Mongabay.co.id

Seperti Apa Ancaman Kerusakan Ekosistem Laut Besar di Indonesia?

Masyarakat pesisir di Indonesia sebagian besar masih sangat bergantung pada sumber dayaalam di laut yang menghasilkan beragam produk kelautan dan perikanan. Terbukti dari banyaknya profesi yang mengandalkan sumber daya laut sebagai objek utama untuk mendapatkan penghasilan. Kondisi itu, terjadi hampir di semua provinsi diseluruh Indonesia.

Akan tetapi, menurut Dirjen Perikanan Tangkapan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Zulficar Mochtar, setiap tahunnya laut Indonesia selalu diganggu oleh para pencuri ikan. Aksi yang dilakukan secara ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur (illegal, unreported, unregulated fisheries/IUUF) itu, membuat Indonesia harus menelan kerugian setiap tahunnya hingga mencapai USD20 miliar.

“Itu adalah aktivitas yang menjadi ancaman serius bagi sumber daya perikanan nasional, karena itu di dalamnya terdapat aktivitas penangkapan ikan lintas negara,”ungkapnya pekan lalu di Jakarta.

baca : Perlu Cara Tak Biasa untuk Berantas IUU Fishing, Bagaimana?

Aktivitas IUUF bisa mengkibatkan degradasi dan hilangnya ekosistem pesisir dan laut yangada di seluruh kawasan, yaitu hutan bakau, rumput laut, dan terumbu karang yang masuk dalam kelompok ekosistem laut besar Indonesia (Indonesian Seas Large Marine Ecosystem/ISLME).

Tanpa keterlibatan Negara dan masyarakat, Zulficar meyakini kalau degradasi makin terjadi di masa mendatang. Padahal, ekosistem pesisir dan laut adalah habitat yang penting bagi keanekaragaman hayati dan produktivitas perikanan.

Selain aktivitas IUUF, ekosistem pesisir dan laut juga terdampak fenomena alam seperti perubahan iklim. “Otomatis berdampak pada mereka yang bergantung pada sumber daya alam di laut, itu berbahaya,” tegasnya.

baca : Sudah Tepatkah Kebijakan Pemerintah di Sektor Kelautan dan Perikanan?

Sebuah kapal yang menangkap ikan dengan jaring super trawl (pukat hela). Foto : Greenpeace

Ekosistem Laut Besar

Demi menjaga keberlangsungan ekosistem di pesisir dan laut, Indonesia menerima pinangan Lembaga Pangan Dunia PBB (FAO) untuk melakukan peningkatan pengelolaan ekosistem laut besar Indonesia (ISLME) yang ada pada Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP-RI) 712, 713, 714, dan 573. Kegiatan tersebut melibatkan 7 pemerintah provinsi yaitu Banten, Jabar, Jateng, Jatim, NTB, NTT dan dan Kalimantan Timur.

Ekosistem laut besar didefinisikan sebagai daerah pesisir yang memiliki produktivitas lebih tinggi dibandingkan dengan laut terbuka. Di dunia, secara keseluruhan saat ini terdapat 66 ekosistem laut besar. Khusus di Indonesia, ekosistem laut besar menjadi yang terbesar di dunia karena di dalamnya ada 500 spesies terumbu karang, 2.500 spesies ikan laut, 47 spesies tanaman bakau, dan 13 spesies tanaman lamun.

“ISLME memiliki nilai penting di antaranya penyumbang 1 persen dari produksi global perikanan,” tegas Zulfikar.

Saat ini, ada lima area prioritas ekosistem laut besar Indonesia yang dilibatkan dalam program pengelolaan bersama FAO, yaitu pantai utara Jawa, Kaltim, FloresTimur, Lombok, dan daerah perbatasan Batugede-Atapupu. Pengelolaan kelima ISLME tersebut, menjadi bagian dari proyek regional yang melibatkan Timor Leste.

“Pengelolaan tersebut meliputi 213 juta hektar perairan teritorial yang termasuk dalam ekosistem laut besar di Indonesia. Saat ini, sekitar 185 juta orang yang tinggal di daerah itu sangat bergantung pada industri pesisir dan kelautan termasuk perikanan, akuakultur, produksi minyak dan gas, transportasi, dan pariwisata. Wilayah ekosistem laut besar Indonesia menghadapi berbagai ancaman,” paparnya.

menarik dibaca : Ini Upaya Mewujudkan Perikanan Berkelanjutan. Bagaimana Praktiknya?

Kapal-kapal nelayan berukuran 2 sampai 5 GT di Solor Timur, yang biasa dipergunakan untuk pukat dan memancing ikan cakalang dan tuna, namun juga sering digunakan untuk pemboman karang. Foto: Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

Pengelolaan di lima ISLME itu diharapkan berdampak positif pada pengelolaan sumber daya ikan, khususnya pemulihan habitat, stok ikan perairan pesisir dan laut. Dimana Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia sangat bergantung pada industri pesisir dan kelautan yang menyumbang 25% produk domestik bruto (PDB) Negara dan menyerap lebih dari 15 persen tenaga kerja.

