Mongabay.co.id

Daripada Berpolemik, Jalankan Saja Amanat UU Perikanan untuk Kapal IUUF

 

Polemik kebijakan apa yang tepat untuk kapal sitaan yang ditangkap karena terlibat dalam aktivitas illegal, unreported, unregulated fishing (IUUF), saat ini masih terus bergulir di publik. Lembaga Pemerintah yang terlibat, yaitu Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman (Kemenkomar) masih terus saling menuding ada kesalahan cara pandang dalam kebijakan tersebut.

Bagi Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), polemik yang diperlihatkan kepublik itu sebaiknya dihentikan segera. Pasalnya, permasalahan tersebut tidak seharusnya berlarut-larut dan menjadi perdebatan tak berujung. Apalagi, Negara juga sudah memiliki Undang-Undang No.45/2009 tentang Perikanan yang di dalamnya ada pasal 76 c ayat (5) dan mengatur tentang kapal asing pencuri ikan.

“Pemerintah harus menghentikan drama pelelangan kapal asing pencuri ikan,” ungkap Ketua DPP KNTI Marthin Hadiwinata kepada Mongabay, Selasa (19/4/2019).

baca : KKP Kembali Tangkap 8 Kapal Ikan Asing Ilegal dari Vietnam dan Malaysia

 

Sebuah kapal ikan ilegal berbendera Vietnam yang ditangkap di ZEEI perairan Natuna Utara oleh KP. Hiu Macan 01 pada Selasa (9/4/2019). Foto : PSDKP KKP/Mongabay-Indonesia

 

Didalam pasal tersebut, dijelaskan bahwa Negara bisa menyerahkan kapal asing pencuri ikan kepada kelompok usaha bersama nelayan dan atau koperasi nelayan. Jika diperlukan, Presiden RI Joko Widodo bisa menerbitkan peraturan Presiden untuk mendorong penyerahan kapal asing pencuri ikan untuk dapat digunakan oleh kelompok usaha bersama dan koperasi nelayan.

“Sehingga aksi perang terhadap pencurian ikan dapat bermanfaat untuk kepada kelompok nelayan secara kolektif melalui kelompok usaha bersama dan koperasi,” jelasnya.

Lebih detil Marthin menerangkan, aturan umum mengenai lelang kapal ikan IUUF sudah tercantum dalam pasal 76 c dan dijelaskan bahwa benda dan atau alat yang dirampas dari hasil tindak pidana perikanan dapat dilelang untuk Negara. Selain itu, benda dan atau alat yang dirampas dari hasil tindak pidana perikanan yang berupa kapal perikanan dapat diserahkan kepada kelompok usaha bersama nelayan dan atau koperasi perikanan.

 

Hentikan Polemik

Marthin sendiri mengaku harus membuat keterangan resmi, karena polemik masalah kapal IUUF sudah melibatkan KKP, Kemenkomar, dan Kejaksaan Agung dan hingga saat ini masih terus berlangsung. Polemik tersebut muncul, karena Negara menemukan ada kapal pelaku IUUF yang ditangkap oleh KKP saat dan ternyata itu adalah kapal yang sama yang sudah ditangkap pada enam bulan lalu.

“Jadi, kapal yang ditangkap itu, diketahui dilelang, dan ternyata itu dibeli oleh pemilik asalnya dan kembali mencuri ikan di perairan Indonesia,” tuturnya.

baca juga : Bolehkah Kapal Asing yang Sudah Ditangkap, Dilelang?

 

 

Sebuah kapal ikan ilegal berbendera Malaysia yang ditangkap di ZEEI perairan Selat Malaka oleh KP. Hiu Macan Tutul 002 pada Sabtu (6/4/2019). Foto : PSDKP KKP/Mongabay-Indonesia

 

Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch Indonesia Moh Abdi Suhufan, berpikiran sama tentang penanganan kasus kapal pelaku IUUF. Belajar dari empat kapal berbendera Vietnam yang lolos dari lelang dan mencuri di Indonesia lagi, dia menyebut, Pemerintah Indonesia harus meningkatkan pengawasan pengadilan perikanan berkaitan dengan kasus tersebut.

Menurut Abdi Suhufan, agar peningkatan pengawasan bisa dilakukan, sebaiknya hakim pengadilan perikanan memiliki referensi yang cukup baik tentang latar belakang kejahatan benda yang akan dilelang. Dengan memahami lebih mendalam, maka hakim bisa mengambil keputusan yang tepat dan bisa memberikan efek jera kepada pelaku IUUF.

“Sistem lelang yang ada sekarang, ternyata mengandung kelemahan dan mesti diperbaiki. Jika sistem lelang masih berikan ruang pada pelaku untuk membeli kembali kapal,maka opsi penenggelaman bisa menjadi pilihan,” ucapnya saat diminta tanggapannya oleh Mongabay, Selasa (20/4/2019).

