesisir dan pulau kecil.

Tidak cukup disitu, Marthin mengatakan, dari hasil temuan di lapangan, ada juga Perda RZWP3K yang sudah disahkan, ternyata tumpang tindih dengan rencana tata ruang wilayah (RTRW) yang sebelumnya sudah ada di provinsi tersebut. Kemudian, kondisi itu diperparah tidak adanya penyelesaian konflik dan mekanismenya seperti apa yang melibatkan pihak-pihak terkait.

“Tata Ruang Laut Indonesia itu jadinya apakah melindungi atau menggusur ruang hidup nelayan?” tanyanya.

 

Reklamasi yang terus berlangsung di pantai Manado. Foto : Wisuda

 

Untuk mencegah dan atau mengatasi temuan di atas, Marthin mengungkapkan, Pemerintah Kabupaten/Kota yang wilayah pesisirnya masuk dalam Rancangan Perda RZWP3K, bisa memberikan rekomendasi penyusunan Perda atas pengaturan wilayahnya yang berpotensi terjadi tarik menarik kepentingan.

“Itu karena memang ada konflik sektoral dalam pengelolaan pertanahan di pesisir dan pulau kecil antar kementerian dan lembaga pemerintah,” ucapnya.

Saat permasalahan kebijakan RZWP3K belum teratasi, Marthin mengatakan, Pemerintah terus mendorong pengelolaan wilayah perikanan tangkap dengan membentuk hak pemanfaatan wilayah perikanan atau territorial use rights of fishing (TURF). Akan tetapi, hak yang menjadi model pengaturan wilayah perikanan tangkap itu, diketahui tidak memiliki kejelasan dan sekaligus mekanisme pengaturan.

 

Exit mobile version