Mongabay.co.id

Urundata, Data Publik yang Menjawab Masalah Bentang Alam

 

 

Urundata, sebuah proyek pengumpulan data yang melibatkan berbagai elemen masyarakat untuk menghasilkan data berkualitas tepat manfaat telah diluncurkan. Informasi yang dikumpulkan ini diharapkan dapat menjawab secara rinci masalah lahan terdegradasi, tutupan lahan, dan potensi restorasi bentang alam.

Proyek konsorsium RESTORE+ ini merupakan kerja bareng World Agroforestry Center [ICRAF], WRI Indonesia, dan WWF Indonesia yang diprakarsai International Institute for Applied Systems Analysis [IIASA].

“Berkembangnya teknologi, membuat proses pengumpulan data tidak lagi mahal dan sulit. Misalnya, melalui pendekatan urun daya atau crowdsourcing, proses yang dapat dipermudah dengan melibatkan kontribusi khalayak ramai,” kata Andree Ekadinata dari ICRAF Indonesia, usai peluncuran aplikasi urundata di Palembang, Kamis [11/4/2019]. “Urundata merupakan contoh pendekatan urun daya tersebut,” katanya.

Urundata bertujuan menghimpun berbagai pengetahuan masyarakat luas tentang sejumlah data dan informasi yang dibutuhkan untuk sebuah pembangunan.

Baca: Bentang Alam Rusak karena Cara Pandang Kita yang Keliru?

 

Hutan Sumatera yang tidak hanya penting bagi kehidupan manusia tetapi juga tempat hidupnya satwa liar. Foto: Rhett Butler/Mongabay

 

Bagaimana cara masyarakat berpartisipasi?

Kontribusi atau sumbangan data dapat diberikan dengan mengikuti berbagai kegiatan penggalangan data yang ada di aplikasi seluler urundata, yang disebut sebagai urunan data. Aplikasinya dapat diambil dari urundata.id, dan sudah tersedia gratis di Google Play Store yang dapat diunduh melalui tautan http://bit.ly/unduh-urundata.

Setelah data dan informasi dihimpun, dilanjutkan dengan pengolahan, yang kemudian data digunakan kembali oleh masyarakat luas.

“Dari April hingga Juli 2019, pengguna dapat berkontribusi dengan bermain #Pilahpilih untuk membantu menginterpretasikan citra satelit menjadi informasi tutupan lahan,” kata Andree kepada Mongabay Indonesia, Minggu [14/4/2019].

“Untuk sementara ini, hingga Juli, baru pengumpulan data tutupan lahan,” lanjutnya. “Selanjutnya akan dicoba lahan terdegradasi dan terakhir data potensi restorasi bentang lahan.”

Hasil kajian pertama ini diharapkan dapat membantu pengembangan berbagai opsi restorasi yang mempertimbangkan dampak lintas sektor seperti kesejahteraan masyarakat setempat, pembangunan ekonomi, ketahanan pangan, penyediaan energi, dan perlindungan keanekaragaman hayati.

 

Bentang alam yang sudah dibuka untuk perkebunan dan pertanian. Foto: Arga Pandiwijaya/ICRAF

 

Melibatkan 10 perguruan tinggi

Pelaksanaan atau pengenalan urundata di Sumatera Selatan bekerja sama dengan 10 perguruan tinggi. Antara lain Universitas Sriwijaya, Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang, Universitas Bina Darma, Universitas Muhammadiyah Palembang, Universitas IBA, Universitas Indo Global Mandiri, Universitas Tridinanti Palembang, Universitas Sjakhyakirti Palembang, Universitas Palembang, dan Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Sriwigama.

“Harapannya, aplikasi ini dapat menghasilkan data akurat dan baik, yang dapat digunakan dalam perumusan kebijakan tingkat daerah dan nasional,” tutur Ahmad Muslim, Wakil Rektor Bidang Perencanaan, Kerja Sama dan Sistem Informasi Universitas Sriwijaya, seperti dikutip dari siaran pers urundata, Kamis [11/4/2019].

Yenrizal Tarmizi, pakar komunikasi dari UIN Raden Fatah Palembang yang hadir dalam kegiatan tersebut, kepada Mongabay Indonesia mengatakan, “Program ini perlu didukung, sebab selain mendorong partisipasi publik, juga menjadi alat ukur para akademisi yang melakukan penelitian bentang alam dalam sekaligus mempublikasikan data yang mereka dapatkan.”

 

Seorang mahasiswa mencoba urundata saat peluncuran program tersebut di Palembang, 11 April 2018. Foto: WRI Indonesia

 

Data publik

“Karena sifatnya data publik, data yang terkumpul lewat urundata bisa digunakan pemerintah, swasta atau kelompok masyarakat untuk berbagai keperluan,” kata Andree.

Misalnya, untuk membuat peta tutupan lahan, peta lahan terdegradasi, dan lainya. “Intinya, urundata bisa dipandang sebagai bentuk partisipasi masyarakat luas dalam membangun data geospasial daerah,” ujarnya.

Bagaimana data publik tersebut diverifikasi sebelum dipublikasi? “Ada panel ahli yang menguji secara statistik jawaban atau masukan dari peserta urundata, sehingga jawaban yang masuk diseleksi dan diuji kualitasnya,” jelas Andree.

Edwin Martin dari Balai Litbang LHK Palembang, Minggu [14/4/2019] menjelaskan, “Urundata patut didukung semua pihak, apalagi jika visinya semacam kebijakan satu data.”

Namun yang perlu digarisbawahi dari program ini adalah data yang disajikan milik publik yang harus menjadi kuasa pengetahuan, bagi siapa pun yang menggunakannya. Paling tidak, kumpulan data ini diklasifikasi dalam tiga kelompok.

Pertama, data basis dan target adalah data yang diproduksi oleh lembaga-lembaga pemerintah yang dalam proses pengumpulannya dapat bekerja sama dengan lembaga non-pemerintah. Kedua, data proses, adalah data yang menggambarkan pencapaian target, dihasilkan oleh beragam lembaga terutama dunia akademik dan sains.

Ketiga, data evaluatif, berupa tinjauan terhadap “kebenaran” data basis dan capaian target, dapat diproduksi pihak manapun yang dianggap kredibel. “Patut dicatat, publik tidak hanya ingin tahu data berupa angka, namun deskripsi kualitatif sangat dinantikan,” kata Edwin.

Berapa luas data lahan tutupan atau hutan di Sumatera Selatan? Berdasarkan keterangan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia [Walhi] Sumatera Selatan 2014 lalu, dari 8,7 juta hektar sekitar 4,7 juta hektar ditetapkan pemerintah melalui SK Menhut No.76 Tahun 2001 sebagai kawasan hutan. Namun Walhi Sumsel mencatat sekitar 700-an ribu hektar hutan tutupan.

 

 

Exit mobile version