- Setidaknya sudah 23 nelayan Provinsi Kepulauan Riau yang ditangkap mencuri ikan di perairan Malaysia selama kurun waktu enam bulan terakhir.
- Mereka dituduh mencuri ikan, akhirnya sebagian besar dari mereka harus mendekam di penjara, atau membayar denda miliaran rupiah.
- Konjen RI minta pemerintah daerah sosialisasi kepada nelayan terkait batas negara. Sedangkan nelayan minta pemerintah Indonesia mengatasi kapal asing di Laut Natuna Utara.
- Selang dua minggu giliran Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menangkap kapal ikan ilegal Malaysia yang mencuri di Indonesia.
Video kondisi nelayan Natuna yang ditangkap di Malaysia mengundang banyak reaksi masyarakat di media sosial. Terlihat dalam potongan video itu tak hanya digiring seperti tahanan biasa, tetapi tampak jelas nelayan tersebut diborgol dan dirantai pada bagian tangan mereka. “Sedih hati lihat orang kita dirantai macam itu,” kata Bakir berkomentar dalam video yang diunggah di grup facebook Berita Natuna.
Data Konsulat Jenderal RI (KJRI) Kuching Malaysia menyatakan setidaknya sudah 23 orang nelayan Indonesia yang ditangkap di perairan Malaysia selama kurun waktu enam bulan terakhir. Mereka dituduh mencuri ikan, akhirnya sebagian besar dari mereka harus mendekam di penjara, atau membayar denda miliaran rupiah.
Penangkapan pertama terjadi pada bulan November 2023 sebanyak sembilan orang nelayan ditangkap penjaga pantai Malaysia atau Agensi Penguatkuasa Maritim Malaysia (APMM). Delapan orang diantaranya sudah bebas. Satu orang lagi direncanakan bebas bulan ini.
Sedangkan selama tahun 2024, sudah 14 nelayan Indonesia yang ditangkap di perairan Serawak Malaysia. Dua orang ditangkap tanggal 9 Februari 2024 dan sudah dijatuhi hukuman 4-5 bulan penjara. Selain kurangan penjara, tekong kapal didenda RM1 juta atau Rp3 miliar dan anak buah kapal (ABK) di denda RM300.000 atau hampir Rp1 miliar. Karena tidak mampu membayar denda hukuman penjara mereka masing-masing ditambah 2 bulan.
Baca : Pemerintah Indonesia Diminta Bebaskan Nelayan Natuna yang Ditangkap Malaysia

Kemudian empat orang ditangkap 9 Maret 2024, saat ini masih dalam proses sidang. Terakhir kasus yang baru terjadi beberapa minggu belakangan, sebanyak delapan orang nelayan Indonesia ditangkap dan dituduh mencuri ikan di perairan Serawak, Malaysia. Sekarang ini mereka sedang menjalankan 14 hari penahanan, setelah itu tergantung penuntut pengadilan Malaysia apakah perkara akan lanjut atau bebas.
KJRI Kuching Serawak Malaysia R Sigit Witjaksono mengatakan, denda untuk nelayan Indonesia yang melanggar batas perairan di Malaysia tidak main-main, bahkan sampai jutaan ringgit atau miliaran. “Untuk anak buah kapal ratusan ribu ringgit, contohnya kejadian (penangkapan) November setelah kita nego dari RM600.000 menjadi turun setengahnya. Itupun tidak ada lembaga yang bisa membantu,” katanya dalam konferensi pers daring, Rabu (24/4/2024).
Sigit mengatakan, permasalahan ini harus diselesaikan dari hulu dan hilir. Tidak bisa hanya mengandalkan KJRI untuk menyelamatkan nelayan yang ditangkap Malaysia. Tetapi pemerintah daerah harus aktif mensosialisasikan agar nelayan tidak mencuri ikan di perairan Malaysia.
Kepala Badan Pengelola Perbatasan Daerah Provinsi Kepulauan Riau Doli Boniara mengatakan, untuk mencegah kejadian serupa terulang, Pemprov Kepri akan segera mensosialisasikan kepada nelayan di Kepri, khususnya yang di perbatasan tentang batas negara dan sejauh mana mereka boleh melaut.
“Kami mohon kerjasamanya diberikan pemahaman kepada nelayan, supaya melakukan aktivitas jangan sampai melanggar wilayah. Walaupun nelayan menggunakan kompas sederhana, paling tidak mereka harus mengerti batas-batas negara itu,” katanya.
Saat ini, Doli mengatakan fokus Pemprov Kepri adalah membantu keluarga nelayan yang ditangkap untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. “Karena para nelayan itu adalah tulang punggung keluarga jadi sekarang kita fokus hubungi dan bantu keluarganya dulu,” katanya.
Baca juga : Divonis 6 Bulan Penjara di Malaysia, KJRI Minta Pemda Perhatikan Nelayan Natuna

