- Kota bawah laut dapat dijadikan pilihan, ketika masa depan kota-kota di daratan makin sesak oleh manusia.
- Sejak 2014, Shimizu Corporation, raksasa konstruksi Jepang, telah mengerjakan proyek bernama Ocean Spiral, berupa bola bawah air raksasa dengan diameter sekitar 500 meter. Ditargetkan, pada 2030 mendatang, Ocean Spiral dapat ditempati sekitar 5.000 jiwa.
- Keberadaan kota bawah laut dapat memberikan manfaat bagi umat manusia maupun lingkungan. Kota bawah laut dapat menghasilkan pangan dari budidaya perikanan, rumput laut, dan hidroponik yang diharapkan mengurangi tekanan pertanian dan perikanan berbasis lahan di daratan.
- Tantangan serius yang dihadapi dalam membangun dan mengembangkan kota bawah laut adalah kebutuhan rekayasa canggih, terkait material, struktur, sistem komunikasi, penerangan, serta transportasi yang mampu bertahan dalam kondisi laut yang keras dan dinamis.
Kota bawah laut dapat dijadikan alternatif, ketika masa depan kota-kota di daratan makin sesak oleh manusia.
Sejak 2014, Shimizu Corporation, raksasa konstruksi Jepang, telah mengerjakan proyek bernama Ocean Spiral, berupa bola bawah air raksasa dengan diameter sekitar 500 meter, cikal bakal sebuah kota di bawah laut. Ditargetkan, pada 2030 mendatang, Ocean Spiral dapat ditempati sekitar 5.000 jiwa.
Berada di kedalaman antara 1.500-4.000 meter di bawah permukaan laut, di lepas pantai Jepang, Ocean Spiral dilengkapi kompleks perkantoran, hotel, apartemen, dan laboratorium.
Sumber energi untuk sejumlah fasilitas tersebut berasal dari amplitudo termal laut yang dihasilkan dari kedalaman berbeda. Adapun sebagian besar kebutuhan pangan nantinya bersumber dari budidaya perikanan.
Selain digunakan sebagai permukiman, perkantoran, dan pariwisata, Ocean Spiral juga difungsikan sebagai inkubator penelitian ilmiah. Tujuannya, untuk mengeksploitasi lautan yang sejauh ini belum banyak dijelajah.
Manfaat kota bawah laut
Menurut Sterling [2023], keberadaan kota bawah laut dapat memberikan beberapa manfaat bagi umat manusia maupun lingkungan.
Pertama, ketahanan pangan dari budidaya perikanan, rumput laut, dan hidroponik yang diharapkan mengurangi tekanan pertanian dan perikanan berbasis lahan di daratan.
Kedua, keamanan air. Teknik desalinasi, pengumpulan air hujan, dan pengolahan air limbah untuk menyediakan air bersih dan aman untuk keperluan rumah tangga serta industri, dapat dilakukan. Sekaligus, mengurangi ketergantungan pada sumber air tawar dan mencegah konflik sosial.
Ketiga, keamanan energi, yang dapat dihasilkan sumber gelombang, pasang surut air, angin, matahari, dan panas. Dengan begitu, dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan mengurangi emisi gas rumah kaca.
Keempat, adaptasi iklim, yaitu dapat memberikan perlindungan dari cuaca ekstrem, seperti badai, banjir, kekeringan, dan gelombang panas, yang diperkirakan akan terus meningkat frekuensi dan intensitasnya akibat perubahan iklim.
Kelima, konservasi keanekaragaman hayati, dengan menciptakan terumbu buatan dan habitat bagi kehidupan laut, sehingga dapat meningkatkan produktivitas laut dan menyediakan jasa ekosistem, seperti penyerapan karbon, siklus nutrisi, dan pengendalian polusi.
Kota bawah laut juga dapat berfungsi sebagai stasiun penelitian, yang dapat memantau maupun mengelola kesehatan sumber daya laut serta mendukung upaya-upaya konservasi dan restorasi.
Keenam, pembangunan ekonomi, dengan menciptakan lapangan kerja dan industri baru, seperti pariwisata, rekreasi, pendidikan, dan bioteknologi, yang dapat mendiversifikasi serta meningkatkan perekonomian dan pendapatan penduduk.
Ketujuh, pengayaan budaya yang mendorong kita untuk berinteraksi dengan kehidupan laut lebih intens, sehingga menumbuhkan kreativitas dan menghasilkan penemuan baru dalam sejumlah hal.
Tantangan
Analisis pakar menyebut, tantangan serius yang dihadapi dalam membangun dan mengembangkan kota bawah laut adalah kebutuhan rekayasa canggih. Ini terkait material, struktur, sistem komunikasi, penerangan, serta transportasi yang mampu bertahan dalam kondisi laut yang keras dan dinamis, seperti tekanan, salinitas, korosi, arus, gelombang, dan badai.
Tantangan berikutnya, bagaimana meminimalisir dampak negatif lingkungan terhadap habitat dan ekosistem alami lautan. Bagaimanapun, kota bawah laut akan memicu timbulnya polusi suara dan cahaya, serta meningkatkan produksi limbah dan emisi karbon.
Persoalan lainnya, biaya dan risiko finansial cukup tinggi mulai dari pembangunan, pengelolaan, pengembangan, maupun pemeliharaan kota. Belum lagi tantangan dari aspek sosial dan budaya, karena kehidupan di bawah laut bagi umat manusia bakal menjadi sesuatu yang baru dan asing.
Terlepas dari sejumlah tantangan tersebut, menurut Philip Pauley, seorang futuris dan pendiri konsultan komunikasi visual Pauley berbasis di London, Inggris, membangun dan mengembangkan kehidupan di bawah laut adalah solusi logis terhadap masalah keruntuhan lingkungan.
Ini lebih mudah dan murah dilakukan ketimbang membangun koloni di luar angkasa.
“Pada akhirnya kita akan memiliki koloni di luar angkasa. Namun, dalam jangka pendek atau menengah, sejauh yang saya bisa lihat, kita akan hidup di bawah air,” simpul Pauley, dikutip dari bbc.com.
Anda tertarik hidup di kota bawah laut?
*Djoko Subinarto, penulis lepas menetap di Bandung, Jawa Barat.
Referensi:
Donovan Alexander. 2023. 7 Things You Should Know about the Future of Underwater Cities.
James Sterling. 2023. How Underwater Cities Can Revolutionize the Future of Human Living.
Racel Nuwer. 2013. Will We Ever Live in Underwater Cities?
Shimizu. Tanpa tahun. A New Interface between Humankind and the Deep Sea.
Sumbo Bello. 2019. Building An Underwater City: The Future of Humanity.