Mongabay.co.id

Sertifikat Sawit Lonsum Ditangguhkan, Salim Ivomas Cabut dari RSPO

HGU PTPN ini juga sudah habis dan belum ada perpanjangan dari BPN. Warga, bersama majelis hakim dan perwakilan PTPN XIV, mengunjungi koordinat obyek sengketa lahan dalam kebun inti sawit, di wilayah Wana-wana Desa Mantadulu. Foto: Eko Rusdianto/ Mongabay Indonesia

 

 

 

 

 

Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) menangguhkan semua sertifikat keberlanjutan milik anak perusahaan PT Salim Ivomas Pratama Tbk (Salim Ivomas), PT London Sumatera (Lonsum) pada 7 Februari 2019. Salim Ivomas membalas dengan keluar dari keanggotaan RSPO. Perusahaan sawit grup Indofood inipun merasa kecewa dan tak puas atas hasil audit RSPO terhadap Lonsum pada November 2018.

Atas penangguhan sertifikat-sertifikat milik Lonsum, usaha agribisnis PT. Indofood Sukses Makmur dan Indofood Agri Resources ini memilih keluar dari skema sertifikasi daripada mematuhi keputusan RSPO. RSPO mengharuskan perusahaan memberikan rencana tindakan perbaikan terhadap pelanggaran hak buruh yang ditemukan di perkebunan mereka. RSPO juga memperingatkan, keanggotaan perusahaan induk Lonsum, yaitu Salim Ivomas, akan dihentikan dari RSPO kalau dalam waktu ditentukan tak ada perbaikan.

”Kegagalan (Lonsum) yang diberikan Panel Keluhan secara tepat dan mendasar untuk menangguhkan keanggotaan Lonsum Indonesia, dengan segera. Lonsum gagal memenuhi tenggat waktu yang ditetapkan oleh Panel Keluhan,” kata Henry Barlow, Chairperson RSPO Complaints Panel RSPO dalam suratnya.

Baca juga: Izin kebun Sawit di Buol Bermasalah, Mengapa Pelepasan Kawasan Hutan Tetap Keluar?

Keputusan ini diambil atas hasil investigasi terkait praktik ketenagakerjaan perkebunan sawit Indofood yang diajukan oleh Rainforest Action Network (RAN), International Labor Rights Forum (ILRF) dan Organisasi Penguatan dan Pengembangan Usaha-Usaha Kerakyatan (OPPUK) pada Oktober 2016.

“Keputusan RSPO akhirnya menangguhkan semua sertifikat Lonsum merupakan langkah maju tetapi RSPO jangan setengah hati melakukan penegakan,” kata Herwin Nasution, Direktur Eksekutif OPPUK.

RSPO, katanya, juga harus menangguhkan keanggotaan Indofood sebagai perusahaan induk Lonsum saat ini hingga bisa memulihkan pelanggaran hak-hak buruh sistematis di perkebunan mereka.

“RSPO tidak boleh membiarkan mereka terus mengambil keuntungan dari pemutihan pelanggaran hak buruh dibawah label “keberlanjutan” yang keliru. Buruh Indofood dan buruh perkebunan di seluruh dunia patut mengetahui bahwa hak-hak mereka akan dihormati dan ditegakkan oleh RSPO melalui sistem sertifikasi yang mengklaim kondisi kerja adil.”

Muhammad Waras, Group Head of Sustainability SIMP kepada Mongabay mengatakan, sudah menyampaikan surat pengunduran Salim Ivomas Group dari keanggotaan RSPO.

Pada 17 Januari 2019, Lonsum mengirimkan surat terbuka kepada Datuk Darrel Webber, CEO RSPO perihal pengunduran diri. Meski demikian, surat ini direspon melalui Kamis (24/1/19), Webber memberikan klarifikasi bahwa Lonsum bukan bagian dari anggotanya.

”Jika niat surat itu (dari Lonsum) untuk menarik keanggotaan RSPO. Lonsum bukan anggota terdaftar RSPO. Lonsum adalah anak perusahaan dari anggota RSPO yang terdaftar, yakni PT Salim Ivomas Pratama Tbk,” kata Webber dalam surat itu.

