Mongabay.co.id

Hari Peduli Sampah, Pemerintah Luncurkan Gerakan Indonesia Bersih

Sungai Citarum bertabur sampah di Desa Belaeendah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, yang terpantau beberapa waktu lalu. Foto: Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

 

 

 

 

 

Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN), tahun ini, Pemerintah meluncurkan Indonesia Bersih, sebagai gerakan kolaboratif antara pemerintah pusat, daerah, swasta dan berbagai pihak demi mewujudkan Indonesia bebas sampah.

Dalam peluncuran gerakan ini di Gedung Manggala Wanabakti Jakarta, Kamis (21/2/19), Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, mengatakan, Gerakan Indonesia Bersih (GIB) salah satu bagian dari gerakan revolusi mental sesuai Inpres Nomor 12/2016.

“Gerakan ini mencakup beberapa hal, antara lain peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat lingkungan keluarga, satuan pendidikan, satuan kerja, dan komunitas,” katanya.

Dia bilang, juga peningkatan sinergi penyediaan sarana dan prasarana yang menunjang perilaku hidup bersih dan sehat. Pengembangan sistem pengelolaan sampah yang holistik dan terintegrasi termasuk kali bersih, sarana dan prasarana pelayanan publik. “Penyempurnaan peraturan perundang-undangan atau deregulasi.”

Siti juga mengatakan, gerakan ini sangat karena akan terbangun kolaborasi dalam mengatasi permasalahan sampah. Ia juga memastikan langkah-langkah percepatan GIB, pada  kebijakan sektor dan daerah.

“Kami mendorong pemerintah daerah dalam mewujudkan target-target nasional upaya pencapaian Gerakan Indonesia Bersih. Lalu mensinergikan kebijakan sektor dalam upaya-upaya pengelolaan sampah, melalui peningkatan sarana dan parasarana dan dalam mendorong partisipasi publik,” katanya.

Pemerintah, katanya, telah menerbitkan aturan mengenai persampahan, seperti UU Nomor 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah, Peraturan PP Nomor 81/2012 soal pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis rumah tangga. Juga Peraturan Presiden Nomor 97/2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah dan Peraturan Presiden Nomor 83/2018 tentang Penanganan Sampah Laut.

Pemerintah. Katanya, juga telah menetapkan target sampah kelola 100% pada 2025, dengan pengurangan 30% dan penanganan sampah 70%.

Sesuai Perpres Nomor 97/2017, pemerintah provinsi, kabupaten dan kota wajib menyusun dokumen kebijakan dan strategi daerah pengelolaan sampah paling lama satu tahun sejak aturan ada.

Setiap daerah, perlu membuat perencanaan pengurangan dan penanganan sampah di daerah masing-masing. Sampai Januari 2019, baru 308 kabupaten kota dan 15 provinsi menyelesaikan dokumen itu.

 

Sampah di pesisir Pulau Panggang, Kepulauan Seribu. Biasa menjadi tempat kapal nelayan merapat. Bahkan, pembuangan sampah ini sering menjadi lahan bagi para hewan mencari makanan. Foto: Lusia Arumingtyas/ Mongabay Indonesia

 

Selama empat tahun terakhir, katanya, peran dan inisiatif dari berbagai kelompok masyarakat mengatasi persoalan sampah, makin meningkat. Ia terlihat dari pertumbuhan bank sampah. Pada 2015, bank sampah 1.172, tahun ini jadi 7.488 unit.

“Ke depan, berbagai upaya pengelolaan sampah baik pengurangan sampah dari sumbern maupun penanganan sampah perlu lebih sistematis lagi, terintegrasi dan masif dari hulu hingga hilir.”

Selain bank sampah, katanya, jumlah kelola sampah. Pada 2018, timbulan sampah terkelola mencapai 72% atau 65,79 juta ton per tahun. Pada 2015, sampah terkelola 64,76%.

Pengurangan sampah juga meningkat dari 1,74% pada 2015, jadi 2,76% tahun lalu. Pada 2015, penanganan sampah hanya 62,96%, dan 2018 naik jadi  68,83%.

Komposisi sampah plastik juga menurun pada 2016 sebesar 16% dari timbulan sampah nasional, jadi 15 % pada 2018. Pempat Pemrosesan Akhir (TPA) open dumping juga berkurang, pada 2015, sebanyak 55%, turun jadi 45% tahun lalu.

Perhatian nasional dan internasional, katanya, tertuju pada sampah laut, terutama plastik, dengan segala dampak kepada manusia dan satwa.

