Mongabay.co.id

Ketika Sampah Impor Banjiri Jawa Timur

Mariatin memilah serpihan sampah plastik dan kertas di depan rumahnya. Foto: Eko Widianto/Mongabay Indonesia

 

 

 

 

 

Mariatin duduk tersimpuh. Kedua tangan cekatan memilah serpihan kertas di antara plastik yang menggunung di depan rumahnya. Potongan kertas berwarna kecoklatan itu dia masukkan dalam baskom. Inilah kegiatan rutin perempuan 60 tahun, warga Dusun Bekur, Desa Sumberrejo, Kecamatan Pagak, Kabupaten Malang, Jawa Timur, ini.

Serpihan kertas dan plastik dia pilah, lantas dijemur di depan rumah. Kertas diurai di depan halaman. Sebagian dia jemur di jalan desa, kadang terlindas sepeda motor dan mobil yang melintas di jalan kampung. Plastik dipilah sesuai warna. Setelah kering, serpihan kertas, kardus dan plastik dijual ke pengepul.

“Per kilogram plastik Rp1.000. Kardus kering Rp12.500,” katanya. Dia melakoni ini sejak 2004. Setiap hari, dia bisa memilah sekitar lima kilogram kardus.

Baca juga: 60% Sumur Lakardowo Diduga Tercemar Limbah B3

Sampah plastik ini dari PT Ekamas Fortuna, hanya selemparan batu dari kampung Mariatin. Tak gratis, warga harus keluarkan uang untuk sampah itu.

“Beli dari pabrik, satu truk Rp150.000,” katanya.

Dulu, sampah ini untuk menimbun bangunan. Setelah tahu bernilai rupiah, warga berinisiatif membeli dari pabrik. Satu truk, dia pilah selama satu sampai dua bulan.

Sebelumnya, Mariatin bekerja sebagai buruh tani. Sebagian besar warga bertani singkong dan jagung.“Jangan sampai setop. Saya kerja apa?,” katanya.

Kalau beruntung, katanya, dia menemukan perhiasan emas atau lembaran uang dolar Amerika di tumpukan sampah kertas dan plastik itu. Mariatin pernah menemukan lembaran mata uang ringgit Malaysia. Tak hanya Mariatin, ratusan warga Sumberrejo dan Gampingan Kecamatan Pagak turut memilah sampah plastik dan kertas.

Sepanjang jalan bakal dijumpai tumpukan sampah plastik dan kertas di depan rumah warga. Sampah menggunung, tampak orang bekerja memilah dan menjemur serpihan kardus.

 

Sukri menjemur sampah plastik untuk bahan bakar membakar batu kapur. Foto: Eko Widianto/Mongabay Indonesia

 

Bahan bakar tungku

Warga juga memanfaatkan limbah plastik dan kertas sebagai bahan bakar tungku mengolah batu gamping. Sukri, setiap membakar batu gamping memerlukan 12 ton plastik, setara 18 pikap.

Bahan bakar sampah plastik sejak 1995. Sampah plastik satu pikap Rp50.000. “Dulu memakai kayu bakar, sampah plastik lebih ekonomis. Lebih menguntungkan,” katanya.

Dia juga mempekerjakan buruh buat memilah sampah selain plastik yang bercampur besi dan almunium. Besi dijual Rp3.500, sedangkan aluminium Rp13.000 perkg.

Baca juga: Kisah Wisata Limbah B3 di Desa Lakardowo

Kuli Sukri pernah menemukan uang dolar Amerika Serikat dan Euro. Uang kertas tercecer di antara tumpukan sampah. Total uang kertas senilai Rp 60 juta. “Awalnya dikira uang mainan. Uangnya lebar-lebar,” katanya.

Para kuli, katanya, langsung membeli motor baru. Sejak saat itu, banyak penyedia jasa penukaran valuta asing berkeliling kampung. Kini, usaha batu gamping juga lesu. Harga gamping terjun bebas selama 20 tahun terakhir. Pada 1990, harga gamping Rp20.000, sekarang Rp7.500 per kilogram.

Saat Mongabay, ke tungku pembakaran batu gamping, tak ada proses pembakaran. Sukri tengah memilah sampah plastik bercampur kertas. Secara fisik, sampah plastik dan kertas berbeda. Banyak merek bekas kertas kemasan jus buah Kern’s Beverages. Kern’s merupakan produk minuman perusahaan yang berbasis di California, Amerika Serikat.

Andarini, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang mengatakan, sampah plastik mengeluarkan dioksin. Dioksin berbahaya bagi tubuh karena tak bisa terserap tubuh dan kalau menumpuk bisa menganggu kesehatan. “Bisa memicu tumbuhnya kanker,” katanya.

