Bolehkah Kapal Asing yang Sudah Ditangkap, Dilelang?

 

 

Pengumuman lelang kapal ikan asing (KIA) yang dilakukan secara terbuka di media massa oleh Kejaksaan Negeri Batam, Provinsi Kepulauan Riau, mengejutkan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Menurut dia, hingga saat ini Pemerintah Indonesia belum mengambil opsi untuk melelang kapal asing yang ditangkap di wilayah perairan Indonesia.

Pernyataan Susi tersebut dirilis secara resmi pada Senin (24/7/2017) di Jakarta. Menurut dia, Kejari Batam sendiri akhirnya tetap melakukan lelang sesuai jadwal, Senin. Dalam lelang tersebut, terdapat tiga kapal asing yang ditawarkan secara terbuka kepada publik.

“Sampai hari ini tidak ada satu pun arahan Presiden untuk melakukan lelang kapal asing yang melakukan IUU Fishing. Tidak ada Rencana Kerja dan Syarat Lelang (RKS) atau apapun penindakannya selain penenggelaman,” ungkap dia.

Susi menjelaskan, setiap kapal asing yang dirampas oleh negara adalah sebuah opsi, tapi bukan untuk dilakukan lelang. Menurutnya, apabila ada yang mengusulkan peruntukannya digunakan untuk kapal riset atau lainnya non tangkap ikan, maka perlu pengkajian lebih lanjut.

“Putusan dirampas oleh Negara adalah sebuah opsi, tapi bukan untuk dilelang,” tutur dia.

Susi kemudian menegaskan, tidak seharusnya sebuah kapal asing yang sudah ditangkap kemudian dilelang. Pasalnya, kapal asing tersebut beroperasi di wilayah perairan Indonesia yang sudah jelas hanya mencuri ikan.

“Perlu juga dimengerti apakah tujuan keberadaan kapal asing itu di Indonesia selain mencuri ikan? Karena setiap kapal punya kedaulatan dan merepresentasikan bendera kapal masing-masing, dan di lain sisi ada moral hazard di dalamnya. Yang tidak kami kompromikan adalah kejahatan ekonomi SDA yang sudah laten terjadi sejak lama,” tegas dia.

Berkaitan dengan pengumuman calon peserta lelang yang dibatasi limit maksimal Rp186 juta per kapal, Susi menyebut bahwa itu sangatlah aneh. Mengingat, untuk setiap kapal dengan ukuran minimal 100 gros ton (GT) dan tanpa dilengkapi pendingin (freezer), itu harganya bisa mencapai Rp1 miliar.

“Ikan yang dicuri juga harganya lebih tinggi nilainya dari harga lelang. Ini modus lama, mereka nanti balik lagi. Jangan biarkan kapal-kapal asing itu merusak kedaulatan kita,” tandas dia.

Untuk diketahui, kapal asing yang dilelang oleh Kejari Batam, jumlahnya ada 3 unit. Ketiganya, adalah Kapal KNF 7444 yang dilengkapi GPS Plotter, radio komunikasi, dan kompas. Kapal tersebut ditawarkan harga limit Rp186 juta dengan jaminan Rp80 juta.

Kemudian, kapal kedua yang ikut masuk bursa lelang, adalah Kapal KM SLFA 5066 yang dilengkapi GPS Plotter/Fish Finder JMC V-6603P, kompas, dan radio texas ranger TR 696 M. Kapal tersebut ditawarkan dengan limit Rp31.840.000 dan jaminan sebesar Rp15 juta.

Terakhir, atau kapal ketiga yang masuk bursa lelang, adalah kapal KM KNF 7858 yang dilengkapi dengan alat navigasi GPS Onwa KP-1038 MK2, kompas, dan radio amateru transreceiver. Kapal tersebut ditawarkan dengan harga limit Rp186 juta dan jaminan sebesar Rp90 juta.

 

Kapal asing yang sudah ditangkap di perairan Indonesia sepanjang 2017 jumlahnya 95 kapal. Foto: Ditjen PSDKP

 

Kapal Malaysia dan Vietnam

Enam hari sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menangkap 4 KIA yang diketahui berbendera Malaysia (2) dan Vietnam (2). Penangkapan dilakukan pada 18 Juli oleh Kapal Pengawas (KP) Hiu 12.

Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Eko Djalmo Asmadi mengatakan, empat kapal asing yang ditangkap, dua diantaranya adalah kapal berbendera Malaysia yang ditangkap di perairan Selat Malaka.

Kedua kapal tersebut, adalah KM SLFA 4641 dengan jumlah awak kapal 3 (tiga) orang warga negara Indonesia, dan KM SLFA 4948 dengan awak kapal 4 (empat) orang WNI. Menurut Eko, kedua kapal tersebut ditangkap karena menjaring ikan di perairan Indonesia tanpa izin.

“Selain itu, dua kapal tersebut juga menangkap ikan dengan menggunakan alat tangkap terlarang trawl,” jelas dia.

Setelah ditangkap, Eko mengatakan, kapal selanjutnya dibawa ke Pelabuhan Lampulo di Banda Aceh, Aceh untuk menjalani proses hukum.

Eko menambahkan, selain kapal Malaysia, pihaknya juga menangkap dua kapal berbendera Vietnam di perairan Laut Natuna Utara, Provinsi Kepulauan Riau. Penangkapan dilakukan langsung oleh KP Orca 02 pada 18 Juli lalu.

