- Ampas tebu dapat dimanfaatkan sebagai serat alam penguat biokomposit yang dicampur dengan plastik bekas jenis polipropilena [PP], untuk dijadikan komponen interior mobil ramah lingkungan.
- Selain berat jenis yang lebih rendah, serat alam tebu memiliki keunggulan mudah terurai [biodegradable], berasal dari sumber terbarukan, dan memiliki jejak karbon [carbon footptint] yang kecil.
- Indonesia merupakan negara produsen tebu terbesar kelima di Asia Pasifik, setelah India, Tiongkok, Pakistan dan Thailand, dengan produksi tanaman sebanyak 28,91 juta ton pada 2020.
- Di masa depan, industri otomotif dalam negeri diharapkan dapat lebih kompetitif menghasilkan produk ramah lingkungan. Dengan mengurangi material plastik sehingga lebih ringan dan hemat energi.
Ampas tebu, ternyata memiliki manfaat yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. Juliana Anggono, Guru Besar Ilmu Teknik Mesin, Universitas Kristen Petra Surabaya, memanfaatkannya sebagai serat alam penguat biokomposit yang dicampur dengan plastik bekas jenis polipropilena [PP], untuk dijadikan komponen interior mobil ramah lingkungan.
“Plastik bekas didapatkan dari masker bekas yang pada masa pandemi dibuang begitu saja,” terangnya, awal Maret 2024.
Selain berat jenis yang lebih rendah, serat alam tebu memiliki keunggulan mudah terurai [biodegradable], berasal dari sumber terbarukan, dan memiliki jejak karbon [carbon footptint] yang kecil.
“Serat alam juga merupakan insulasi panas dan akustik yang baik.”
Hingga kini, sudah ada pemanfaatan serat alam yang dikomersialkan sebagai bahan komposit industri otomotif, khususnya pada bagian non-struktural seperti panel interior dan parcel tray.
“Termasuk serbuk kayu yang sudah dimanfaatkan.”
Baca: Miniatur Permainan Tradisional Ini Dibuat dari Ampas Tebu
Komposit merupakan campuran dua bahan atau lebih, yang dikombinasikan berdasarkan sifat saling melengkapi. Penggunaan komposit akan meningkatkan bahan yang lemah menjadi kuat, atau mendapatkan komposisi tengah dari kedua bahan yang digunakan.
“Kalau plastik PP itu lunak, ketika ditanami serat, plastik membungkus seratnya, maka plastikya akan mengeras karena ditahan serat sehingga menjadi kaku.”
Di Indonesia, pemanfaatan ampas tebu sebagai material komposit interior mobil masih belum ada. Untuk ampas tebu yang digunakannya, maksimal 30 persen sebagai campuran.
“Plastiknya dicairkan, ditata, lalu ampasnya disebar merata, kemudian di-press,” ujarnya.
Juliana telah memanfaatkan bahan alam juga sebelumnya seperti kulit nanas, kulit buah keluak, biji salak, serat karpet, hingga botol plastik.
“Serat ampas tebu dipilih karena lebih ringan dan kuat, seperti yang dibutuhkan industri otomotif.”
Sebagai informasi, mengutip Katadata, Indonesia merupakan negara produsen tebu terbesar kelima di Asia Pasifik, setelah India, Tiongkok, Pakistan dan Thailand dengan produksi tanaman sebanyak 28,91 juta ton pada 2020.
Baca: Para Mahasiswa Desain Mobil Hemat Energi
Aplikasi serat alam di negara maju
Di negara maju terdapat peraturan perundangan yang memberi tekanan pada industri otomotif untuk meningkatkan penghematan bahan bakar mobil. Hal ini untuk menghadapi tantangan masa depan, memproduksi kendaraan ramah lingkungan yang lebih efisien, sekaligus memastikan biaya tetap terjangkau.
Di Amerika Serikat, peraturan Corporate Average Fuel Economy [CAFÉ], menetapkan peningkatan standar jarak tempuh rata-rata per-galon bahan bakar untuk mobil penumpang dan truk kecil. Seperti mobil pick-up pada 2025 menjadi 55 mpg [miles/galon], atau meningkat sebesar 57 persen dari target yang ditetapkan pada 2016 yaitu 35 mpg.
Di Eropa, peraturan dalam formula The Directive on End of Life Vehicles [ELVs], yang bertujuan mengurangi sampah mobil yang habis masa pakainya. Peraturan itu menyatakan bahwa sejak 2015 kendaraan yang berakhir masa pakainya, sebanyak 95 persen berat mobil harus dapat di-reuse dan di-recovery.
Di Jepang, terdapat standar penghematan bahan bakar, sebagai bagian UU Konservasi Energi. Untuk kendaraan penumpang dengan berat 703-827 kg pada 2015 adalah 21 km/liter, ditingkatkan menjadi 25 km/liter.
Menurut Juliana, peraturan di Indonesia masih belum mengarah seperti di Eropa, Amerika, maupu Jepang.
“Saat ini, masih seputar proteksi kebutuhan kandungan komponen dalam negeri, serta carbon tax.”
Di masa depan, Juliana berharap, industri otomotif dalam negeri dapat lebih kompetitif menghasilkan produk ramah lingkungan.
“Mengurangi material plastik sehingga lebih ringan dan hemat energi,” ujarnya.
Baca juga: Inovasi Mahasiswa: Jelly Drink dari Ekstrak Bawang Dayak, Mau Coba?
Inovasi pengelolaan sampah di Surabaya
Bank Sampah menjadi inovasi yang dilakukan Kota Surabaya, untuk mengurangi volume sampah yang dikirim ke tempat pembuangan akhir [TPA]. Di bank sampah, masyarakat dapat memilah sampah dari rumah berdasarkan nilai ekonomisnya, terutama sampah anorganik seperti kertas dan plastik.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup [DLH] Kota Surabaya, Agus Hebi Djuniantoro, menyebut ada 600 lebih bank sampah di Surabaya, yang tersebar di tingkat kelurahan, RW, hingga perkantoran.
“Masih perlu dioptimalkan produktivitasnya. Per hari, maksimal 2 ton dari 600 bank sampah itu,” terangnya, Selasa [5/3/2024].
Sejak akhir 2023, Kota Surabaya telah memiliki Bank Sampah Induk yang memfasilitasi seluruh bank sampah dan ditargetkan dapat mengumpulkan minimal 5 ton sampah per hari. Program 3R [Reduce, Reuse, Recycle] masih menjadi andalan untuk mewujudkan program Surabaya Zero Waste.
“Bank Sampah Induk bertanggung jawab menjual sampahnya ke mana dan harga yang sama, standar,” ujarnya.
Sampah organik juga diolah menjadi kompos dan digunakan untuk memupuk taman-taman di Surabaya. Pengomposan sudah dilakukan pada skala rumah tangga maupun wilayah.
Upaya mengurangi sampah organik dari sisa makanan digunakan maggot, atau organisme yang berasal dari larva Black Soldier BSF [BSF]. Selain itu, sampah di TPA Benowo sudah mulai diubah menjadi energi listrik.
“Semua upaya ini, tujuannya untuk mengurangi sampah di Kota Surabaya,” tandas Agus.