Mongabay.co.id

Silver Sea 2: Jalan Terakhir Si Pencuri Ikan dari Thailand

 

Perjalanan panjang kapal Silver Sea 2 selama 3,5 tahun akhirnya menemukan jalan terakhir. Pada Kamis (14/2/2019), kapal pencuri ikan berbendera Thailand itu diserahterimakan kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dari Kejaksaaan Agung RI. Kapal tersebut terbukti melakukan tindak pidana pencurian ikan di laut Indonesia dan menghukumnya dengan menyita kapal tersebut menjadi milik Negara.

Kapal yang memiliki bobot 2.385 gros ton (GT) itu ditangkap oleh KRI Teuku Umar saat sedang berpatroli di sekitar perairan Sabang, Aceh, Kamis (13/8/2015). Saat ditangkap, kapal yang diketahui milik Silver Sea Reefer Co.Ltd yang berpusat di Bangkok, Thailand itu sedang membawa ikan sebanyak 1.930 ton dan kemudian dilelang setahun berikutnya di markas TNI Angkatan Laut di Sabang dengan nilai Rp20,5 miliar.

baca :  TNI AL Tangkap Kapal Asal Thailand yang Diduga Lakukan Illegal Transhipment

Jaksa Agung HM Prasetyo seusai serah terima kapal mengatakan, walau terkesan lama melakukan proses hukum terhadap kapal tersebut, namun dia meyakinkan bahwa itu adalah proses yang harus dijalani. Selama proses berlangsung, dia memastikan bahwa pihaknya menjalankan hukum Indonesia dengan tegas dan tertib.

Kasus tersebut diketahui harus melalui tahapan yang panjang setelah ditangkap oleh aparat TNI AL di perairan Sabang. Setelah penangkapan, kapal langsung diproses hukum di Pengadilan Negeri Klas II Sabang dan kemudian diputus bersalah pada Oktober 2017. Kemudian, proses berlanjut di Kejaksaan Tinggi Aceh yang penanganannya tetap dilakukan di Sabang.

“Alhamdulillah, kami berhasil membuktikan dan akhirnya kapal dirampas untuk Negara,” ucap HM  Prasetyo di hadapan pewarta media, pekan lalu.

baca juga :  Barang Bukti Kapal Pencuri Ikan Silver Sea 2 Dilelang Rp21 Miliar

 

Jaksa Agung HM Prasetyo dan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti saat penyerahan kapal pencuri ikan sitaan Silver Sea 2 dari Kejagung ke KKP di Jakarta, Kamis (14/2/2019). Foto : Humas KKP/Mongabay Indonesia

 

Menurut Jaksa Agung, kapal Siver Sea 2 (SS2) diputus bersalah, karena terbukti melakukan pelanggaran kemaritiman di wilayah teritorial Republik Indonesia. Dalam prosesnya, Pengadilan Negeri Sabang memutuskan nakhoda kapal SS2 bersalah dan ikan yang dijadikan barang bukti kemudian dilelang dan kapalnya dirampas menjadi milik Negara.

Bagi Jaksa Agung, keberhasilan tersebut menjadi bentuk kerja keras dan kerja tim yang hebat dari berbagai instansi terkait seperti KKP, TNI AL dan Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia. Kerja sama tiga instansi tersebut, menjadi wujud sinergitas yang kuat dan menjadi bukti bahwa penegakan hukum bisa dilakukan jika semuanya dilakukan dengan sungguh-sungguh.

 

Kombinasi Pendekatan

Prasetyo menambahkan, dalam melaksanakan proses hukum kapal SS2, penegak hukum tidak lagi berupaya untuk mengejar dan kemudian menghukum pelaku secara konvensional dengan menerapkan pidana penjara melalui pengungkapkan barang bukti. Akan tetapi, pihaknya mengejar uang dan aset yang dimiliki kapal.

“Hukuman harus dapat melucuti dan memotong aliran dan akses pelaku ke aset-asetnya yang merupakan urat nadi bagi pelaku kejahatan, melalui upaya pelacakan, pembekuan, penyitaan, baik aset yang digunakan sebagai alat untuk melakukan tindak pidana maupun aset yang dihasilkan dan diperoleh dari tindak pidana yang dilakukannya,” tegasnya.

Dengan melakukan kombinasi pendekatan seperti di atas, Prasetyo menyebutkan ada dua hal positif, yaitu bahwa tindakan pidana adalah perbuatan tidak menguntungkan, tapi justru merugikan karena aset akan dirampas. Kemudian, dengan melakukan perampasan, maka itu akan menjaga penegak hukum untuk mempertahankan nilai aset yang berasal dari tindak pidana dan tidak akan berkurang.

“Juga dapat dikelola dengan baik untuk pemulihan kekayaan negara. Jadi, jangan coba-coba lagi mencuri ikan di laut kita. Ini pesan yang tentunya sangat-sangat dibutuhkan untuk membuat para pencuri ikan, khususnya kapal asing ini menjadi jera,” ujarnya.

menarik dibaca : Putusan Pengadilan Sabang: Terbukti Bersalah, Kapal Silver Sea 2 Disita untuk Negara

 

Kapal Silver Sea 2 asal Thailand ini ditangkap oleh KRI Teuku Umar, Kamis (13/8/2015) dini hari. Foto : Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti di kesempatan yang sama menjelaskan, berakhirnya kiprah kapal SS2 di ranah hukum Indonesia, menandakan bahwa pelaku pencurian ikan, sekecil apapun akan mendapat ganjaran hukum yang tegas. Terlebih, kapal SS2 terbukti sedang membawa 1.930 ton ikan dari hasil mencuri di laut Indonesia.

