Mongabay.co.id

Trajektori, Bukan Langkah Biasa Penyelamatan Badak Sumatera

 

 

Jejak demi jejak penghuni hutan tak luput dari pengamatan tim. Mulai dari kubangan, tapak kaki, goresan cula pada pohon, puntiran ranting, hingga potongan dedaunan menjadi petunjuk nyata keberadaan satwa pemalu ini.

Semua informasi berharga itu, dicatat dan diukur teliti. “Kami ingin mendapatkan petunjuk pasti keberadaan badak sumatera,” kata salah satu tim trajektori Budiono dari Yayasan Badak Indonesia [YABI].

Pelatihan trajektori berupa pemantauan keberadaan badak di sepanjang jalur lintasannya ini berlangsung lima di Way Kambas, Lampung, diikuti 34 peserta. Kegiatan hasil kolaborasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK], Taman Nasional Way Kambas, YABI, dan IUCN dengan dukungan Aliansi SR Rescue Project.

Baca: Ada Badak Sumatera di Motif Batik Lampung, Begini Kreasinya

 

Badak sumatera, satwa langka kebanggaan Indonesia. Foto: Rhett Butler/Mongabay.com

 

Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati, KLHK, Indra Exploitasia kepada Mongabay Indonesia mengatakan, meski badak sumatera [Dicerorhinus sumatrensis]   berstatus kritis, namun masih ada permasalahan dengan data.

“Berapa sesungguhnya yang ada di alam, kita belum tahu persis. Katanya ada penurunan, tapi berapa penurunannya, itu yang sedang kita upayakan untuk mengetahui data sesungguhnya,” terangnya pertengahan Februari 2019.

Kondisi memprihatinkan ini membuat pemerintah perlu membuat implementasi rencana aksi darurat. Salah satunya, dengan melatih para petugas untuk mempertajam kepekaan diri mengamati tanda-tanda keberadaan badak di alam.

Baca: Sesuai Harapan, Badak Sumatera di Kalimantan Timur Berhasil Diselamatkan

 

Taman Nasional Way Kambas yang merupakan habitat badak sumatera. Foto: Rhett Butler/Mongabay.com

 

Hasil dari pelatihan ini adalah petugas bisa melakukan sensus badak sumatera di tiga landskap yakni Aceh, Lampung, dan Kalimantan Timur. Tiga wilayah tersebut merupakan benteng terakhir pertumbuhan badak sumatera di Indonesia.

“Trajektori ini akan menjadi acuan pemerintah dalam upaya penyelamatan badak sumatera,” ujarnya lagi.

Pemerintah menargetkan, tiga tahun ke depan, populasi badak sumatera bisa diketahui pasti jumlah sehingga upaya cepat dan tepat dapat dilakukan untuk penanganannya.

Jika satu kantong populasi kurang dari 15 individu maka kita akan melakukan penyelamatan dengan menghimpunnya menjadi satu. Sebagaimana SRS [Suaka Rhino Sumatera], Way Kambas, agar memungkinkan badak berkembang biak.

“Fokusnya penyelamatan badaknya dulu,” tutur Indra.

Baca: Hanya Badak Sumatera di Hati Mereka

 

Harapan, badak sumatera kelahiran Cincinnati Zoo, Ohio, Amerika, 27 Mei 2007, yang sejak 2 November 2015 sudah berada di SRS Way Kambas, Lampung. Foto: Rahmadi Rahmad/Mongabay Indonesia

 

Kondisi badak saat ini

Direktur Eksekutif YABI, Widodo S Ramono, mengatakan proses perkembangbiakan badak sangat spesial dibandingkan satwa lainnya. “Masa suburnya singkat, hanya terjadi 4 hari dari 24 hari siklus reproduksi,” kata dia.

Lebih menarik lagi, saat musim kawin, badak yang dipertemukan belum tentu mau dengan lawan jenisnya. Selain itu, kehilangan habitat akibat perburuan dan laju perkembangbiakan yang rendah merupakan ancaman utama keberlangsungan spesies ini.

“Kondisi mereka bertambah kritis karena jumlahnya yang sedikit, tersebar pada berbagai lokasi terisolasi. Sehingga, di beberapa kantong populasi pertemuan antara badak untuk kawin sulit terjadi,” jelasnya.

Widodo juga menceritakan perkembangan tujuh individu badak yang masing-masing memiliki karakteristik di SRS, Way Kambas, Lampung Timur.

Bina sudah memasuki usia sepuh, tidak bisa lagi dipanen sel telurnya. Begitu halnya Rosa, sekalipun sudah melakukan kawin 4-5 kali namun belum bisa mengandung.

“Pernah terjadi pembuahan antara perkawinan Rosa dengan Andalas. Namun, kehamilannya hanya satu bulan dan itu menyebabkan timbulnya mioma atau sel tumor pada rahimnya,” terang Widodo.

Baru induk badak betina Ratu yang menghasilkan dua anakan, pejantan dan betina, yang diberi nama Andatu dan Delillah. “Andatu akan memasuki usia dewasa, ia harus dikawinkan dengan siapa? Mengingat tujuh badak penangkaran tersebut masih ada hubungan kekerabatan,” tuturnya lagi.

Saat ini, yang tersedia hanya dua pejantan dewasa yakni Andalas dan Harapan. Andalas sendiri memiliki perilaku pilih-pilih mendapatkan mitra kawin. Bahkan, beberapa siklus kawinnya, dia menjadi sangat galak terhadap pasangannya. Harapan, individu ini sedang mencari eksistensi diri. Dia belum bersedia dikawinkan dengan betina manapun.

Sementara badak di alam, populasinya sedikit dan berserakan. Ditambah siklus kawin yang sebentar, kondisi ini tidak akan ada gunanya bagi keberlangsungan badak. “Pemerintah harus melakukan upaya darurat badak. Kalau dibiarkan di hutan, badak-badak ini akan mati sedangkan badak betina liar terkena mioma.”

Dia menambahkan dalam upaya konservasi, cara tepat adalah melakukan keanekaragaman genetika. “Populasi badak yang berada di kantong rawan, perlu dikumpulkan menjadi satu untuk perkembangan mereka,” kata Widodo.

Baca juga: Cula Badak Itu Tak Ubahnya Kuku Manusia, Bukan Obat Mujarab!

 

Andalas, badak sumatera kelahiran Amerika tahun 2001 ini, pulang ke Indonesia pada 2007. Foto: Rahmadi Rahmad/Mongabay Indonesia

 

Temuan anakan

Ditengah kegelisahan kondisi populasi badak sumatera, Indonesia memiliki secercah harapan. Kepala Balai Taman Nasional Way Kambas Subakir mengatakan, di Way Kambas masih ditemukan anakan dan indukan badak.

“Sekitar tiga bulan lalu, saat anggota kami melakukan patroli. Kami sempat mengikuti jejaknya selama 10 menit,” katanya.

Hal ini, menurutnya, menunjukkan bahwa badak sumatera eksis di Way Kambas karena perambahan bisa diminimalisir. “Saya ingin Way Kambas menjadi percontohan konservasi yang baik di Lampung,” tegasnya.

Badak sumatera merupakan satwa langka yang berdasarkan IUCN statusnya Kritis [Critically Endangered] atau satu langkah menuju kepunahan di alam liar. Keberadaannya tersebar di Taman Nasional Gunung Leuser, Bukit Barisan Selatan, Way Kambas, hingga Kutai Barat, Kalimantan Timur. Di Taman Nasional Kerinci Seblat, yang dulunya disebut gudangnya badak, diperkirakan tidak ada lagi.

 

 


	
Exit mobile version