Adapun, dua kapal berbendera Vietnam tersebut, adalah KM.BD 96743 TS dengan awak kapal 15 orang warga negara Vietnam, dan KM KNF 7825 dengan awak kapal 14 orang warga negara Vietnam. Seperti kapal Malaysia, kapal-kapal tersebut juga ditangkap karena melakukan penangkapan ikan di peraian Indonesia tanpa izin.

“Kedua kapal tersebut selanjutnya dibawa ke Natuna untuk menjalani proses hukum,” tutur dia.

Lebih jauh Eko Djalmo mengungkapkan, dalam penangkapan kedua KIA Vietnam tersebut juga ditemukan adanya modus baru dalam melakukan illegal fishing. Modus tersebut adalah penggunaan bendera Malaysia oleh kapal tersebut saat ditangkap, namun dokumen-dokumen yang ditemukan saat pemeriksaan, ternyata diterbitkan oleh otoritas negara Vietnam.

Baik kapal Vietnam maupun Malaysia, oleh Indonesia dijerat dengan sangkaan tindak pidana perikanan sebagaimana diatur Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp20 miliar.

Secara keseluruhan, Eko menyebutkan, dengan tertangkapnya empat kapal tersebut, maka total kapal asing yang sudah ditangkap sepanjang 2017 jumlahnya 95 kapal. Kapal-kapal tersebut ditangkap oleh armada Kapal Pengawas Perikanan yang tersebar di berbagai wilayah perairan Indonesia.

Sejak Januari hingga 24 Juli tersebut, secara rinci ada 72 KIA dan 23 kapal perikanan Indonesia (KII) yang sudah ditangkap. Sementara untuk KIA, jumlah terbanyak yang ditangkap adalah kapal berbendera Vietnam sejumlah 63 kapal, berbendera Malaysia 5 kapal, dan Filipina 4 kapal.

 

Persoalan nelayan asing yang tertangkap di Indonesia dan pemulangan nelayan Indonesia yang berada di di luar anegeri adalah pekerjaan utama yang harus diselesaikan. Foto: Ditjen PSDKP

 

Nelayan Indonesia

Selain kapal asing, Eko Djalmo menuturkan, pihaknya juga sepanjang 2017 mengurus proses kepulangan nelayan Indonesia yang ditangkap di luar negeri karena diduga melakukan penangkapan ikan tanpa izin otoritas negara setempat. Sepanjang tahun ini, total sudah 17 nelayan yang dipulangkan oleh Pemerintah Indonesia melalui KKP.

Adapun, Eko mengatakan, negara yang menjadi tempat pemulangan nelayan Indonesia pada tahun ini, adalah Australia dengan 16 nelayan Indonesia yang dipulangkan, dan Malaysia dengan seorang nelayan yang sudah dipulangkan.

“Untuk Australia, nelayan diketahui berasal dari Provinsi Maluku dan Sulawesi Tenggara. Sedangkan satu orang dipulangkan dari Malaysia yang berasal dari Sumatera Utara,” ungkap dia.

Eko menjelaskan, dari semua nelayan Indonesia yang dipulangkan dari negara lain, rerata mereka tertangkap karena diduga secara tidak sengaja masuk ke wilayah perairan negara lain. Ketidaksengajaan itu, kata dia, disebabkan karena keterbatasan pengetahuan tentang wilayah perbatasan antara Indonesia dengan negara lainnya, dan juga keterbatasan teknologi yang digunakan.

“Ini menjadi perhatian serius KKP untuk memberikan pemahaman kepada para nelayan agar tidak melintas batas dalam melakukan penangkapan ikan. Sosialisasi bersama-sama dengan Pemda dan instansi terkait terus kami lakukan, untuk mencegah tertangkapnya nelayan Indonesia di negara lain,” papar dia.

 

Iklan lelang kapal ikan asing yang diumumkan Kejaksaan Negeri Batam di meia massa cukup mengejutkan Menteri KKP. Foto: Biro Kerja Sama dan Humas KKP

 

Bersamaan dengan itu, pada 8 November 2016, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 39/PERMEN-KP/2016 tentang Tata Cara Pemulangan Nelayan Indonesia yang Ditangkap di Luar Negeri karena Melakukan Penangkapan Ikan di Negara Lain Tanpa Izin.

“Peraturan tersebut dimaksudkan untuk memberikan perlindungan terhadap nelayan Indonesia yang ditangkap di luar negeri karena melakukan penangkapan ikan tanpa izin,” ujar dia.

Selain mengatur tata cara pemulangan, Eko menyebutkan, peraturan tersebut juga mengamanatkan kepada Direktorat Jenderal PSDKP untuk melakukan antisipasi melalui kegiatan sosialisasi. Sosialisasi diprioritaskan di provinsi atau kabupaten/kota yang jumlah nelayannya banyak ditangkap di luar negeri karena melakukan penangkapan ikan di negara lain tanpa izin.

Sosialisasi yang dilakukan, menurut Eko, meliputi batas wilayah perairan antara Indonesia dengan negara lain, peraturan perundang-undangan tentang kelautan dan perikanan yang berlaku di Indonesia dan negara-negara yang berbatasan dengan Indonesia, dan penggunaan alat navigasi dan alat komunikasi di kapal perikanan.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,