Mongabay.co.id

Sexy Killer, Ketika Industri Batubara Hancurkan Lingkungan dan Ruang Hidup Warga

Batubara dalam negeri terserap, salah satu sebagai sumber energi buat PLTU. Dalam gambar ini tampak anak-anak kecil bermain di Pantai Menganti, yang hanya berjarak tak sampai satu kilometer dari PLTU barubara. Foto: Tommy Apriando/ Mongabay Indonesia

“Kapal Anda berada di kawasan konservasi Taman Nasional Karimunjawa, yang terlarang dilewati.  Kapal-kapal tongkang batubara membuat kerusakan terumbu karang di Karimun Jawa. Kami meminta kapal Anda segera keluar dari kawasan konservasi.”

Begitu suara Didit Haryo, aktivis Greenpeace, melalui gagang telepon dari Kapal Rainbow Warrior,  yang tersambung ke alat komunikasi kapaltongkang yang membawa batubara di Perairan Taman Nasional Karimunjawa.

“Kami akan aksi damai tanpa kekerasan… Kami akan beraksi dengan mengecat lambung kapal Anda dengan cat air ramah lingkungan… Kami tidak akan melukai kru Anda,” katanya,  sebelum menutup telepon.

Baca juga: Bersama Rainbow Warrior, Mereka Usir  Tongkang Batubara dari Taman Nasional Karimunjawa

Tak lama, beberapa speedboat mendekati dan mengecat dinding luar kapal tongkang penuh batubara dengan tulisan “#Breakfreefromcoal” dan “Coralnot coal.” Rainbow Warrior, menuntun tongkang keluar dari Karimunjawa.

Begitu cuplikan film dokumenter “SexyKiller” yang rilis 5 April 2019. Sampai 13 April 2019,  sudah 476 lokasi memutar film ini di berbagai daerah di Indonesia. Secara resmi film ini sudah diunggah di kanal Youtube Watch Dog Image. Sampai 16 April ini, video ini sudah dilihat 7 jutaan kali.  Beberapa acara nonton bareng Sexy Killer, dihentikan aparat. Di Mekarsari, Indramayu,  nonton bareng (nobar) disetop aparat dengan alasan menebar kebencian.

Sexy Killers, merupakan bagian terakhir Ekspedisi Indonesia Biru, sebuah perjalanan dua jurnalis Dhandy Dwi Laksono dan Ucok Suparta,  merekam berbagai masalah sosial, ekonomi dan lingkungan di Indonesia.

Taufik Iskandar bersama rekannya di lahan pertanian cabai. Kampunya kini berdampingan dengan tambang dan PLTU Batubara. Foto Tommy Apriando/ Mongabay Indonesia

Film ini bercerita tentang bagaimana produksi listrik dari industri batubara. Dari hulu hingga ke hilir, energi penyedia listrik ‘andalan’ ini menyebabkan penghancuran hidup rakyat dan lingkungan sekitar. Berbagai kepentingan bisnis juga tumpang tindih dengan kepentingan politik oleh orang-orang yang juga punya kedudukan penting di pemerintahan.

Baca juga: CeritaMereka yang Hidup di Sekitar Tambang Batubara dan PLTU

Film dimulai dengan video ledakandari dalam bumi guna mengeluarkan batubara dari perut bumi. Hasil pengendapan tumbuhan dan binatang ratusan tahun lalu ini dikeruk dan dibawa ke berbagai daerah terutama Jawa dan Bali,  untuk bahan bakar pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).

Batubara dibawa melalui sungai besar dan laut menuju berbagai tempat. Ada untuk diekspor, ada untuk PLTU, buat pembakaran pabrik semen,  nikel, dan lain-lain. Di PLTU,  batubara dibakar untuk menjalankan turbin hingga menghasilkan listrik yang mengalir ke rumah-rumah warga.

Masalah muncul dari hulu hinggahilir. Mula-mula dari pertambangan batubara. Banyak konsesi batubara yangdimiliki perusahaan berada dekat pemukiman maupun lahan pertanian warga.Praktis ia mengambil lahan pertanian dan perkebunan, serta tempat hidup warga,  seperti terjadi di Kota Samarinda, KalimantanTimur.

Hidup bertetangga dengan tambang batubara, bikin muncul banyak masalah, dari air bersih langka bahkan tercemar,lumpur cemari sawah, wilayah pertanian kurang produktif sampai polusi udara karena debu lalu lintas pengangkutan batubara.

Di Desa Kertabuana, Nyoman Derman, seorang pekebun, sempat masuk penjara tiga bulan karena protes tambang. Nyoman ikut program transmigrasi dari pemerintah pada 1980.

Di Kalimantan Timur, dia diminta membuka lahan pertanian namun izin tambang telah merenggut lahan bertani Nyoman dan warga Kertabuana,  lain.

