Mongabay.co.id

KLHK akan Kaji Ulang Turun Status Cagar Alam Kamojang dan Papandayan

Mereka tergabung dalam Aliansi Cagar Alam Jawa Barat, protes dan aksi jalan kaki dari Bandung ke Jakarta, dan mendatangi KLHK . Foto: Walhi

 

 

 

 

Puluhan orang tergabung dalam Aliansi Cagar Alam Jawa Barat, mendatangi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rabu, minggu lalu. Mereka bersama beberapa organisasi lain ikut aksi solidaritas, menuntut Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, mencabut surat keputusan bernomor 25 yang keluar 2018 soal perubahan fungsi pokok kawasan hutan dari sebagian Cagar Alam Kamojang.

Sebelumnya, sebagian masa aksi berjalan kaki selama tiga hari menempuh jarak sekitar 150 km dari Bandung, Jawa Barat, ke Jakarta, sebagai wujud protes penurunan status 2.391 hektar Cagar Alam Kamojang dan 1.991 hektar Cagar Alam Papandayan jadi taman wisata alam.

Baca juga: Turun Status Cagar Alam Kamojang-Papandayan jadi Taman Wisata Alam, Apakah Pengelolaan akan Lebih Baik?

Wahyudin, dari Walhi Jawa Barat, bagian dari aliansi, mengatakan, penurunan status cagar alam jadi taman wisata alam untuk rekreasi ini bertentangan dengan UU Nomor 26/2007 tentang penataan ruang dan melanggar rencana tata ruang dan wilayah.

“Penurunan status ini bukan untuk kepentingan masyarakat juga kepentingan penjagaan hutan. Kami melihat, ini melegitimasi kerusakan yang sudah terjadi,” katanya.

Aliansi meminta, KLHK mencabut surat keputusan menteri dan segera merestorasi kerusakan dalam cagar alam. Sebelum proses pencabutan, KLHK juga diminta membekukan SK dan membentuk tim kaji ulang penerbitan SK.

“Juga perlu evaluasi komprehensif penurunan status ini. Cagar alam harga mati,” katanya, diikuti aksi masa.

Aliansi menilai, proses dan substansi surat keputusan keluar tak melalui proses konsultasi publik yang melibatkan para pihak berkepentingan dengan cagar alam seperti kelompok masyarakat sadar kawasan, Walhi Jawa Barat, kader konservasi dan lain-lain.

Dengan penurunan status menjadi taman wisata alam, kata Wahyudin, akan berdampak pada degradasi ekosistem dan keragaman hayati cagar alam di hulu daerah aliran sungai (DAS) Cimanuk dan Citarum.

Dalam SK, tak merepresentasikan bagaimaan Cagar Alam Kamojang dan Papandayan, akan dijaga. Kajian para ahli mengenai alasan penurunan status juga dinilai tak komprehensif dan minus manajemen risiko bencana.

“Cagar alam ini di sumber gempa yang terhampar dari Tasikmalaya hingga Ciamis,” katanya. Dari simulasi Komunitas Jaga Balai, juga bagian aliansi, menunjukkan, dengan kondisi saat ini, kalau terjadi hujan intensitas 250 mm perjam, dalam 45 menit banjir mencapai Majalaya, penduduk terdekat dengan cagar alam.

Pertimbangan pembangkit listrik panas bumi (PLTP) Kamojang, kata Forum Komunikasi Pecinta Alam (FKPA) Bandung, juga tak tepat karena luasan penurunan status sampai ribuan hektar.

“Demi kepentingan energi mengapa kita kesampingkan kepentingan konservasi?” kata Yudi, mewakili FKPA.

 

Aliansi Cagar Alam Jawa Barat, protes dan aksi jalan kaki dari Bandung ke Jakarta, dan mendatangi KLHK. Foto: Walhi

 

 

KLHK akui komsultasi tak cukup

Menanggapi ini,Wiratno, Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK, yang menemui warga, mengakui penurunan status lewat SK ini tak melalui konsultasi cukup. Termasuk, dengan masyarakat pecinta alam dan aliansi cagar alam Jawa Barat.

Selama satu setengah tahun, katanya, dia jadi Dirjen KSDAE sudah meminta seluruh jajaran membuka dialog dengan semua pihak terkait pembuatan kebijakan. “Rupanya, itu belum terjadi di BBKSDA,” katanya.

