Mongabay.co.id

Mengenang Yu Patmi, Pengingat Segera Jalankan KLHS Pegunungan Kendeng

Anak-anak, sebagai generasi penerus petani Kendeng aksi membisu, berjalan kaki menuju makam Yu Patmi. Foto: Tommy Apriando/ Mongabay Indonesia

 

 

 

 

 

 

Puluhan anak-anak berjalan diam, berpakaian hitam. Mereka membawa poster, bendera merah putih, dan berjalan menuju tugu perjuangan Yu Patmi. Mereka aksi diam, laku meneng atau membisu. Mereka adalah generasi muda petani Kendeng, atau anak-anak penerus penyelamat alam, penjaga warisan kekayaan air dan sumber daya alam di Pegunungan karst Kendeng Utara.

Perempuan Kendeng, Suparmi, mengatakan, laku meneng bertujuan menyampaikan terutama kepada pemimpin negeri bahwa bumi harus diselamatkan.

“Menjaga Kendeng lestari, tak boleh ada kata putus asa,” kata Rosad, suami almarhum Patmi. Kamis siang, 21 Maret 2019, tepat dua tahun kepergian Patmi, seorang ibu dan perempuan tani di Desa Larangan, Kecamatan Tambakromo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah.

Baca juga: Panakawan Kendeng Minta Pemerintah Jateng Jalankan KLHS

Di Tugu Yu Patmi, ratusan petani tergabung di Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng, berdoa buat Patmi, memohon ampunan, sembari mengenang jasa pengorbanan dan perjuangan Patmi menyelamatkan bumi Kendeng.

Suparmi, mengenang Patmi, bukan untuk berduka, melainkan mengobarkan api semangat terus berjuangan meneruskan cita-citanya agar Pegunungan Kendeng, lestari. Bencana alam, kata

 

 

Jalankan KLHS

Hadir pula Prof. Sudharto P Hadi, dan Dr Hartuti Purnaweni, keduanya pakar yang terlibat langsung dalam pembuatan Kajian Lingkungan Hidup Strategis Kendeng.

Sudharto mengatakan, KLHS Kendeng, mandat langsung dari presiden, kajian sudah selesai dan diserahkan kepada presiden.

KLHS, katanya, seharusnya jadi pijakan utama bagi tindakan eksplorasi dan eksploitasi alam, tetapi terabaikan.

Sudharto, mengatakan, KLHS I sudah jelas merekomendasikan pemerintah pusat, dalam hal ini Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, segera menetapkan Cekungan Air Tanah Watuputih, Jawa Tengah, sebagai kawasan bentang alam karst (KBAK). Lalu, menyusun peta wilayah yang boleh atau dilarang buat tambang.

Baca juga: KLHS, CAT Watuputih jadi Kawasan Lindung Terbebas dari Segala Tambang

Soal KLHS II, kata Sudharto, pemerintah pusat harus memastikan agar pemerintah Jateng mengikuti rekomendasi dengan mengevaluasi izin tambang kapur di Pegunungan Kendeng.

“Kalau di KLHS jelas dikatakan CAT ada indikasi sebagai KBAK. Yang menetapkan KBAK itu memang Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Sampai sekarang, hasil kajian sebagai tindak lanjut KLHS belum dipublikasi oleh Badan Geologi. KLHS sudah selesai, harus ditindaklanjuti daerah,” kata Sudharto.

KLHS, katanya, sudah sangat rinci menjelaskan kondisi bentang alam Pegunungan Kendeng, yakni soal CAT pada KLHS I, dan karst di Kecamatan Kayen dan Tambakromo, Pati, pada KLHS II. Pada KLHS II itulah, kata Sudharto, ada soal rencana pembangunan pabrik semen swasta, dan puluhan pertambangan rakyat harus dievaluasi pemerintah daerah.

“Tidak akan sulit bagi Badan Geologi menetapkan CAT Watuputih sebagai KBAK, lantaran indikasinya sangat kuat.”

