- Tim dari Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya, jadi juara umum dalam kompetisi kendaraan hemat energi. Ia juara pertama kategori urban di kelas solar, listrik dan gasoline dan juara kedua kelas etanol.
- Lomba dua kategori, yakni, prototype dan urban concept. Mobil prototype merupakan kendaraan roda tiga untuk kendaraan masa depan aerodinamis. Sedangkan, urban concept, yakni, kendaraan roda empat didesain mirip kendaran masa depan.
- Para peserta melakukan riset dan rekayasa agar menghasilkan mesin hemat bahan bakar. Khusus kendaraan listrik wajib membuat controller sendiri hingga energi yang menggerakkan kendaraan seirit mungkin. Dana yang dihabiskan membuat kendaraan juga beragam, mulai puluhan hingga ratusan juta rupiah.
- Beberapa kendaraan yang menang kompetisi hemat energi di sini akan mengikuti Shell Echo Marathon (SEM) Asia di Malaysia pada 20 Mei 2020.
Sejak pagi, puluhan mobil konsep berseliweran di sepanjang Jalan Jakarta, Kota Malang, Jawa Timur, tepat di depan Kampus Universitas Negeri Malang. Tepuk sorai penonton dan pendukung tim bergemuruh. Kendaraan berbahan bakar etanol, solar, gasoline atau bensin dan listrik melaju di jalur datar. Bukan adu kecepatan, namun kendaraan saling beradu menghasilkan kendaraan hemat energi.
Total 80 tim dari 45 perguruan tinggi di nusantara beradu dalam kontes mobil hemat energi (KMHE). Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Universitas Negeri Malang, jadi tuan rumah dengan lomba dua kategori yakni, prototype dan urban concept. Mobil prototype merupakan kendaraan roda tiga untuk kendaraan masa depan aerodinamis.
Sedangkan urban concept yakni, kendaraan roda empat didesain mirip kendaran masa depan. Sedangkan kelas yang dilombakan dengan bahan bakar etanol, gasolin, listrik, dan solar. Jarak tempuh sejauh 9.834 meter dengan 10 putaran. Kompetisi berlangsung 24 September-28 September 2019.
“Penjurian dengan menghitung bahan bakar yang dihabiskan dan berapa kilometer dilalui,” kata Yahya Zakaria, Sekretaris panitia KMHE. Periode lalu, katanya, kendaraan prototype kelas etanol menempuh 800 kilometer, gasolin 1.000 kilometer.
“Efisiensi bahan bakar ditingkatkan. Listrik harus inovasi pengembangan,” katanya. Kompetisi ini berlangsung sejak 2012.
Dengan kompetisi ini, dia berharap, jadi ajang pembelajaran bagi mahasiswa dalam mengembangkan konsep, desain dan inovasi untuk kendaraan masa depan.
Beberapa faktor yang mempengaruhi hemat energi, antara lain bentuk bodi atau badan kendaraan. Makin aerodinamis, katanya, akan mengurangi hambatan laju angin, jadilah bentuk kendaraan seperti peluru.
Para peserta melakukan riset dan rekayasa agar menghasilkan mesin hemat bahan bakar. Khusus kendaraan listrik wajib membuat controller sendiri hingga energi yang menggerakkan kendaraan seirit mungkin. Dana yang dihabiskan membuat kendaraan juga beragam, mulai puluhan hingga ratusan juta rupiah.
“Buat bodi bisa sampai ratusan juta, menggunakan serat karbon. Ringan dan kuat,” katanya.
Secara teknis, katanya, lulusan perguruan tinggi memiliki kemampuan membuat konsep dan desain kendaraan. Tinggal pengembangan dan mengikuti perkembangan teknologi.
Koordinator tim teknis KMHE Indra Kusuma mengatakan, peserta diseleksi dalam dua tahap: desain kendaraan, dan perakitan.
Setelah dirakit, semua komponen diuji melalui 10 pos. Semua komponen diperiksa, mulai faktor efisiensi, pengereman sampai keamanan. “Setelah aman dan layak jalan kendaraan bisa ikut lomba.”
Panitia memiliki instrumen regulasi teknis untuk menguji kelayakan kendaraan.
Guna menguji inovasi dan capaian selama proses kompetisi, peserta bakal berkompetisi dalam inovasi menghasilkan kendaraan paling irit bahan bakar.
Dosen pendidikan otomotif ini mengatakan, beragam inovasi dilakukan peserta, seperti kelas etanol peserta tak sembarangan menaikkan rasio kompresi. Lantaran kualitas etanol beragam, meski Indonesia memiliki beragam sumber bahan etanol tetapi proses pengolahan mahal.
Etanol juga bersifat korosif terhadap mesin. Ada yang memperkecil ruang bakar untuk menaikkan temperatur hingga hemat energi dan menghasilkan daya besar.
Untuk kelas gasoline, katanya, lebih mudah karena lebih mudah terbakar dibanding etanol. Peserta tak sembarangan memodifikasi, dengan rekayasa langkah torak. Mereka harus efesien agar tak ada kerugian energi atau hilang sia-sia. “Etanol energi terbarukan, bisa menggantikan fosil,” katanya.