Pada 8 Februari, Salim Ivomas mengirimkan surat kepada RSPO menjawab pernyataan itu. Salim sangat kecewa dengan hasil Panel Keluhan dalam menangani kasus yang diajukan terhadap Lonsum.

 

Sawit disebut-sebut sebagai produk andalan devisa negara. Untuk memproduksi bulir-bulir buah ini menciptakan begitu banyak masalah, dari perizinan tak sesuai prosedur, menciptakan deforestasi, bencana sampai pelanggaran HAM. Eksploitasi pekerja atau upah tak layak sampai mempekerjakan anak, juga jadi isu di sektor sawit. Foto: Sapariah Saturi/ Mongabay Indonesia

 

Waras, juga Group Head of Sustainability Lonsum telah jadi anggota RSPO sejak awal dan aktif mulai 2004, kemudian 2007 diikuti Salim Ivomas. Walaupun RSPO bersifat sukarela, perseroan mendukung RSPO sebagai badan independen dan obyektif mendukung dan membimbing upaya keberlanjutan.

Dia mengklaim, perusahaan menunjukkan komitmen kuat untuk terus meningkatkan operasi agar sejalan persyaratan hukum dan RSPO untuk produksi minyak sawit berkelanjutan.

“Tapi RSPO memutuskan segera menangguhkan salah satu pabrik Lonsum tanpa memberikan kami dukungan dan waktu yang memadai,” kata Waras.

Keputusan itu diambil RSPO dari kunjungan verifikasi independen pada 4-7 Juni 2018 yang melibatkan Lonsum, baik pabrik maupun perkebunan, antara lain, pabrik minyak sawit Begerpang, perkebunan Begerpang, perkebunan Sei Merah dan Rambong Sialang.

Kala kirim surat ke RSPO, Salim Ivomas menyampaikan tiga poin. Pertama, Panel Keluhan tak mencatat atau memasukkan komentar perusahaan pada draf laporan audit, termasuk bukti dokumen untuk memverifikasi kepatuhan perusahaan dengan regulasi di Indonesia.

Kedua, perusahaan berulang kali ditolak untuk bertemu formal dengan Panel Keluhan guna membahas draf laporan audit dan pendapat mereka.

Ketiga, Panel Keluhan, belum menjawab pertanyaan perusahaan untuk menjelaskan inkonsistensi antar audit verifikasi pada 4-7 Juni 2018 dan 23 audit sebelumnya.

”Kami tidak setuju dengan beberapa temuan dan rekomendasi serta ketidaksesuaian dari audit dari 4-7 Juni 2018. RSPO sebelumnya telah audit sejak penerbitan laporan dugaan awal Juni 2016,” kata Waras.

Komentar dan tangapan terperinci dari perusahaan terhadap draf laporan auditor pun tak masuk dalam laporan audit akhir yang perusahaan terima 23 November 2018.

Pada 10 Desember 2018, Lonsum, telah menyurati sekretariat RSPO. Isinya, pemberitahuan perseroan sedang mencari konsultan luar untuk melibatkan dan membantu dalam proses ini dan meminta RSPO memberi Lonsum konsultan yang sesuai.

“Kami kemudian menerima surat RSPO 15 Januari 2019 di mana sekretariat mengarahkan kami menyerahkan rencana tindakan dalam waktu tiga hari kerja. Itu tak mungkin kami patuhi. Kami merasa tidak realistis RSPO memaksakan tenggat waktu singkat ini,” katanya.

Pada 2016, kata Waras, terjadi audit pertama, ada dua poin. Pertama, ada delapan penilaian kepatuhan (compliance assessment) audit khusus, terkait pengaduan di Sumatera Utara. Kedua, ada 15 audit sertifikasi RSPO sebagai bagian dari proses sertifikasi RSPO regular di Sumut.