 

Anak-anak petani pegunungan Kendeng, yang akan terus berjuang menyelamatkan alam. Foto: Tommy Apriado/ Mongabay Indonesia

 

Dia mendesak, Kantor Staf Kepresidenan dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tegas mendesak pemerintah daerah mengikuti rekomendasi KLHS. “Sesuai tugas presiden,” kata Sudharto.

Dia menilai, pemerintah terlalu lama merespon rekomendasi dari kedua KLHS Kendeng. Padahal, katanya, meski bukan berupa peraturan, KLHS adalah perintah perintah langsung Presiden Joko Widodo yang wajib dijalankan. “Sampai sekarang belum ada tindak lanjutnya.”

Gunretno, Sedulur Sikep mengatakan, KLHS sudah ada, hingga kini masih abai. Sebagai rakyat yang terus-menerus mematuhi hukum, tetapi pemerintah sendiri tak menjalankan hukum. “Selalu berlindung bahwa investasi demi pembangunan. Pertanyaannya, pembangunan untuk siapa? Pembangunan seperti apa, jika hasilnya justru menyengsarakam rakyat.”

Romo Aloys Budi Prnomo, Pastor Kepala Campus Ministry Unika Soegijapranata Semarang juga datang ke makam Patmi. Dia memberikan dukungan agar petani dan anak-anak generasi muda Kendeng, menjaga keutuhan alam dan lingkungan. Romo Budi bilang, petani Kendeng mengalami edukasi ekologis bukan teori melainkan praktis.

Merah Johansyah Ismail, Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang, kepada Mongabay mengatakan, kepergian Patmi merupakan bentuk perjuangan tulus petani Kendeng para kelestarian alam.

Jatam, katanya, mendesak Pemerintah Jateng, jalankan rekomendasi KLHS I dan II serta hentikan penambangan oleh semua pihak di CAT Watuputih.

Dalam debat calon presiden lalu, katanya, kedua kandidat tak membicarakan keselamatan rakyat di lingkar tambang, termasuk tak ada pembahasan keselamatan petani Kendeng.

“Para kandidat capres hanya janji-janji keselamatan alam dan lingkungan, padahal modal para kandidat juga dari perusahaan perusak lingkungan,” kata Merah.

 

Sumber air yang ada malah terancam. Sumber mata air dari Pegunungan Kendeng, jadi sumber hidup warga dan tanaman pertanian masyarakat sekitar. Apakah penerbitan amdal bermasalah tak jadi kekhawatiran pemerintah yang bisa mengancam hidup rakyat ke depan? Foto: Tommy Apriando/ Mongabay Indonesia

 

 

***

Bangunan Langgar Yu Patmi, berdiri tepat bersebelahan dengan Monumen Yu Patmi. Ia berada di Desa Larangan, Tambakrom, Pati, Jateng, di atas tanah pribadi mendiang Patmi yang diwakafkan keluarganya untuk perjuangan menjaga kelestarian Kendeng. Langgar ini terbangun dari penggalangan dana masyarakat pendukung petani Kendeng.

Langgar Yu Patmi terdiri dari dua lantai. Lantai bawah untuk berbagai kegiatan konsolidasi dan budaya sedulur tani Kendeng dalam perjuangan tolak tambang batu kapur dan pabrik semen. Lantai atas langgar sebagai tempat beribadah.

Desa Larangan, tempat langgar berdiri, masuk dalam rencana pendirian pabrik semen oleh PT Sahabat Mulia Saksi, anak perusahaan PT Indocement.

Soesilo Toer, ketika meresmikan Langgar Yu Patmi mengatakan, sebagai manusia harus melestarikan lingkungan, bukan menghancurkan. Kalau Pegunungan Kendeng, rusak akan terjadi bencana baik dari laut maupun darat. Semua itu, katanya, akan menyebabkan jutaan orang menderita dari Grobogan sampai Lamongan.

“Kelestarian Kendeng, hasil dari kerja manusia,” kata adik kandung almarhum Pramoedya Ananta Toer ini.