Dia pun memperlihatkan peta kawasan Cagar Alam Kamojang dan Papandayan, yang turun status jadi taman wisata alam. Di Kamojang dan Papandayan, ada 56 desa berpotensi air.

Wiratno bilang, sebagian wilayah yang masuk SK itu telah berubah fungsi jadi tempat rekreasi, sawah dan wilayah kerja panas bumi.

Mengenai potensi panas bumi, katanya, surat keputusan bersama tiga menteri membolehkan perubahan status kawasan dengan ada perjanjian kerja sama.

“Kalau taman wisata alam, kita juga bisa kerja sama dengan masyarakat yang hidup bergantung dengan ini,” kata Wiratno.

 

 

Kelola bersama masyarakat?

Beberapa hal yang jadi pertimbangan KLHK menurunkan status sebagian Cagar Alam Kamojang dan Papandayan, berdasarkan kajian tim KLHK. Alasannya, mengakomodir masyarakat yang terlanjur masuk ke kawasan cagar alam.

Selain itu, juga ada potensi wisata dan panas bumi di lokasi itu. “Panas bumi sudah dikerjakan PGE dan Star Energy. Pembangkit listrik ini akan mengaliri sekitar 300.000 keluarga. Mungkin komunikasi publik memang kurang,” katanya.

Merujuk PP No 105/2015, katanya, tak mewajibkan konsultasi publik, namun melibatkan pemda, LIPI dan tokoh masyarakat.

 

Aksi ALiansi Cagar Alam Jabar di depan Kantor KLHK di Jakarta. Mereka memprotes penurunan status Cagar Alam Kamojang dan Papandayan, jadi taman wisata alam. Foto: Walhi

 

Selain itu, Wiratno mengakui, kekurangan sumber daya manusia jadi salah satu pertimbangan penurunan status. “Staf kami tidak mampu kelola kawasan seluas ini, karena itu dikeluarkan kebijakan pengelolaan bersama masyarakat. Kolaborasi pengelolaan. Itu yang terjadi di sana.”

Saat ini, Direktorat KSDAE punya 6700 staf di seluruh Indonesia. Ada enam usulan masyarakat untuk pengelolaan air di cagar alam.

Dia meyakinkan, pengelolaan taman wisata alam bersama masyarakat bisa mendongkrak ekonomi seperti yang terjadi di taman ekowisata Tangkuban Perahu di Langkat. Taman ekowisata ini dikelola dua desa dengan aset hingga Rp10 miliar per tahun.

Saat ini, seluruh kawasan konservasi di Indonesia, di kelilingi 6.381 desa dan 1,6 juta hektar termasuk kawasan masyarakat adat.

Sekitar 2 juta hektar berada di kawasan terbuka dari daratan dengan 10% ada interkasi dengan masyarakat. “Karena itu, kita ambil kebijakan untuk melibatkan masyarakat,” katanya.

Saat ditanya potensi dan risiko besar masuk perusahaan besar untuk pengelolaan taman wisata, Wiratno, menampik.

“Tidak. Izin wisata alam berbasis masyarakat yang akan dikembangkan di 35 desa,” katanya.

Untuk itu, Wiratno sudah memberi arahan umum kepada BBKSDA Bandung, untuk membentuk Forum Komunikasi Pengelolaan Kawasan. Fungsinya, sebagai jembatan kepada masyarakat setiap kali ada perubahan fungsi kawasan hutan.

Aliansi tetap menilai status cagar alam turun jadi taman wisata alam ini tak menjawab persoalan lingkungan. Berbagai kegiatan yang terlanjur masuk dalam cagar alam mesti ditindak oleh Dirjen Penegakan Hukum KLHK.

 

Puluhan orang yang tergabung dalam Aliansi Cagar Alam Jabar, di depan KLHK, Jakarta, protes penurunan status cagar alam di Jawa Barat. Foto: Walhi

 

Proyeksi luasan juga tak menjadi representasi dalam mengatasi persoalan dan keberlangsungan pengelolaan ke depan.

Pepep Didin Wahyudi, Ketua Aliansi Cagar Alam Jawa Barat, mengatakan, kajian lapangan menunjukkan, satwa makin kehilangan habitat. Sementara, masyarakat terus masuk salah karena ingin rekreasi ke danau purba di cagar alam.

Aliansi, katanya, lima tahun berusaha menghalau motor trail keluar dari cagar alam. Tak jarang mereka menghadapi intimidasi bahkan ancaman pembunuhan.