Berdasarkan 23 audit oleh auditor RSPO yang terakreditasi dan melibatkan pemangku kepentingan, semua pabrik Lonsum di Sumut disyaratkan tetap bersertifikat RSPO. Dia bilang, tak ada temuan mendukung dugaan yang dilayangkan OPPUK, RAN dan ILRF.

Lonsum, katanya, telah menerapkan semua rekomendasi dan ketidaksesuaian yang timbul dari audit.

 

Darrel Webber, CEO RSPO. Foto: Tommy Apriando/ Mongabay Indonesia

 

Sebelum itu, RAN ILRF, OPPUK melaporkan investigasi pelanggaran pada pekerja di perkebunan milik Lonsum, dengan judul ”The Human Cost of Conflict Palm Oil: Indofood, PepsiCo’s Hidden Link to Worker Exploitation in Indonesia” pada Oktober 2016.

Laporan investigasi ini menyebutkan ada praktik perburuhan eksploitatif, antara lain pekerja tak dibayar layak, memperkerjakan kondisi rentan, berbahaya dan tidak sehat serta berisiko tinggi buruh anak di perkebunan.

Hasil investigasi RSPO, menyatakan, perseroan melanggar prinsip inti ILO (diskriminasi di tempat kerja, ancaman atau intimidasi, kebebasan berserikat dan hak berunding bersama). RSPO pun menangguhkan sertifikat pabrik minyak sawit dan basis pasokan mereka.

Salim Ivomas memutuskan keluar dari RSPO, dan memusatkan skema keberlanjutan dengan menerapkan standar wajib minyak sawit berkelanjutan Indonesia (ISPO). Ia sejalan dengan keputusan Gabungan Pengusaha Sawit Indonesia, juga keluar RSPO pada 2011.

 

 

Tak mau perbaiki diri?

Herwin mengatakan, keputusan Indofood keluar dari RSPO makin memperlihatkan kesalahan mereka. Kondisi ini, katanya, memperlihatkan perusahaan menolak memperbaiki pelanggaran hak buruh sistematis terjadi.

Sebelum sanksi RSPO, banyak perusahaan pembeli minyak sawit telah memutuskan hubungan dengan Indofood, seperti Nestle, Musim Mas, Cargill, Fuji Oil, Hershey’s, Kellogg’s, General Mills, Unilever, dan Mars.

Meskipun brgitu, masih banyak perusahaan lain memiliki hubungan usaha Indofood dan membiarkan bisnis mereka terkait pelanggaran hak-hak buruh, seperti mitra patungan mereka, PepsiCo, Wilmar dan Yum! Brands. Juga investor dan peminjam modal Indofood, antara lain BlackRock, Rabobank, dan bank-bank Jepang seperti Grup SMBC, Mizuho Financial Group dan Mitsubishi UFJ Financial Group (MUFG).

“Sederhananya, perusahaan manapun yang masih berbisnis dengan Indofood setelah Indofood terbukti melanggar hak buruh selama bertahun-tahun telah ikut membenarkan praktik yang melanggar aturan dan membiarkan perilaku usaha tidak etis,” kata Robin Averbeck, Direktur Kampanye Agribisnis RAN.

Keputusan Salim Ivomas keluar dari RSPO jadi tanda tanya mengenai praktik yang berjalan di perkebunannya. “Indofood telah menunjukkan warna aslinya dengan keluar dari RSPO,” kata Eric Gottwald, Deputi Direktur ILRF. Dia memilih pamit daripada membenahi dan memperbaiki kondisi buruh yang jelas terdokumentasi. “Tingkah laku seperti ini tidak bisa ditoleransi oleh pemain-pemain besar sawit dunia lain.”

 

Keterangan foto utama:   Izin perkebunan sawit sudah mencapai 20 juta hektar. Di lapangan, terjadi begitu banyak masalah, antara lain seperti investigasi  beberapa organisasi masyarakat sipil. Temuan lapangan di kebun sawit milik Indofood ini, mereka laporkan  kepada RSPO. Foto: Eko Rusdianto/ Mongabay Indonesia

 

 

Exit mobile version