- Pemerintah membuat peta jalan yang menetapkan target kawasan konservasi perairan harus mencapai minimal 30% pada 2045. Target itu ditetapkan sesuai luas total wilayah perairan nasional, yang berarti minimal luasnya harus 9,75 juta hektar.
- Perluasan kawasan konservasi perairan akan memicu banyak hal positif. Di antaranya, menjamin keberlanjutan stok ikan, melindungi cadangan karbon biru, dan melindungi ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil
- Jika target perluasan kawasan konservasi laut yang dikenal dengan sebutan 30×45 itu berhasil , itu berpotensi bisa memberikan perlindungan ekosistem laut minimal seluas 58.000 ha ekosistem padang lamun, 211.000 ha mangrove, dan 1.200.000 ha terumbu karang
- Luasan 97,5 juta ha juga akan menciptakan tempat pemijahan (spawning area) hingga mencapai 30% dari total luas wilayah konservasi laut. Lebih dari itu, kawasan konservasi laut seluas itu bisa menyimpan karbon hingga 188 juta tCO2eq.
Indonesia terus berjuang mewujudkan target perluasan kawasan konservasi laut hingga seluas 97,5 juta hektar pada 2045. Target tersebut jika berhasil terwujud, akan mencakup 30% dari total wilayah laut di Indonesia.
Upaya mewujudkan luasan total wilayah konservasi laut pada tahun ke-100 Indonesia mendeklarasikan kemerdekaan itu, kemudian dibagikan kepada masyarakat dunia saat berlangsung Our Ocean Conference (OOC) ke-9 di Athena, Yunani, belum lama ini.
Menurut Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan Firdaus Agung, Indonesia berupaya memperluas kawasan konservasi laut, karena itu menjadi proses penting untuk memastikan keberlanjutan ekosistem.
“Sekaligus menjaga kelangsungan hidup masyarakat pesisir,” katanya, pekan lalu di Jakarta.
Dia mengatakan, jika target perluasan kawasan konservasi laut yang dikenal dengan sebutan 30×45 itu berhasil , itu berpotensi bisa memberikan perlindungan ekosistem laut minimal seluas 58.000 ha ekosistem padang lamun, 211.000 ha mangrove, dan 1.200.000 ha terumbu karang.
Selain itu, luasan 97,5 juta ha juga akan menciptakan tempat pemijahan (spawning area) hingga mencapai 30% dari luas wilayah konservasi laut. Lebih dari itu, kawasan konservasi laut seluas itu bisa menyimpan karbon hingga 188 juta tCO2eq.
“Juga, melindungi aset sumber daya laut hingga US$22 miliar per tahun,” ungkapnya.
Baca : 22 Tahun Lagi, 30 Persen Laut adalah Kawasan Konservasi
Pada OOC 2024, Firdaus yang mewakili Indonesia juga berkampanye tentang target 30×45 melalui perluasan kawasan konservasi eksisting, membentuk kawasan konservasi baru, serta kampanye tentang peluang untuk membentuk Large-Scale Marine Protected Areas (LSMPAs) atau kawasan konservasi laut skala besar.
Dia menilai, perluasan kawasan konservasi laut menjadi penting, karena ekosistem laut bisa memperkuat mata pencaharian lokal dan perekonomian nasional, khususnya sektor perikanan dan pariwisata. Tetapi, dia menyebut ada sejumlah tantangan yang harus dihadapi.
Di antaranya, kenaikan permukaan laut akibat perubahan iklim, penangkapan ikan berlebihan, pembangunan pesisir dan pencemaran laut yang mengancam keanekaragaman hayati dan ekosistem laut, serta membahayakan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pesisir.
Firdaus yang mewakili KKP dan Indonesia, pada kesempatan memaparkan bahwa salah satu faktor penting mewujudkan target 30×45 adalah dengan menyiapkan analisis komprehensif tentang biaya dan manfaat yang terkait dengan upaya konservasi laut di Indonesia.
Mengingat target perluasan kawasan konservasi laut tersebut sangat besar, dia tidak mengelak jika resiko yang harus dihadapi juga sangat besar. Namun, dia optimis jika semua pihak mendukung target itu, maka segala resiko dan tantangan akan bisa dilewati dengan lancar.
Tanpa ragu, dia mengungkapkan kalau target 30×45 menjadi ajang pertaruhan yang sangat besar bagi Indonesia. Sebabnya, karena laut menjadi kontributor besar yang signfikan, dan memengaruhi kehidupan masyarakat, perekonomian lokal, hingga regional.
Kontribusi itu mencakup perikanan, pariwisata, perlindungan terhadap bencana, dan adaptasi perubahan iklim. Karenanya, walau beresiko tinggi, namun target 30×45 menjadi sesuatu yang dibutuhkan untuk laut Indonesia.
“Karena semakin luas wilayah, semakin besar resikonya. Dengan target yang ingin kita capai di 2045 itu, artinya kita butuh tenaga yang dua kali lebih besar,” ucapnya.