Sampah plastik di laut ukuran mikro (marine debris) sangat berbahaya bagi manusia dan satwa karena mengganggu kesehatan apabila masuk pencernaan ikan dan sistem rantai pangan.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartanto mendukung, gerakan ini. Untuk mengatasi sampah industri, juga sudah membuat berbagai peraturan untuk mengembangkan industri hijau.

“Dukungan kita dalam bentuk kebijakan. Kita mendukung produksi ramah lingkungan melalui reduce, reuse dan recycle.”

Kementerian Perindustrian setiap tahun memberikan penghargaan kepada industri yang memenuhi kriteria produksi efisien, baik dalam material, energi, air, proses industri, sumber daya manusia, lingkungan kerja, pengelolaan emisi termasuk pengurangan emisi CO2. Juga pemenuhan ambang batas, dan manajemen.

“Ini kita terapkan kepada insutri kecil, menengah hingga besar,” katanya.

Untuk mengembangkan industri 4.0, dia juga mendorong prinsip circular economy. Harapannya, proses produksi industri tidak menghasilkan sampah karena mengutamakan konsep daur ulang dan penggunaan sumber daya alam seefesien mungkin.

“Kebijakan ini juga mendorong penggunaan energi alternatif selian biomasa juga renewable energy. Di pabrik-pabrik, kami juga mendorong dibangun solar panel. Karena pabrik juga biasa menggunakan atap yang luas. Jadi, satu pabrik bisa menghasilkan antara 3-7 MW solar panel. kami siapkan fasilitas fiskal insentif termasuk di dalamnya inovasi-inovasi untuk mengurangi energi dan juga emisi.”

 

Sampai plastik menggila memenuhi pantai dan merusak mangrove. Foto: Sapariah Saturi/ Mongabay Indonesia

 

Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan, sedang memfinalisasi RPJMN 2019-2024, di dalamnya juga mendukung gerakan itu.

“Ke depan dalam RPJMN kami menekankan, dalam lima tahun ke depan, bagian dari revolusi mental adalah bagaimana kita menyiapkan hidup bersih dan sehat. Mudah-mudahan, para pejabat daerah tidak melupakan pentingnya gerakan masyarakat hidup bersih dan sehat ini,” katanya.

Untuk mencapai Indonesia sehat dan bersih, pengelolaan sampah hanya menjadi satu bagian. Hal lain yang tak kalah penting soal air bersih, sanitasi laik, dan pengendalian pencemaran lingkungan.

“Gerakan ini akan lebih kuat karena stakeholder lebih banyak, Inpres sudah ada yaitu yang terkait gerakan masyarakat sehat dan revolusi mental. Presiden menginginkan kualitas sumber daya manusia Indonesia berkualitas dan berdaya saing. Sehat itu bisa terwujud kalau lingkungan bersih.”

Terkait sampah, kata Bambang, 40% belum terkelola dengan baik. Baru 17% kabupaten kota memiliki lembaga layanan persampahan.

Dia berharap, sampah tidak menumpuk di TPA namun ada konsep, menjadi sesuatu yang produktif.

Indonesia bersih, juga terkait urusan air bersih dan sanitasi. Perhatian pemerintah kabupaten dalam hal sanitasi dia nilai masih sangat rendah. Ada 25 juta penduduk Indonesia masih buang air besar sembarangan.

“Kita menduduki ranking ketiga dunia sebagai negara penduduk banyak buang air besar sembarangan . Ini yang tak bisa kita banggakan. Kita hanya kalah dari India dan Nigeria,”katanya.

Sanitasi layak, katanya,  tak cukup hanya dengan toilet. Sanitasi baru lengkap kalau ada toilet dan pembuangan sanitasi yang benar. “Tidak dibuang ke sungai atau sekedar buang ke septic tank. Kota-kota modern di dunia, itu sudah mempunyai saluran air limbah dari setiap rumah tangga langsung ke instalasi pengelolaan air limbah. Di Jakarta, baru 2% ada di Setiabudi. Sisanya masih pendekatan tradisional seperti septic tank dan sedot tinja. Ini sangat rawan dari segi lingkungan.”

Persoalan air limbah juga belum teratasi. Menurut Bambang, air limbah belum terkelola ada 26%. Hanya 13%, labupaten dan kota sudah memiliki lembaga layanan air limbah domestik.

