Mongabay.co.id

Penetapan Hutan Adat Hanya 1% dari Realisasi Perhutanan Sosial

Said Tolao, Tondo Ngata Toro, menyeberang sungai dan menjaga hutan. Masyaralkat Adat Toro, Sulawesi Tengah, belum mendapatkan penetapan hutan adat dari pemerintahFoto: Chris Paino

 

 

 

 

Pemerintahan Presiden Joko Widodo–Jusuf Kalla, mempunya target lumayan tinggi untuk distribusi lahan dan hutan kepada warga, antara lain lewat skema perhutanan sosial dengan target 12,7 juta hektar, belakangan merevisi jadi 4,39 juta hektar sampai 2019. Realisasi hutan adat, termasuk penetapan pada Februari lalu, total baru 28.286,34 hektar alias terkecil atau 1% dari skema perhutanan sosial yang lain.

Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, per 4 Maret 2019, capaian perhutanan sosial 2.566.708,15 hektar, terdiri dari 1.281.049,18 hektarhutan desa, 645.593,82 hutan kemasyarakatan, 331.993,68 hektar hutan tanaman rakyat, 549.785,13 hektar kemitraan kehutanan dan 28.286,34 hektar hutan adat.

Februari lalu, KLHK menetapkan tujuh hutan adat baru di Banten, Sulawesi Selatan dan Kalimantan Barat, seluas 2.182 hektar.

Baca juga: Kado Manis Akhir Tahun, Kali Pertama Pemerintah Tetapkan Hutan Adat

Bambang Supriyanto, Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan, KLHK mengatakan, dari rencana anggaran 2019, KLHK menargetkan menetapkan atau memverifikasi hutan adat seluas 30.000 hektar.

Selanjutnya, KLHK akan menetapkan, enam lokasi di Jambi, seluas 1.518 hektar hingga total 3.700 hektar dari capaian Februari lalu.

”Angka-angka capaian akan terus bertambah, seiring proses fasilitasi dan verifikasi hutan adat,” katanya, seraya bilang, tahap lanjutan akan menyasar ke Kalimantan Utara, Nusa Tenggara Timur, Bali, Bengkulu, Sulawesi Tengah dan lokasi lain yang secara prosedur siap ditindaklanjuti.

Baca juga: Kementerian Agraria Mulai Distribusikan Lahan Bekas HGU

Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan kala penetapan tujuh hutan adat Februari lalu mengatakan, hutan adat untuk perlindungan masyarakat adat dan kearifan lokal hingga tak menghilangkan fungsi sebelumnya, seperti fungsi lindung ataupun konservasi.

”Selain itu, (pemerintah menimbang) kekhususan adat adalah kebersamaan (komunal). Karena itu, hutan adat juga tidak untuk diperjualbelikan dan dipindahtangankan,” katanya.

 

Aksi menyuarakan penyelamatan hutan adat Laman Kinipan di Lamandau, Kalteng. Foto: Safrudin Mahendra-Save Our Borneo

 

Muhammad Arman, Direktur Advokasi Kebijakan, Hukum dan HAM Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mengatakan, proses pengakuan wilayah adat ini lambat erat kaitan dengan kemauan politik pemerintah masih setengah hati.

Data AMAN, ada 71 produk hukum daerah soal masyarakat adat tetapi pemerintah selalu menuntut usulan wilayah yang sudah memiliki produk hukum itu harus clean and clear atau tak terjadi tumpang tindih lahan.

Baca juga:   Kado Hari Tani 2018: Presiden Tandatangani Perpres Reforma Agraria

Dia berharap, RUU masyarakat adat segera sah. “Siapapun presiden nanti, perlu memastikan pengakuan masyarakat adat harus terjadi, bukan kemauan individu atau komunitas, itu perintah konstitusi.”

Hasil kajian sementara, AMAN mencatat dari 9,6 juta hektar wilayah adat yang terpetakan dan terdaftar di pemerintah, ada 313.000 hektar tumpang tindih dengan izin-izin hak guna usaha (HGU), tersebar di 307 komunitas adat.

Arman menyesalkan, KLHK tak juga pencadangan wilayah adat, setelah rapat koordinasi masyarakat adat. ”Bahkan hingga Pokja percepatan perhutanan sosial hingga Desember lalu selesai (2018-red), tidak ada [SK Menteri untuk mengamankan wilayah adat],” katanya.

Selain itu, tak ada keterbukaan informasi publik menjadi penyebab wilayah adat hilang. ”Masyarakat adat tak pernah tahu bagaimana proses wilayah adat jadi kawasan hutan negara atau diberikan kepada izin-izin konsesi. Masyarakat adat baru tahu setelah didatangi alat-alat berat.”

Berdasarkan hasil telaah DItjen PSKL terhadap peta-peta usulan penetapan hutan adat dari berbagai sumber, terdapat areal 369.861 hektar ditetapkan dan disusun dalam peta indikatif lokasi hutan adat (PILHA). Bambang mengatakan, angka itu dari peta usulan dan informasi termasuk hasil Rakor Hutan Adat Januari 2018.

Peta Indikatif Lokasi Hutan Adat per 31 Januari 2019, terdiri dari kawasan hutan negara (300.631 hektar), areal penggunaan lain (51.571 hektar) dan hutan adat yang ditetapkan seluas 34 unit (17.659 hektar).

 

Keterangan foto utama:    Said Tolao, Tondo Ngata Toro, menyeberang sungai dan menjaga hutan. Masyarakat Adat Toro, Sulawesi Tengah, belum mendapatkan penetapan hutan adat dari pemerintah. Foto: Chris Paino/ Mongabay Indonesia

 

Masyarakat penjaga hutan. Pepohonan di hutan adat Marena. Kala akses kelola dan hak kelola, mereka bisa menjaga hutan sekaligus memanfaatkannya. Foto: Minnie Rivai/ Mongabay Indonesia
Exit mobile version