ITS juara umum
Tim dari Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya jadi juara umum dalam kompetisi ini. Juara pertama kategori urban di kelas solar, listrik dan gasoline dan juara kedua kelas etanol. “Kami mengikuti empat kelas,” kata General Manager Tim ITS, Ngurah Gatot.
Gatot mengatakan, siap berbagi pengetahuan dan diskusi mengenai riset mereka. Belajar bersama, katanya, untuk mengembangkan dunia otomotif di tanah air.
Tim urban dari Universitas Negeri Malang, Imam Adi Winarno mengatakan, kalau kendaraan urban yang ikut kompetisi didesain bertahap. Desain awal 2016, namun belum memperhatikan sisi aerodinamika hingga revisi lebih aerodinamis. Desain, katanya, perlu waktu dua bulan, dikerjakan di sela-sela kesibukan kuliah.
Sedangkan manufaktur kendaraan sekitar dua tahun turun dalam kelas bahan etanol. Agar efisien, mereka mendesain kendaraan dengan tingkat gesekan roda dan rem rendah. Juga menentukan rasio transmisi di rem secara hidrolik dengan empat pison agar rem bisa mencekam keempat roda.
“Menghabiskan anggaran Rp200 juta,” katanya.
Seluruh dana riset dan manufaktur diperoleh dari kampus. Kini, tim riset agar kendaraan bisa tembus sampai 1.000 kilometer per liter seperti tim luar negeri. Sekarang, sekitar 200 kilometer per liter.
“Perlu riset mandalam,” katanya.
Tim kendaraan prototype yang diproduksi mahasiswa Universitas Negeri Medan, tergolong ringan di kantong. Yusuf Ardi, Wanri Simanullang dan Wanda mengatakan, kendaraan dibuat sejak 2016. Tim punya tugas masing-masing terdiri dari divisi desain, sasis, bodi, kelistrikan dan mesin.
Mereka berbagi tugas dan peran. Setelah rancangan kendaraan final, mereka belanja bahan baku dan rancang bangun. “Menghabiskan dana Rp20 juta,” katanya, seraya bilang anggaran dari kampus.
Selain ilmu dari perkuliahan, mereka juga belajar dari tenaga ahli di luar. Juga membaca beragam literatur dan bertukar pikiran dengan praktisi otomotif. Termasuk, berkolaborasi dengan teman sesama mahasiswa lain.
Modifikasi utama di sasis yang memiliki peran penting dalam struktur kendaraan. Sasis berpengaruh terhadap laju dan efisiensi bahan bakar. Selain itu, mesin penggerak juga pengaruh, termasuk sisi aerodinamika kendaraan. Untuk kendaraan prototype kelas listrik kini melaju dengan 100 kilometer per kwh.
Turun di Shell Echo Marathin Asia di Malaysia
Nova Arisandi, Manajer Urban Etanol Universitas Brawijaya mengatakan, persiapan mereka belum maksimal, tak disangka menang, juara pertama. “Kendaraan belum 100% siap. Engine sekarang masih 70%. Belum fit,” katanya.
Kini, mereka mengembangkan riset pengereman dan bearing, termasuk rekayasa mesin menyesuaikan kompresi dengan kualitas etanol yang ada. Kendaraan didesain menempuh 272 kilometer per liter. Ini mengoreksi rekor 2018 di Padang, kendaraan dari ITS sejauh 233 kilometer per liter. Kendaraan bersilinder tunggal dengan volume 108 cc ini pakai bodi berbahan karbon fiber.
Kendaraan, sudah produksi pada 2017. Tim tinggal meneruskan, merawat dan memperbaiki. Sasis menggunakan aluminium. Rancang bangun mereka ini, bisa dikembangkan dan diaplikasikan di industri.
Kendaraan yang sama bakal mengikuti Shell Echo Marathon (SEM) Asia di Malaysia pada 20 Mei 2020. Untuk turun di SEM, pengerjaan kendaraan akan maksimal.
Farid Abdul Rochim Putra, Manajer Prototype Kelas Diesel Universitas Brawijaya senang berhasil manyabet juara pertama. Kendaraan prototype ini melaju sejauh 381 kilometer per liter. Sedangkan pada KMHE 2018, tim UGM berhasil membukukan 500 kilometer per liter.
Manajer Urban kelas listrik Universitas Brawijaya Rizki Agung Indiansyah mengatakan, performa kendaraan lebih baik dibanding tahun lalu. Kendaraan yang dirancang sejak 2017 ini juara pertama. Transmisi terus diperbaiki dan beban kendaraan dikurangi. “Dulu 100 kilometer per jam, sekarang 140 kilometer per jam,” katanya.
Berat kendaraan juga makin ringan dengan bahan karbon Kevlar. Bodi dengan pola kerjasama dengan PT Dirgantara Indonesia pada 2017. Bahan ini, katanya, biasa digunakan di kabin pesawat, lebih ringan dan kuat. Bobot total kendaraan 84 kilogram dengan dana Rp60 juta. Kendaraan ini juga bakal turun di SEM 2020 di Malaysia.
Tim dari ITS, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung dan Lahong Vietnam jadi pesaing utama dalam Kompetisi SEM Maret 2020 di Malaysia.