Baca juga : Indonesia Hadapi Tantangan Besar Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut, Seperti Apa?
Sejak 2017, Indonesia sudah menyampaikan 60 komitmen dengan status 51 komitmen telah selesai 100% dan sembilan sisanya sedang dalam tahap penyelesaian. Pada OOC 2024, Indonesia mendeklarasikan tujuh komitmen baru, di mana enam komitmen diusulkan oleh KKP dan satu komitmen oleh Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas).
OOC merupakan forum global untuk menyelaraskan agenda kerja sama kelautan melalui peluang dan mobilisasi sumber daya manusia, pendanaan, kompetensi dan lainnya, pencapaian kesehatan laut yang positif dan komitmen terhadap isu-isu penting kelautan. Pada 2018 Indonesia menjadi tuan rumah OOC di Bali.
Pada OOC ke-9 di Yunani, pembahasan/diskusi fokus pada 6 area bidang aksi utama, yaitu: climate change, biodiversity loss/marine protected areas, sustainable fisheries, sustainable blue economy, marine security dan marine pollution.
Selain perwakilan dari negara peserta, OOC di Yunani juga dihadiri organisasi non pemerintah (NGO), dan lembaga donor internasional. Salah satu yang ikut hadir mewakili Indonesia, adalah Konservasi Indonesia.
Instrumen Biaya-Manfaat
Senior Vice President sekaligus Executive Chair Konservasi Indonesia Meizani Irmadhiany menjelaskan, Indonesia sudah membuat analisis biaya manfaat yang disusun bersama dengan melibatkan sejumlah pihak terkait. Keterlibatan banyak pihak, karena instrumen tersebut sangat penting untuk disiapkan.
Dia menjelaskan alasan kenapa analisis biaya manfaat menjadi sangat penting, karena sebelumnya kerap terjadi pemisahan antara kawasan konservasi dengan kawasan produksi. Meskipun, saat ini cara pandang tersebut sudah berubah.
Menurut dia, yang harus diperhatikan dari manajemen kelautan pada masa sekarang adalah bagaimana keterkaitan erat antara konservasi dengan produksi. Salah satu buktinya, adalah dampak perubahan iklim di seluruh negara dunia sudah memengaruhi banyak faktor.
“Salah satu peneliti kami menyebut bahwa krisis iklim di dunia saat ini sudah seperti demam yang menjangkiti semua tempat dan membuat dunia sakit. Sedangkan, salah satu obatnya yang bisa dilakukan adalah dengan membuat kawasan perlindungan menjadi lebih efektif,” paparnya.
Baca juga : Kawasan Konservasi Laut Pulau Bangka, Harapan Ditengah Dominasi Tambang Timah
Manajemen yang tepat saat mengelola laut, juga diyakini tak hanya akan melestarikan ekosistem dengam segala potensinya. Lebih dari itu, ada manfaat yang bisa didapatkan oleh makhluk hidup di dunia, termasuk Indonesia sebagai penguasa utama.
Tegasnya, laut tak hanya menjadi penyedia protein saja, namun juga menjadi ruang hidup yang penting untuk dijaga keberlanjutannya. Selain itu, kondisi laut juga bisa menjadi tolok ukur dalam menyiapkan mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.
Penyusunan analisis biaya-manfaat untuk wilayah perlindungan laut memiliki tujuan utama untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan laut secara keseluruhan. Melalui pemahaman terhadap biaya manajemen setiap tahun sampai 2045, itu bisa mengarahkan pembuatan keputusan dengan arah pada peningkatkan hasil konservasi.
Namun, agar itu bisa maksimal, maka diperlukan optimalisasi alokasi sumber daya dan memastikan bahwa setiap upaya yang dilaksanakan bisa terarah dengan strategis di tempat yang dapat memiliki dampak signifikan.
Meizani mengatakan, saat ini Indonesia memiliki 11 area perikanan yang dikelola bukan sebagai kawasan konservasi laut saja, namun juga sebagai kawasan produksi. Untuk itu, diperlukan penerapan manajemen yang lebih efektif.
“Jadi, kita tidak hanya memikirkan pembentukan sistem, tapi juga berapa biayanya,” tuturnya.
Biaya yang dimaksud, mencakup untuk pembentukan, manajemen, dan kemungkinan adanya keuntungan yang bisa diperoleh dari kawasan konservasi laut yang dikelola. Itu kenapa, analisis biaya-manfaat akan sangat berguna untuk pembuat kebijakan, karena berkaitan dengan rencana pembangunan jangka panjang.
“Itu juga bisa menjadi langkah untuk membantu sektor swasta yang berada di wilayah pesisir,” tambahnya.