Untuk itu, Zuficar menambahkan, kegiatan pada lima area prioritas ISLME tersebut, didalamnya akan mencakup pengembangan model implementasi pengelolaan dengan pendekatan ekosistem untuk pengelolaan perikanan dan budidaya, perencanaan tata ruang laut, dan kawasan lindung laut untuk rajungan, lobster, kepiting bakau, dan perikanan air dalam.

“Dukungan juga akan diberikan untuk memperkuat institusi yang bertanggung jawab atas pengelolaan ekosistem ini, pelabuhan perikanan, dan pengelolaan sampah laut,” tuturnya.

Perwakilan FAO untuk Indonesia dan Timor Leste, Stephen Rudgard menjelaskan ekosistem laut besar Indonesia memang berada pada jantung perairan kepulauan Indonesia dan Timor Leste. Kedua kawasan tersebut, selama ini menjadi titik persilangan antara perairan Samudera Hindia dan Samudera Pasifik dan sekaligus menjadi penghubung antara perairan di kepulauan lainnya di wilayah Asia Timur dan Tenggara.

“Wilayah ekosistem laut besar Indonesia memiliki banyak masalah dan tantangan lintas batas. Program ini juga bertujuan untuk meningkatkan kontribusi perikanan untuk meningkatkan ketahanan pangan dan mengurangi malnutrisi di kawasan ini, ” jelas Stephen.

menarik dibaca : Asa di Sunda Kecil : Antara Kebutuhan Perut, Konservasi dan Perikanan Berkelanjutan. Apa Masalahnya?

Kapal purse seine atau Lampara berukuran di atas 6 GT sedang membongkar hasil tangkapan ikan di pelabuhan TPI Alok Maumere, Sikka, NTT. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

Perikanan Berkelanjutan

Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) Arifin Rudiyanto juga berbicara tentang pengelolaan ekosistem laut dan pesisir melalui prinsip perikanan berkelanjutan.

Menurut dia, setidaknya ada tiga hal yang harus dipahami oleh semua pihak, karena itu penting dan berkaitan antara satu dengan yang lain.

Yaitu  wilayah perlindungan perairan (marine protected area/MPA)dan kegiatan produksi perikanan dalam WPP-RI, pengembangan sains dan teknologi pada sektor kelautan dan perikanan, serta skema pendanaan untuk mendukung pelaksanaan perikanan berkelanjutan.

“Prinsip tersebut sesuai dengan tujuan pembangunan berkelanjutan (TPB) poin 14, yaitu untuk melestarikan dan memanfaatkan secara berkelanjutan sumber daya laut, samudera, dan maritim untuk pembangunan yang berkelanjutan,” paparnya.

Lebih detil, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan tentang ancaman ekosistem terumbu karang yang termasuk bagian dari ekosistem ISLME. Keberlangsungan ekosistem terumbu karang, menjadi terancam karena eksploitasi ikan karang hidup (live reef food fish/LRFF) yang hingga saat ini masih menjadi salah satu komoditas yang sangat diminati di pasar internasional.

baca : Eksploitasi Ikan Karang Ancam Keberlangsungan Ekosistem Terumbu Karang?

Peningkatan keasaman laut lebih mempengaruhi terumbu karang dibanding ikan, namun harus diingat, bahwa terumbu karang adalah sumber pangan dan kehidupan ikan yang saling mempengaruhi. Foto: The Nature Conservancy Indonesia/Mongabay Indonesia

Menurut Susi, terus meningkatnya eksploitasi ikan karang hidup bisa terjadi, karena saat ini komoditas tersebut menjadi salah satu bintang utama ekspor dari berbagai negara ke negara tujuan utama seperti Hong Kong dan Tiongkok. Akibat tingginya permintaan, komoditas tersebut dinilai sebagai produk unggulan dan menguntungkan bagi pengusaha perikanan.

Dalam setahun, Susi memperkirakan, ikan karang yang diperdagangkan ke dua negara tersebut berkisar 20 ribu-30 ribu metrik ton (MT) dengan nilai lebih dari USD1miliar. Pengiriman komoditas ikan karang hidup dilakukan melalui jalur favorit, yaitu Hong Kong. Walau besar, namun dia menegaskan bahwa itu adalah angka yangtercatat dan legal. Sementara, angka yang ilegal diperkirakan jumlahnya masih lebih banyak lagi, meski masuk melalui jalur yang sama ke Hong Kong.

“Ikan karang yang diperdagangkan secara legal sekarang, jumlahnya baru sepertiga dari tangkapan tuna yang berasal dari kawasan seperti Western and Central Pacific,” ucapnya belum lama ini.

Menurut Susi, semakin tingginya permintaan ikan karang, memberi tekanan lebih tinggi kepada ekosistem terumbu karang. Jika itu terus terjadi, maka ekosistem terumbu karang terancam akan mengalami kerusakan. Untuk itu, dia menyebut harus adaupaya pencegahan dengan memberi penyadartahuan kepada siapapun tentang bahaya tersebut.

“Pencegahan untuk tidak menangkap ikan yang ilegal, menggunakan alat dan cara penangkapan yang merusak lingkungan dan berlebihan. Penggunaan bom, potasium, dan alat tangkap merusak lainnya bisa mengancam kelestarian terumbu karang,” pungkasnya.

baca juga : Ikan Karang di Laut Stoknya Mulai Menurun. Kenapa Bisa Terjadi?

Exit mobile version