Masalah lain, perburuan. Banyak satwa cagar alam jadi buruan pemburu profesional, antara lain, macan tutul Jawa [Panthera pardus melas].

“Saat ditanya kepada para pemburu profesional ini, mereka bilang punya pembeli yang memegang izin untuk memelihara binatang,” kata Pepep.

Aliansi menilai, kajian tim KLHK tak komprehensif karena hanya lima hari. Dalam kajian diklaim, 89% masyarakat setuju dengan penurunan status kawasan.

“Kami lima tahun memberi penyadaran kepada masyarakat baru bisa menjangkau tujuh desa, Desa Cibutaria, Kamojang, Rumbia, Padaawas, Kertasari, Pereng dan Lodayu Kolot. Ini cuma lima hari?”

Kajian juga dengan metode gabungan kualitatif dan kuantitatif. Namun, katanya, dalam hasil kajian tak ada kajian kualitatif.

Pertimbangan panas bumi, katanya, justru jadi preseden buruk, karena setiap ada potensi panas bumi maka status kawasan bisa langsung turun. Sejak 2016, aliansi juga menolak kedatangan PGE beroperasi yang menawarkan berbagai program kerjasama dengan masyarakat.

“Kami tak perlu program. Kita butuh jaminan Panthera pardus melas, bisa tetap hidup,” katanya.

Argumen penurunan status untuk restorasi kawasan juga dinilai tak tepat. Saat ini, juga berlangsung restorasi oleh aliansi.

Aliansi juga menekankan, kebijakan penurunan status ini kontradiktif dengan program Citarum Harum, yang dicanangkan Presiden Joko Widodo. Ini juga mencederai arahan presiden mengalokasikan 30% kawasan lindung di Jawa dan Bali.

Era Purnama Sari, Wakil Ketua Bidang Advokasi Hukum YLBHI mengatakan, tren infrastruktur di hutan seringkali tak sesuai antara narasi dengan fakta di lapangan.

Selain di Kamojang, katanya, pembangunan PLTP di Gunung Talang, Solok, Sumatera Barat mencapai 27.000 hektar pertanian produktif.

Penurunan status ini diajukan Dirjen Planologi pada Juni 2016. September 2017, dibentuk tim kajian yang dengan hasil kajian jadi pertimbangan mengeluarkan SK Januari 2018.

“Lumayan singkat, tak sampai dua tahun SK keluar,” kata Era.

Sayangnya, masyarakat tak punya akses untuk kajian penuh yang dilakukan tim, dan usulan atau rekomendasi pengelolaan wilayah bersama masyarakat yang direncanakan.

Karena itu muncul pertanyaan apakah SK penurunan status ini untuk masyarakat atau menfasilitasi pariwisata komersil skala besar?

Dalam SK dinyatakan, SK mempertimbangkan PP nomor 105 tahun 2015 yang mengubah peraturan sebelumnya PP no 24 tahun 2010. Dalam aturan ini memang ada skema kebijakan nasional untuk memuluskan penurunan fungsi kawasan untuk keperluan komersil.

Dalam perubahan beleid ini, satu hal penting yang dihapus adalah ruang pasrtisipasi masyarakat dalam penentuan tapal batas.

“Dengan kata lain kalau untuk proyek infrastruktur nasional boleh diturunkan statusnya tanpa harus ada konsultasi dengan masyarakat,” kata Era.

Dalam SK ini, pertimbangan potensi panas bumi hanya muncul di akhir. SK ini, katanya, seolah ingin mencari legitimasi terhadap penurunan status cagar alam.

Setelah diskusi cukup alot, akhirnya Wiratno menjanjikan tuntutan aliansi akan disampaikan kepada Menteri LHK Siti Nurbaya dan akan kunjungan lapangan ke Kamojang.

Wiratno juga berjanji, membentuk tim mengkaji ulang SK Nomor 25/2018 tentang penurunan status kawasan cagara alam Kamojang dan Papandayan.

 

Keterangan foto utama:     Aliansi Cagar Alam Jawa Barat, protes dan aksi jalan kaki dari Bandung ke Jakarta, dan mendatangi KLHK. Mereka tuntut pencabutan aturan soal penurunan status Cagar Alam Kamojang dan Papandayan. Foto: Walhi

 

Protes penurunan satus Cagar ALam Kamojang dan Papandayang di KLHK, Jakarta. KLHK berjanji akan mengkaji ulang penurunan status itu. Foto: Walhi

 

 

 

Exit mobile version