Sedangkan hasil pembakaran plastik jika dihirup bisa mengakibatkan kanker paru-paru. Jadi, katanya, harus waspada terhadap pembakaran sampah plastik. Apalagi sampah plastik impor yang tak tahu asal usulnya. Kalau sampah itu limbah medis, bisa menularkan penyakit berbahaya.

“Apakah steril dari sampah medis? Siapa yang bisa menjamin,” kata Andarini.

Untuk itu, katanya, perlu penelitian mendalam agar tak menimbulkan masalah kesehatan, termasuk penularan penyakit berbahaya.

Juru bicara Ekamas Fortuna Mohammad Sugeng Abriyanto membenarkan sampah kertas dan plastik berasal dari Ekamas Fortuna. Sampah dipilah untuk diolah di pabrik daur ulang kertas itu. Dia menyangkal kalau memperjualbelikan ke masyarakat. “Bukan dijual, ganti ongkos mengangkut saja,” katanya.

 

Rumah warga untuk memilah dan menjemur sampah kertas dan plastik untuk didaur ulang. Foto: Eko Widianto/Mongabay Indonesia

 

Sungai Brantas tercemar mikroplastik

Prigi Arisandi, Ketua Yayasan Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah atau Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) mengatakan, sebenarnya dilarang menjual sampah kepada masyarakat. Sejumlah pabrik kertas telah mengubah haluan dari bahan baku virgin pulp berganti bahan baku sampah kertas. Demikian juga dengan pabrik plastik mengubah bahan baku virgin plastic dengan sampah plastik impor.

Proses produksi pabrik kertas daur ulang menghasilkan sludge kertas yang masuk kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Limbah sludge pabrik kertas dibuang open dumping di lahan bekas galian hingga berpotensi mencemari air tanah.

Sedangkan skrab plastik yang tak bisa didaur ulang jadi bahan bakar batu kapur dan batu bata. Pembakaran plastik menghasilkan asap hitam yang mengandung dioksin. ­Penelitian Ecoton menunjukkan, sungai Brantas terkontaminasi mikroplastik yakni serpihan plastik berukuran lebih kecil dari 4,8 milimeter.

Pertengahan 2018 menemukan 80% dari 103 ikan di hilir Sungai Brantas di lambungnya ditemukan mikroplastik.

Ecoton mencatat, sampah kertas dan plastik impor membanjiri Indonesia sejak Tiongkok menghentikan impor sampah dari Inggris Januari 2018. Pemerintah Tiongkok menghentikan impor sampah lantaran menimbulkan masalah bagi kesehatan.

“Biaya pemerintah untuk pengobatan lebih besar dari hasil mengolah sampah,” kata Prigi.

Pada 2017 Inggris mengekspor sampah ke Tiongkok 85.000 ton. Lantas sampah dialihkan ke sejumlah negara di Asia Tenggara, seperti Malaysia importir terbesar sekitar 70.000 ton dan Indonesia 20.000 ton. Selain sampah plastik dari Inggris, Indonesia juga tercatat menerima sampah kertas dan plastik dari Amerika Serikat.

Pada 2018, Amerika mengekspor sampah 552.000 ton. Di Jawa Timur, terdapat delapan industri kertas yang mengimpor bahan baku dari luar negeri. Pabrik tersebar di Mojokerto, Surabaya, Gresik, Sidoarjo, Nganjuk dan Malang. Sampah plastik impor ini disembunyikan dalam tumpukan kertas.

Volume sampah plastik mencapai 60% dari dibanding sampah kertas. Dalam sebulan sekitar 9.000-an kontainer sampah impor masuk Jawa Timur. “Pabrik daur ulang kertas mengimpor plastik ilegal. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melarang impor sampah plastik,” katanya.

 

Izin impor plastik?

Kondisi ini diyakini akan makin meningkat kalau KLHK memberikan izin impor sampah plastik. Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto tengah mengajukan izin rekomendasi ke Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya. Surat tertanggal 1 November 2018.

Airlangga dalam surat menyebutkan, kebutuhan bahan baku plastik nasional 5,6 juta ton, bahan baku plastik virgin bisa terpenuhi 2,3 juta ton, impor 1,6 juta ton. Jadi, masih perlu sisa (skrap, reja) plastik impor sebagai bahan baku industri plastik.

Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, bilang, memahami industri sangat perlu bahan baku dalam jumlah banyak. Namun, harus katanya, memperhatikan masalah lingkungan. Impor skrap pastik bisa dibuka asal tak menimbulkan masalah baru dan jadi sampah di negeri ini.

“Sedang diproses,” katanya usai memberi kuliah umum di Universitas Brawijaya Malang, Jumat (2/2/19).

 

Keterangan foto utama:      Mariatin memilah serpihan sampah plastik dan kertas di depan rumahnya. Foto: Eko Widianto/Mongabay Indonesia

 

Foto udara lokasi pembuangan limbah cair ke Sungai Brantas. Foto : Ecoton

 

Exit mobile version