Baca juga : Lindungi Spesies Laut Penting, DKP Maluku Tetapkan Lima Kawasan Konservasi Perairan
Komitmen Indonesia
Kepala Delegasi Indonesia pada OOC 2024 yang juga Duta Besar Indonesia untuk Yunani Bebeb AK Nugraha pada kesempatan yang sama juga berkampanye tentang komitmen Indonesia untuk melaksanakan perlindungan laut dan ekosistemnya dengan lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya.
Ada tujuh komitmen Indonesia yang disuarakan oleh dia pada OOC 2024. Pertama, Indonesia akan membentuk 200.000 ha kawasan konservasi baru pada 2024. Kedua, Indonesia berkomitmen meningkatkan nilai evaluasi efektivitas pengelolaan kawasan konservasi hingga 10 persen pada 17,8 juta ha kawasan konservasi yang sudah ditetapkan.
Ketiga, Indonesia akan melengkapi penyusunan lima rencana tata ruang pada 2024 sebagai referensi penting dan pendekatan dalam pembangunan area laut dan pesisir. Keempat, pada 2024 Indonesia akan membentuk 30 kampung/desa wisata bahari di Indonesia.
Kelima, pada 2024 Indonesia akan melakukan penilaian cepat pada karbon biru padang lamun di 20 kawasan konservasi dalam inisiasi pembentukan jaringan dan basis data karbon biru, serta merumuskan kebijakan dan pedoman tata kelola karbon biru.
Keenam, Indonesia akan melanjutkan program “Bulan Cinta Laut” dengan target kenaikan lebih dari 10% dari sampah yang dikumpulkan pada 2023. Ketujuh, Indonesia akan menyusun proposal Sustainable Financing Instrument untuk pengelolaan kawasan perlindugan laut (MPA) di Indonesia.
Bebeb menyebut kalau rencana MPA 30×45 yang dibuat Pemerintah Indonesia sebagai skema yang layak dicontoh oleh negara-negara maritim di seluruh dunia. Upaya yang dilakukan Indonesia dalam mewujudkan target tersebut, bisa berdampak besar pada banyak hal, terutama mitigasi krisis iklim.
Katanya, menjadikan wilayah perairan sebagai kawasan konservasi sekaligus produksi adalah hal yang tidak mudah untuk diwujudkan. Namun, dengan skema yang dibuat Pemerintah, hal tersebut menjadi hal yang mungkin dilaksanakan.
“Hasilnya nanti tidak hanya dirasakan oleh Pemerintah Pusat, namun akan terasa hingga masyarakat yang tinggal di pesisir, yang saat ini sebenarnya mulai merasakan dampak dari krisis iklim,” pungkasnya.
Baca juga : Kolaborasi Konservasi di Sektor Kelautan Menjadi Keharusan di Kawasan Wallacea
Di antara 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) yang menjadi wilayah pengelolaan perikanan yang dikelola untuk konservasi dan produksi sekaligus, terdapat satu WPPNRI yang menjadi kawasan konservasi laut skala besar.
Lokasi yang dimaksud, adalah WPPNRI 572 yang mencakup wilayah perairan laut Samudera Hindia sebelah Barat Sumatera dan Selat Sunda. WPPNRI tersebut diapit oleh 571 (perairan Selat Malaka dan Laut Andaman), 573 (perairan Samudera Hindia sebelah selatan Jawa hingga sebelah selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu, dan Laut Timor bagian Barat), dan Laut Lepas (Samudera Hindia), dan 713 (perairan Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, dan Laut Bali).
Ekonomi Biru
Pada berbagai kesempatan, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyampaikan bahwa perluasan kawasan konservasi perairan akan memicu banyak hal positif. Di antaranya, menjamin keberlanjutan stok ikan, melindungi cadangan karbon biru, dan melindungi ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil.
“Semua itu akan memicu kesejahteraan sosial di masyarakat sekitarnya,” ucapnya belum lama ini di Jakarta.
Menurutnya, perluasan kawasan konservasi menjadi penting karena itu bagian dari upaya untuk mendorong dan memprioritaskan keberlanjutan ekologi laut. Dengan demikian, tidak hanya generasi saat ini yang dapat merasakan manfaat sumber daya kelautan dan perikanan, tetapi juga generasi yang akan datang.
Perluasan juga menjadi bagian dari program ekonomi biru yang kini sedang dijalankan oleh Pemerintah Indonesia. Lewat beragam cara, upaya perluasan sedang dilakukan dengan melibatkan banyak kalangan dan para pihak yang berkepentingan.
Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP Victor Gustaaf Manoppo mengatakan, perluasan kawasan konservasi hingga menjadi 30% bagian dari peta jalan ekonomi biru yang sedang dijalankan KKP.
“Itu sejalan dengan komitmen global Kunming-Montreal Global Biodiversity Framework tahun 2022 yang menargetkan 30% area laut dilindungi pada tahun 2030.” (***)
Kawasan Konservasi Perairan, Kunci Pengelolaan Ekosistem Laut dan Pesisir