Namun, menurut Ketua Aliansi Nelayan Natuna (ANNA) Hendri selain pemerintah harus mensosialisasikan batas negara Malaysia dan Indonesia, permasalahan sebenarnya adalah maraknya kapal asing Vietnam di Laut Natuna. Kondisi itu membuat nelayan Natuna tidak bisa mencari ikan di laut mereka sendiri.
“Makanya nelayan kita itu melaut ke perbatasan Malaysia, karena ikan mereka sudah habis disini. Habis maksud saya itu ikan-ikan target di Natuna sudah habis oleh KIA Vietnam, kami mohon ini menjadi perhatian pihak-pihak terkait,” katanya.
Kepastian Lokasi Ditangkap
Pihak Malaysia melalui KJRI menyampaikan bahwa nelayan Natuna yang ditangkap sudah masuk ke perairan Serawak Malaysia sejauh 20 kilometer. Namun, nelayan membantah kalau area nelayan ditangkap masih di perairan internasional.
“Jika ada yang menyampaikan kalau lokasi penangkapan berada di grey area, APPM sudah menyampaikan, tidak ada di Serawak ini grey area, yang ada di Selat Malaka,” kata Sigit.
Sigit menjelaskan, APPM juga melakukan penangkapan berdasarkan temuan yang ada, pertama nelayan ditangkap dalam keadaan berhenti dengan cukup lama. Kedua, ditemukan barang bukti berupa ikan hasil tangkapan di atas kapal. Ketiga, jarak masuknya kapan nelayan ke Malaysia sudah amat jauh. “Kalau masih di 5 batu kurang, atau 7,5 kilometer itu pasti dihalau, tetapi kalau lewat 10 batu, ditangkap,” katanya.
Selain itu, keterangan Malaysia mereka juga khawatir dengan aktivitas nelayan di sekitar perairan Serawak tersebut. Pasalnya, terdapat kilangan minyak yang tidak berfungsi. Mereka takut terjadi penjarahan di kilangan tersebut.
Menurut Hendri nelayan Natuna yang ditangkap tersebut masih berada di perairan Indonesia yaitu di koordinat 04 bujur timur 110 lintang utara. “Kalau menurut nelayan kawasan itu masih Indonesia,” katanya.
Baca juga : Harga Ikan Murah, Nelayan Natuna Banting Setir Ganti Profesi. Bagaimana Solusinya?

KIA Malaysia Ditangkap
Selang dua minggu setelah kejadian penangkapan nelayan Natuna di Perairan Serawak, Malaysia, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menangkap satu kapal ikan asing (KIA) ilegal berbendera Malaysia. Kapal berukuran 97 gross tonnage ini kedapatan melakukan aktivitas penangkapan ikan ilegal di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 517 Selat Malaka.
Plt. Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP, Pung Nugroho Saksono dalam pernyataanya di Jakarta, Kamis (25/4/2024) menjelaskan kapal PKFB 1269 ditangkap saat sedang melakukan pencurian ikan di wilayah perairan Indonesia dan tidak dilengkapi dokumen perizinan berusaha penangkapan ikan yang sah, serta menggunakan alat tangkap terlarang berupa jaring atau trawl.
Kapal itu membawa anak buah kapal (ABK) sebanyak lima orang termasuk nakhoda yang merupakan WNA berkebangsaan Myanmar dihentikan oleh Kapal Pengawas Hiu 03 saat melakukan aksinya pada Kamis (25/4/2024) pukul 15:20 WIB.
Tidak hanya sampai di situ, Kapal KFB 1269 itu terindikasi menggunakan dokumen kapal lain yang ditangkap PSDKP pada Juni 2022 dimana kapal tersebut sudah dimusnahkan berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Langsa No.116/Pid.Sus/2022/PN Lgs tanggal 07 September 2022.
PSDKP juga terus berkoordinasi dengan pihak Jabatan Perikanan Malaysia, yang tengah menelusuri kemungkinan adanya penyalahgunaan dokumen perizinan atau indikasi lain yang bertentangan dengan regulasi perizinan di negeri jiran tersebut. “Memang betul diindikasikan kapal ini menggunakan izin atau Lesen Vessel yang sama dengan Kapal Malaysia yang ditangkap pada tahun 2022 lalu,” ujarnya.
PPNS Pangkalan PSDKP Batam bakal menjerat KIA Malaysia itu dengan dugaan melanggar Pasal 92 Jo Pasal 26 ayat (1) Pasal 98 jo Pasal 42 ayat (3) Sektor Kelautan Dan Perikanan UU No 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Perpu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, dan Pasal 85 Jo Pasal 9 UU No. 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas UU RI No. 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan dengan ancaman hukuman penjara paling lama 5 tahun dan denda maksimal Rp2 miliar. (***)
Nasib Nelayan Natuna: Terusir Dari Laut Sendiri, Ditangkap di Laut Malaysia