Akan tetapi, selain opsi penenggelaman, Abdi mengutarakan opsi lain untuk memecah kanpersoalan tersebut, yaitu dengan memberikan kapal pelaku IUUF kepada perguruan tinggi, pemerintah daerah, koperasi, dan atau lembaga riset. Namun, dia menyebut, opsi tersebut memiliki resiko karena harus mengeluarkan biaya mahal untuk operasional dan perawatan.

“Modeldan spesifikasi kapal yang tidak familiar dengan yang selama ini digunakan, serta biaya perbaikan yang mahal. Beberapa tahun lalu, ada kapal sitaan diberikan kepada pemda dan kampus, akhirnya mangkrak juga,” tandasnya.

Meski demikian, Abdi menambahkan, resiko yang ada tersebut tidak berarti menutup peluang kampus, pemda, dan juga koperasi untuk mendapatkan hibah kapal pelakuIUUF. Hal itu, karena bisa jadi pihak yang disebut ternyata memiliki komitmendan kemampuan mengelola atau mengoperasikan kapal-kapal pelaku IUUF.

“Taklupa, mereka juga memiliki finansial yang cukup untuk membiayai operasional danperawatan. Contoh pihak yang gagal mengelola, adalah IPB (Institut Pertanian Bogor), Universitasn Brawijaya di Malang (Jawa Timur), dan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Anambas di Kepri. Mereka semua gagal mengelolanya,” pungkasnya.

Fakta yang terungkap itu, rupanya juga mengundang komentar dari Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Melalui akun sosial media pribadinya, perempuan asal Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat itu menyatakan kekecewaannya sehubungan dengan lelang kapal pelaku IUUF. Kekecewaan itu, terutama karena harga yang ditetapkan untuk lelang kapal dinilainya masih murah.

menarik dibaca : Barang Bukti Kapal Pencuri Ikan Silver Sea 2 Dilelang Rp21 Miliar

 

 

Kapal asing yang ditangkap di perairan Indonesia ini, karena mencuri ikan bisakah dilelang? Foto: Ditjen PSDKP/Mongabay Indonesia

Ada Permainan

Kapal-kapalyang diketahui berbendera Vietnam itu, menurut Susi, ditangkap pada Februari2019 di perairan Laut Natuna Utara, Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau.Kapal yang berjumlah empat unit itu, kemudian diduga dipermainkan dengan cara dilelangmurah dan kemudian dibeli oleh oknum pencuri ikan. Fakta tersebut, dinilainyasudah mencoreng kedaulatan Negara.

“Untukitu, menenggelamkan kapal adalah amant Undang-Undang yang harus diikuti,”tegasnya, Senin (26/3/2019).

Takberselang lama, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan jugamemberikan pernyataannya tentang temuan mengejutkan itu. Bagi dia, persoalankapal asing rampasan yang kembali lagi kepada pemilik asalnya setelah dilelang,bisa diselesaikan dengan memperketat pengawasan. Akan tetapi, mekanismepengawasan pelelangan belum jelas dan masih perlu dilakukan pengawasan yangketat.

“Itupelelangannya yang keliru. Jangan karena kita mengawasinya kurang, kitamenyalahkan sistem,” ujarnya.

Luhutmengatakan dengan adanya teknologi terkini, pengawasan bisa semakinditingkatkan, baik itu koperasi maupun perorangan. Dengan teknologi, siapa yangmembeli bisa dilacak dengan cepat dan akurat dan itu bisa menjadi alat untukpengawasan kapal-kapal pelaku IUUF yang sudah diproses hukum di Indonesia.

Luhutmengatakan, kebijakan pelelangan kapal pelaku IUUF, menjadi kebijakan yangwajar karena sesuai dengan UU Perikanan. Kapal-kapal pelaku kriminal itu, bisakembali digunakan oleh orang Indonesia apabila sudah dibeli melalui proses lelang.Opsi lelang tersebut, dinilainya lebih masuk akal, dibandingkan dengan opsipenenggelaman kapal yang sudah dilakukan KKP selama lima tahun terakhir.

Ngapain sih mesti dibom-bom terus kalau ada kapal bisa dipakai,” ucap Luhut , Senin (1/4/2019).

baca juga : Vietnam, Negara Dominan Pelaku IUUF di Laut Indonesia 

 

 

Penenggelaman kapal asing di perairan Pulau Datuk, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat pada April 2017. Foto : Istimewa/Mongabay Indonesia

 

Keluhan dan protes yang diungkapkan Luhut dan Susi, juga langsung ditanggapi oleh JaksaAgung Prasetyo. Dia menampik ada permainan dalam proses lelang kapal-kapalpelaku IUUF dan semuanya sudah melalui putusan yang tidak dapat dilawan. Semuakapal yang sudah diputus, dikembalikan ke Negara sesuai kebutuhan.

“Kalau ada yang mau ditenggelamkan silakan. Tapi kalau di dalam putusan, tentunya ya harus dilelang sebagai PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak),” ucap dia Rabu (3/4/2019).

 

Exit mobile version