Ketua Pengurus Besar Nahdatul Ulama, Kiai Imam Aziz mengatakan, masyarakat Kendeng, sudah sejahtera tanpa ada penambangan. Pemerintah daerah maupun pusat, katanya, harus menghentikan izin-izin pertambangan dan membuat kebijakan pro lingkungan supaya Pegunungan Kendeng, tetap lestari.

Allisa Qotrunnada Wahid, Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian mengatakan, nasib kelestarian Kendeng, yang tahu warga Kendeng sendiri. Mereka yang merasakan dampak sosial lingkungan secara langsung.

Pemerintah dan korporasi, katanya, hanya melihat dalam kacamata untung-rugi secara ekonomi. “Kita harus menyuarakan keadaan Kendeng yang sebenarnya. Itulah yang diperjuangkan Yu Patmi.”

 

Warga panen raya di Lereng Pegunungan Karst Kendeng. Ia sekaligus bukti betapa lahan pertanian ini subur. Foto: JMPPK

 

Perjuangan Patmi, mengingatkan Allisa pada almarhum Gus Dur, ayahndanya. Dalam hidup dan perjuangan Gus Dur, tidak mudah. “Kita bukan tokoh dalam dongeng, kita bukan tokoh mitos yang tidak takut. Kita mengenal takut. Kita tahu rasanya takut. Walaupun ketakutan kita berusaha melompati pagar batas ketakutan, itulah martabat kita, harga diri kita.”

Aam PBNU Yahya Cholil Staquf juga bicara, Dia mengatakan, perjuangan Patmi, menjaga bumi agar tetap lestari tak untuk memikirkan diri sendiri, tetapi orang banyak.

“Menjaga bumi adalah tanggung jawab bersama. Bumi sudah memberikan nikmat untuk kehidupan kita,” kata Yahya.

Gunretno menambahkan, Yu Patmi, sejak lama bersama petani lain tergabung di JMPPK. Dia menyuarakan penolakan rencana penambangan dan pabrik semen di Pegunungan Kendeng Utara.

Awalnya, pada 2010, dia mendengar akan berdiri pabrik semen di desanya. Tahun 2009, ketika ancaman pabrik dan penambangan semen muncul di Sukolilo, warga berhasil membatalkan pendirian pabrik PT Semen Gresik, sekarang PT. Semen Indonesia. Keberhasilan itu merupakan perjuangan panjang dan berat sejak 2006.

Bersamaan dengan perjuangan petani Tambakromo dan Kayen, petani di Desa Timbrangan dan Tegaldowo, Gunem-Rembang, suarakan rencana protes tambang-pabrik semen di CAT Watuputih.

Dia bilang, perjuangan ini bukan semata-mata kepentingan pertanian tetapi lebih dari itu. Pegunungan Kendeng, katanya, jadi sabuk Pulau Jawa. “Jika pegunungan hancur, tak hanya kehidupan petani dirampas tetapi pohon, hewan dan makhluk hidup penghuni Kendeng akan mati. Bencana bakal datang.”

Pegunungan Kendeng Utara, terbentang memanjang mulai dari wilayah Jawa Timur yakni Kabupaten Lamongan, Bojonegoro, Tuban hingga Jawa Tengah yakni Rembang, Grobogan, Blora, dan Pati.

Pada hamparan Pegunungan Kendeng Utara, terdapat CAT Watuputih. Cekungan ini selama bertahun-tahun menghidupi para petani lintas kabupaten, yakni Rembang, Blora, Pati, hingga Grobogan.

CAT Watuputih merupakan satu di antara 19 cekungan air tanah di Jateng, yang menyimpan 109 mata air. Beberapa mata air terletak di lokasi penambangan pabrik semen, sebagian lain untuk lahan pertanian warga.

 

Keterangan foto utama:       Anak-anak, sebagai generasi penerus petani Kendeng aksi membisu, berjalan kaki menuju makam Yu Patmi. Foto: Tommy Apriando/ Mongabay Indonesia

 

 

Exit mobile version