- United Nation Convention on Migratory Species (UN CMS) mempublikasikan Laporan Keadaan Spesies Migrasi Dunia yang pertama yang mengungkapkan separuh dari hampir 1.200 spesies yang dipantau, terancam punah.
- Laporan itu juga menyebutkan pola migrasi yang dijalan sebagai siklus dalam hidup satwa mengalami penurunan signifikan terutama dalam tiap populasi.”
- Laporan tersebut juga menemukan bahwa negara-negara tidak melakukan cukup banyak hal untuk menyelamatkan spesies yang terancam karena adanya kesenjangan dalam perlindungan hukum, padahal hewan-hewan yang bermigrasi memiliki status konservasi alias dilindungi.
- Selain ikan, ratusan mamalia dan burung lainnya juga terancam punah. Meskipun 14 spesies kini berada dalam posisi yang lebih baik dibandingkan tahun 1970-an, seperti paus bungkuk, namun keberhasilan ini tidak sebanding dengan 70 hewan yang kini lebih terancam punah dari sebelumnya.
Migrasi nyaris dilakukan oleh hampir separuh spesies di dunia. Laporan terbaru menyebutkan pola migrasi yang dijalan sebagai siklus dalam hidup satwa mengalami penurunan signifikan terutama dalam tiap populasi.
Laporan Keadaan Spesies Migrasi Dunia yang pertama ini diluncurkan pada Senin (12/02/2024) oleh United Nation Convention on Migratory Species (UN CMS), sebuah perjanjian keanekaragaman hayati Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Laporan itu mengungkapkan separuh dari hampir 1.200 spesies yang dipantau, terancam punah.
Laporan tersebut juga menemukan bahwa negara-negara tidak melakukan cukup banyak hal untuk menyelamatkan spesies yang terancam. Alasannya karena adanya kesenjangan dalam perlindungan hukum, padahal hewan-hewan yang bermigrasi memiliki status konservasi alias dilindungi.
Rupert Collins, Kurator Senior Ikan di Natural History Museum, London, Inggris, mengatakan, ikan-ikan yang bermigrasi terpengaruh oleh hampir semua dampak negatif yang ditimbulkan oleh manusia terhadap planet ini. Bukan hanya tentang penangkapan ikan secara berlebihan, namun rusaknya habitat seperti hutan bakau, proyek infrastruktur, hingga polusi plastik dan limbah yang mencemari sungai dan laut.
“Sayangnya, saat ini mereka tidak memiliki banyak kesempatan untuk hidup di lingkungan manusia, dan itulah kenyataan yang menyedihkan dari laporan tersebut,” kata Rupert.
Selain ikan, ratusan mamalia dan burung lainnya juga terancam punah. Meskipun 14 spesies kini berada dalam posisi yang lebih baik dibandingkan tahun 1970-an, seperti paus bungkuk, namun keberhasilan ini tidak sebanding dengan 70 hewan yang kini lebih terancam punah dari sebelumnya.
Yang mengkhawatirkan adalah hampir semua spesies ikan yang terdaftar di CMS, termasuk hiu migran, pari, dan ikan sturgeon, menghadapi risiko kepunahan yang tinggi. Populasi satwa-satwa itu menurun 90% sejak 1970-an.
Baca : 10 Satwa Paling Terancam Punah di Dunia Saat Ini
Berharap pada kebijakan
Masalah yang dihadapi ikan sturgeon, pari dan hiu, misalnya, mewakili keruwetan masalah untuk spesies yang bermigrasi. Hilangnya habitat dan eksploitasi berlebihan mempengaruhi lebih dari 70% hewan-hewan air. Tak cuma itu, masalah ini juga telah menyebabkan penurunan populasi migrasi sebesar 15% antara tahun 1970 sampai tahun 2017.
Laporan tersebut mengandalkan data yang ada, termasuk informasi dalam Daftar Merah Badan Konservasi Alam Dunia (Red List IUCN), yang melacak apakah suatu spesies terancam punah. Para peneliti di pertemuan PBB berencana mengevaluasi usulan langkah-langkah konservasi dan juga apakah akan secara resmi mendaftarkan beberapa spesies baru yang menjadi perhatian.
“Ketika Anda menelusurinya, hanya sedikit spesies termasuk ikan yang benar-benar dilindungi,” kata Richard Caddell, seorang ahli hukum dan kebijakan kelautan dan lingkungan di Universitas Cardiff di Wales seperti dikutip dari Science News.
Melindungi spesies yang bermigrasi di daratan di berbagai negara sudah cukup sulit. Namun, jika menyangkut hewan di dalam air, ini adalah hal yang berbeda. Sebagian besar lautan adalah misteri dan membuat upaya konservasi menjadi lebih sulit.
“Dan orang-orang menganggap ikan sebagai sesuatu yang berakhir di piring mereka,” katanya.
Baca juga : Peneliti : Satwa Laut Terancam Kepunahan Massal Akibat Krisis Iklim
Laporan ini menyerukan agar jaringan kawasan lindung yang ada saat ini diperluas dan dilindungi secara lebih efektif, dengan mencatat lokasi yang penting bagi spesies untuk bermigrasi.
Lantaran satwa-satwa itu menghadapi tantangan dan ancaman yang sangat besar di sepanjang perjalanan, serta di tempat tujuan mereka berkembang biak atau mencari makan. Ketika spesies melintasi batas negara, kelangsungan hidup mereka bergantung pada upaya semua negara tempat mereka ditemukan.
Untuk itu, lebih dari 100 negara telah menandatangani dan meratifikasi CMS sejak tahun 1979. Amerika Serikat bukan salah satu dari negara-negara tersebut, tetapi telah menyetujui perjanjian yang berfokus pada mamalia laut.
“Laporan ini menunjukkan kepada kita untuk pertama kalinya, dengan cara yang sangat serius, bahwa di seluruh dunia, lebih dari separuh spesies yang bermigrasi mengalami penurunan. Dan itu sebagian besar disebabkan oleh aktivitas manusia,” kata Mark Hebblewhite, profesor ekologi satwa liar di University of Montana, Amerika Serikat, kepada ABC News.
Baca juga : Satwa Berlabel “Jawa” di Tubir Kepunahan
Hal ini juga menyerukan perlindungan yang lebih baik terhadap pembunuhan ilegal terhadap hewan-hewan yang bermigrasi. Sebagai contoh, di sekitar Mediterania, diperkirakan sekitar 25 juta burung mati setiap tahun akibat perburuan ilegal meskipun sudah ada perjanjian internasional.
“Migrasi memungkinkan hewan mencapai jumlah yang lebih besar. Jadi, jika kita kehilangan migrasi, kita kehilangan banyak jumlah hewan,” tambah Mark.
Terakhir, laporan tersebut mencantumkan 399 spesies yang mungkin akan mendapat manfaat jika didaftarkan dalam CMS. Satwa itu yang jarang mendapat perhatian termasuk penguin kaisar, walrus, dan dua spesies kepiting tapal kuda.
Konferensi tingkat dunia ini mengingatkan bahwa untuk mengatasi penurunan spesies yang bermigrasi memerlukan tindakan lintas pemerintah, sektor swasta, dan aktor lainnya. Barangkali Indonesia perlu berbenah juga sebagai negara yang menjadi jalur migrasi satwa-satwa yang hari ini bernasib muram akibat dampak perubahan lingkungan. (***)
Asia Tenggara, Wilayah dengan Laju Kepunahan Satwa Tertinggi di Dunia