Aktivitas pencarian jenazah almarhum Alif di lubang bekas tambang. Foto dok Jatam Kaltim

Nyoman masuk penjara bikin warga takberani protes. Otomatis perusahaan tambang makin leluasa beroperasi.

Selain lahan pertanian hilang, lubang tambang yang menganga bahkan ada yang ditinggalkan begitu saja oleh perusahaan, menyebabkan setidaknya 32 orang, kebanyakan anak-anak meninggal dunia. Di lubang bekas tambang itu, tak ada batas. Plang dan larangan memasuki lubang bekas tambang pun tak ada. Anak-anak dengan pemukiman tak jauh dari sana, adayang jatuh maupun tenggelam di ‘danau’ bekas tambang batubara.

Di Sanga-sanga, Kalimantan Timur, pada November  2018, rumah warga dan jalan aspal ambles karena aktivitas tambang batubara kurang 500 meter dari pemukiman.

Bacajuga: Rumah Roboh dan Jalan Longsor di Sanga-sanga, Perusahaan Batubara KenaSanksi

 

Pemerintah daerah tak ambil sikap tegassoal ini. Gubernur Kalimantan Timur,  Isran Noor,  hanya berucap prihatin dengan kasus kematian anak-anak di lubang tambang, meski Dirjen Mineral dan Batubara Bambang Gatot Ariyono, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, mengatakan,  perusahaan wajib menimbun kembali lubang bekas tambang seperti sebelum penambangan. Aturan hukum di Indonesia, juga jelas mengatur soal kewajiban reklamasi pasca tambang yang banyak diabaikan pebisnis ini.

Dalam perjalanan mendistribusikan batubara ke berbagai wilayah, antara lain ke Pulau Jawa, tongkang batubara menghancurkan terumbu karang, seperti terjadi di Taman Nasional Karimunjawa.  Tongkang-tongkang ini kerap menepi atauberlindung dari ombak di Perairan Karimunjawa, hingga merusak terumbu karangsekitar.

Data komunitas Alam Karimun (Akar) diKarimunjawa menunjukkan, kerusakan baik karena tongkang bersandar maupun jangkar tersangkut terumbu karang. Belum lagi batubara jatuh ke laut saat pengangkutan.

Ambon, anggota Komunitas Akar, seperti dalam beritanya Mongabay mengatakan, sejak 2012,  tongkang-tongkang batubara masuk di Karimun Jawa dan merusak terumbu karang. Pada Lebaran 2017, bahkan jumlah masuk lebih 30 tongkang. Kapal tongkang ini kabarnya menghindari badai dan ombak besar, namun diduga kuat transaksi jual beli bahan bakar.

Para aktivis Greenpeace dan warga mengecat lambung tongkang batubara yang masuk di kawasan konservasi Karimun Jawa. Foto Tommy Apriando/Mongabay Indonesia

Saling terkait

Pada debat calon presiden kedua, 17Februari 2019, baik calon presiden nomor urut satu Joko Widodo, maupun nomor urut dua Prabowo Subianto,  tak membahas konkrit mengenai nasib korban lubang tambang.

Hasil riset tim dokumenter ini menemukan, baik tim Jokowi maupun Prabowo,  punya kepentingan sama dalam industri batubara.

Baca juga: PotretRelasi Pebisnis Tambang di Balik Kedua Calon Presiden

Ambil contoh PLTU Batang yang dibangun dengan kapasitas 2.000 megawatt. PLTU ini butuh 600.000 ton batubara atau sekitar dua sampai tiga tongkang bolak balik dalam sehari. PLTU ini milik konsorsium perusahaan Indonesia dan Jepang.

Dari Indonesia, PT Adaro Power,  anak perusahaan PT Adaro Energy juga menambang batubara di Kalimantan. Adaro didirikan Sandiaga Uno, yang kini maju jadi calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto. Sandiaga mendirikan Adaro bersama Edwin Soeryadjaya, Teddy Rachmat, Benny Subianto dan Garibaldo Tohir.

Nama terakhir dikenal dengan Boy Tohir, adalah kakak Erick Tohir, juru bicara tim kampanye nasional Jokowi-Ma’rufAmin.

Meksi beda kubu dalam politik,perusahaan milik Sandiaga Uno, PT Saratoga Investama Sedaya,  menjual aset kepada PT Toba Bara milik LuhutPandjaitan Rp130 miliar. Saham yang dijual dalam PLTU Paiton.

Toba Bara, tak hanya punya batubaradi Kalimantan juga menguasai PLTU di Jawa. Konflik kepentingan antara bisnisdan wewenang di pemerintahan menjadi sorotan.

Data Kementerian Hukum dan HAM, kalau menilik kepemilikan perusahaan, PT Rakabu Sejahtera, perusahaan mebel milik Jokowi pernah dipimpin Gibran Rakabuming,  sebagai komisaris, kemudian digantikan adiknya,  Kaesang Pangarep.