“Dalam RPJMN saat ini, kita sudah menyampaikan kebutuhan investasi pengelolaan air limbah itu Rp106,5 triliun. Sayangnya, realisasi baru 15%. Jadi memang perhatian kita terhadap sanitasi ini masih sangat kurang. Membuang air sembarangan jelas tidak bersih, juga tidak sehat.”

Tjahjo Kumolo, Menteri Dalam Negeri juga mendukung gerakan ini. Dia berharap ada sinergi antar pemerintah daerah untuk menyukseskannya.

“Kami meminta pemda segera menyusun perda yang mendukung Indonesia bersih dan sehat. Juga mendorong pemda berinovasi dalam pengelolaan sampah dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat. Masalah persampahan harus bisa terintegrasi da nada kerjasama dengan antar daerah,” katanya.

Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator bidang Kemaritiman mengatakan, sekilas gerakan ini terlihat sepele. Padahal, urusan sampah sudah menjadi perhatian internasional. Apalagi Indonesia mendapatkan predikat sebagai negara penghasil sampah plastik terbesar kedua di dunia.

Penelitian dari Harvard Medical School, katanya, plastik itu bisa berubah menjadi mikro plastik. Kalau dimakan ikan, dan manusia, berpotensi keturunan akan mengalami kuntet atau stunting. “Jadi kalau bupati, walikota, gubernur ingin rakyat sejahtera, please kasih perhatian soal ini. Ayo kita bersama-sama mengatasi persoalan ini,” katanya.

 

The Body Shop, salah satu produsen produk kecantikan, yang meminta konsumen mengembalikan lagi kemasan mereka dengan mendapat poin. Foto: dari laman resmi Body Shop

 

Dukungan APBN

Sri Mulyani, Menteri Keuangan mengatakan, pemerintah pusat memiliki perhatian serius mengatasi persoalan sampah.

“Kami berupaya terus menciptakan kebijakan fiskal yang mengatasi persoalan sampah plastik ini. Mulai dari penerapan cukai. Meski sampai saat ini belum diformulasikan karena kami masih terus berkoordinasi dengan Kementerian Perindustrian. Padahal DPR sudah memberikan persetujaun di dalam APBN,” katanya.

Pemerintah, katanya, akan memberikan insentif kepada pemda yang mengeluarkan perda dengan sampah plastik. Tujuannya, agar pemda berlomba-lomba membuat kebijakan mengurangi penggunaan plastik.

“Kita juga dana alokasi untuk intensif daerah yang kriterianya akan dihubungkan dengan pengelolaan sampah. Jumlahnya naik menjadi Rp10 triliun dari sebelumnya Rp8,5 triliun.”

Insentif itu, katanya, akan diberikan kepada pemda yang memenuhi berbagai kriteria, antara lain, opini wajar tanpa pengecualian (WTP), peraturan daerah APBD tepat waktu, penggunaan e-government, juga kinerja baik dalam pengelolaan sampah.

“Dengan demikian masalah pencemaran lingkungan, sampah plastik dapat dikurangi. Indikator ini termasuk sampah laut dan program pembatasan sampah palstik daur ulang akan masuk dalam ktiteria kinerja.” Dia bilang, alokasi dana insentif untuk 2019 hampir Rp100 triliun.

Pengalokasian dana ini, katanya, dengan mempertimbangkan volume sampah dan satuan biaya sampah untuk Badan Layanan Pengelolaan Sampah. Kemenkeu, katanya, juga memperhatikan komitmen pemda di dalam menangani sampah yang tertuang dalam APBD.

“Jangan sampai pemda berpikir sekarang pemerintah pusat memberikan perhatian, dalam APBD gak usah dialokasikan. Kami akan membuat APBD mempunyai komitmen, ini menunjukan leadership dari daerah. Kalau menunjukan komitmen kuat, kita memberikan reward. Tidak memberikan substitusi tetapi lebih ke insentif.”

Dalam proses pemberian bantuan alokasi untuk BLPS ini, melibatkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Pemda, katanya, terlebih dahulu harus mengajukan usulan bantuan BLPS kepada Menteri LHK. Kemudian verifikasi dari Menteri LHK, baru usulan kepada Menteri Keuangan. Maksimal bantuan BLPS dari APBN Rp500.000 per ton sampah.

 

Keterangan foto utama:     Sungai Citarum bertabur sampah di Desa Belaeendah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, yang terpantau beberapa waktu lalu. Foto: Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Sampah organik di SMP Negeri 10 Kota Malang diolah jadi kompos. Foto: Eko Widianto/ Mongabay Indonesia

 

 

Exit mobile version