Susi menjelaskan sang nakhoda kapal, Yotin Kuarabia juga divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri Sabang pada Oktober 2017.  Yotin kemudian dikenakan pidana denda sebesar Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan penjara karena terbukti sudah melakukan pelanggaran dengan mematikan automatic identification system (AIS) dan vessel monitoring system (VMS).

Bagi Susi, rentetan kemenangan di meja hijau atas kapal SS2 dan krunya, menunjukkan bahwa pengak hukum sudah menerapkan sistem peradilan pidana pelanggaran kelautan dengan baik. Itu juga menunjukkan bahwa institusi Negara dan penegak hukum sudah berhasil menciptakan sinergitas dalam menegakkan kedaulatan hukum dan sumber daya alam Indonesia.

“Tentunya kita melihat bagaimana Kejaksaan dengan gigih mendukung KKP menjaga kedaulatan perikanan Indonesia, sumber daya alam Indonesia ini dengan kecerdasan dan ketegasannya, sehingga kapal ini bisa disita oleh negara,” ungkapnya usai penandatanganan berita acara serah terima.

“Cukup lama menunggu dan bersabar. Namun hari ini, akhirnya bisa ditandatangani (berita acara serah terima kapal SS2). Saya ingin segera melayarkan kapal ini untuk memperlihatkan betapa besarnya kapal yang melakukan pelanggaran di perairan Indonesia,” lanjutnya.

baca :  Penegakan Hukum di Atas Laut Sudah Berjalan Baik?

 

Anak buah kapal Silver Sea 2 yang ditangkap sekitar 80 mil laut dari Pulau Weh, Sabang, Aceh. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Sarana Edukasi

Setelah resmi diserahterimakan, Susi mengaku baru berani memikirkan kelanjutan kapal SS2 ke depannya. Kapal itu akan digunakan sebagai sarana pendidikan bagi masyarakat tanpa ada batasan. Sebagai sarana untuk edukasi, rencananya kapal akan dilayarkan mengelilingi pelabuhan-pelabuhan di Indonesia.

“Kapal akan mengenalkan apa itu illegal, unreported, unregulated fishing atau IUUF kepada masyarakat di setiap pelabuhan yang disinggahinya,” jelasnya.

Selain sebagai sarana pendidikan, Susi mengaku, kapal SS2 juga disiapkan menjadi kapal pengangkut ikan untuk melayani berbagai pulau di Indonesia. Dengan demikian, kapal akan bermanfaat bagi masyarakat dan nelayan Indonesia di seluruh pulau, dan juga bisa membantu Indonesia untuk membangun konektivitas angkutan sistem logistik ikan nasional (SLIN).

“Kita ingin kapal SS2 bisa mendorong perekonomian dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia, utamanya stakeholder kelautan dan perikanan seperti nelayan,” katanya.

Sedangkan Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Moh Abdi Suhufan meminta KKP untuk segera menyusun rencana untuk pemanfaatan kapal SS2. Menurut dia, Pemerintah harus memiliki rencana jelas akan digunakan untuk apa saja. Apakah kapal tersebut juga akan diserahkan ke pihak swasta atau oleh badan usaha milik Negara (BUMN) untuk pengelolaannya.

“Bobot kapal tersebut besar, pastinya butuh biaya operasional. Jadi harus jelas dan detil,” tegasnya.

menarik dibaca :  Indonesia Taklukkan Penjajah ‘Laut’ di Sabang

 

Kapal FV STS-50 yang merupakan buronan Interpol karena melakukan IUU Fishing dilabuhkan di Pelabuhan Sabang, Aceh setelah ditangkap pada Kamis (5/4/2018) di perairan tenggara Pulau Weh, Sabang, Aceh oleh Satgas 115, KKP, TNI AL dengan Interpol dan LSM internasional. Foto : Humas KKP/Mongabay Indonesia

 

Selain Kapal Silver Sea 2, Pemerintah Indonesia juga masih menjalankan proses hukum terhadap dua kapal besar pelaku pencurian ikan lainnya, yaitu Fu Yuan Yu 831 dan STS-50. Fu Yuan Yu 831 adalah kapal berbendera Tiongkok yang ditangkap saat kedapatan menangkap ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Indonesia 573 pada Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) perairan Laut Timor (Indonesia) pada 29 November 2017.

Sementara, kapal STS-50 adalah kapal tanpa bendera kebangsaan (stateless vessel) buruan International Criminal Police Organization (Interpol) yang membawa 8 bendera saat sedang berlayar. Kedelapan bendera itu, adalah milik Sierra Leone, Togo, Kamboja, Korea Selatan, Jepang, Mikronesia, Filipina, dan Namibia. Kapal tersebut ditangkap di sekitar 60 mil dari sisi Tenggara Pulau Weh, Barat Laut Sumatera, pada 6 April 2018.

Untuk diketahui, penangkapan kapal SS2 dilatarbelakangi adanya dugaan alih muatan ikan (transshipment) secara ilegal di WPP NRI dan tanpa dilengkapi dokumen-dokumen perizinan dari pemerintah. Saat ditangkap, kapal tersebut membawa 19 anak buah kapal. Kapal tersebut melanggar Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.57/2014 tentang Usaha Perikanan Tangkap.

 

Exit mobile version