Perusahaan ini rupanya tak hanya bergerak di bidang mebel, namun juga konstruksi, pembebasan lahan, real estate, properti, multimedia, pengolahan kayu, pengangkutan dan kebutuhan rumah tangga yang terkait produk turunan sawit dan kayu.

Sebagian saham Rakabu Sejahtera, juga dimiliki PT Toba Sejahtera milik Luhut Binsar Pandjaitan, perusahaan batubara yang membeli saham milik Sandiaga Uno di PLTU Paiton.

Selain sebagai Menko Maritim, Luhut juga bagian dari tim Bravo Lima di tim kampanye Jokowi.

Relasi pebisnis tambang dengan kedua pasangan capres. Foto: presentasi Jatam

PT Adaro juga punya saham di PLTUBatang.

Pencanangan Jokowi dengan program 35.000 megawatt jadi jalan bagi 10 perusahaan tambang batubara terbesar di Indonesia, yakni Adaro Energy, Bumi Resources, Indika Energy, Indo Tambangraya Megah, Asia Coal Energy, Harum Energy, Bayan Resources, Sakari Resources, Tambang Batubara Bukit Asam dan Toba Bara Sejahtera.

Sebagian besar tercatat di Bursa Efek Indonesia dan bersaham syariah. Saham syariah adalah saham yang dianggap tak bertentangan dengan prinsip syariah, Lembaga yang menentukan saham syariah adalah dewan syariah nasional yang dibentuk Majelis Ulama Indonesia yang diketuai oleh Ma’ruf Amin, calon wakil presiden mendampingi Joko Widodo.

Kisah-kisah PLTU yang merenggut ruanghidup rakyat kental dalam film ini.

Di Cirebon,  PLTU bersinggungan dengan petani garam. DiBali, PLTU Celukan Bawang, jadi masalah bagi petani kelapa.

Dampak lain tentu warga yang tinggal dekat PLTU. Surayah, warga yang menolak menjual lahan untuk PLTU Celukan Bawang, terpaksa hidup berdampingan dengan PLTU dan menderita asma serta bronchitis. Cucunya pun menderita penyakit sama.

Di Panau, Sulawesi,  masyarakat terkena kanker paru-paru hingga meninggal. Di Panau, setidaknya ada delapan warga meninggal karena kanker dan masalah paru-paru.

Semua biaya kesehatan ditanggungmasyarakat sendiri. Biaya eksternal  yangtak masuk hitungan inilah yang bikin energi batubara seakan murah. Hitungannilai batubara tak pernah memasukkan dampak lingkungan dan kesehatanmasyarakat. Semua ditanggung masayarakat terdampak.

Usaha-usaha warga beralih ke energi bersih juga jadi sorotan film ini, seperti I Gusti Agung Putradhyana, arsitek lulusan Universitas Udayana, Denpasar, Bali. Pria yang biasa Gung Kayon ini, mengembangkan listrik dari tenaga surya tetapi tak begitu dapat perhatian pemerintah.

Hindun Mulaika, juru kampanye iklim dan energi Greenpeace Indonesia mengatakan, film ini menunjukkan bagaimana kebijakan pemerintah menerabas aturan dan merenggut ruang hidup masyarakat.

Dia contohkan, PLTU Celukan Bawang, sebelumnya tak ada di rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL) RUPTL,  namun tetap dibangun.

Dwi Sawung, juru kampanye iklim danenergi Walhi Nasional, mengatakan,  hampir semua analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) proyek PLTU lolos meski tak sesuai aturan dan standar, antara lain minim partisipasi rakyat.

Kondisi ini, katanya, jadi bukti proyek-proyek PLTU hanya melanggengkan industri batubara. Berbagai penolakan dan keluhan masyarakat masyarakat, katanya, antara lain, lewat gugatan amdal mentah di pengadilan.

Gung Kayon memproduksi alat alat elektronik sederhana dengan menggunakan sumber energi dari tenaga surya. Foto : Anton Muajir

Gung Kayon dan masyarakat Bali menggugat SK Gubernur Bali soal PLTU Celukan Bawang namun ditolak pengadilan.

Merah Johansyah, Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) nasional, mengatakan, pemilihan presiden mendatang, minim pembahasan soal perebutan ruang-ruang hidup rakyat.

“Lubang tambang bisa ditutup kembali, namun lubang di hati ibu-ibu yang kehilangan anak di lubang tambang,  siapa yang bisa menutupi?” katanya.

Keterangan foto utama: Batubara dalam negeri terserap, salah satu sebagai sumber energi buat PLTU. Dalam gambar ini tampak anak-anak kecil bermain di Pantai Menganti, yang hanya berjarak tak sampai satu kilometer dari PLTU batubara. Foto: Tommy Apriando/ Mongabay Indonesia

Exit mobile version