Mongabay.co.id

Gelombang Tinggi Terjang Selatan Flores, Ratusan Rumah Terancam Rubuh

 

Warga pesisir selatan pulau Flores, terutama di Kabupaten Sikka, NTT, sudah terbiasa dengan gelombang berketinggian 1-2 meter. Padahal jarak rumah warga dengan pasang terjauh hanya sekitar 5-10 meter.

Yumensia Alfrida tengah asyik di dapur, ketika gelombang datang menerjang rumahnya. Warga dusun Waturepang desa Lela bersama keluarganya berlarian menyelamatkan diri ke jalan raya di sisi utara perkampungan warga.

“Kejadiannya begitu cepat sekitar pukul 13.00 WITA. Kami semua pun lari ke jalan dan semua bahan makanan, pakaian dan peralatan rumah tangga hancur berantakan dihempas ombak dan terendam air laut,” kisahnya kepada Mongabay Indonesia, Senin (22/4/2019) sore.

“Memang sudah hampir seminggu sejak tanggal 15 April gelombang mulai tinggi. Para nelayan pun tidak berani melaut. Terjangan gelombang tinggi pun hanya satu dua kali saja dan menggenangi rumah warga,” sebut Bernadus Herman, warga desa Lela yang bagian belakang rumahnya terancam rubuh akibat tersapu air laut.

baca : Ratusan Nelayan Terancam Kehilangan Pekerjaan, Perahunya Dihantam Gelombang Tinggi

 

Gelombang tinggi yang terjadi akibat adanya angin kencang di pantai utara pulau Flores tepatnya di sepanjang pesisir pantai kabupaten Sikka, NTT pada pertengahan April 2019. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Maria Bernadeta Minsia, bersama puluhan keluarga di dusun Waturepang pun bersiap dengan mengemas barang-barang berharga dan diletakkan di samping jalan raya.

“Pagi hingga siang hari air laut pasang sementara sore sekitar jam 14.00 WITA mulai surut. Biasanya malam sekitar pukul 23.00 WITA air laut kembali pasang. Ini yang membuat warga kuatir apabila tidur di dalam rumah,” sebutnya.

Gelombang berketinggian 4-6 meter juga pernah terjadi pada 2018 lalu, mengakibatkan 2 rumah di desa Sikka hilang terbawa gelombang dan merusak puluhan rumah lainnya dan mengancam pemukiman di belasan desa lainnya di 4 kecamatan yakni Paga, Mego, Lela dan Bola.

 

Tanggul Rubuh

Hantaman gelombang juga membuat tanggul penahan gelombang yang dibangun sekitar 4 tahun lalu pun runtuh. Tanggul penahan gelombang setinggi 2,5 meter tersebut dibangun sepanjang desa Hepang dengan panjang sekitar satu kilometer.

“Saat gelombang tinggi, hempasan ombak membuat air laut melewati jalan raya dan menggenangi jalan raya. Ini yang membuat angkutan pedesaan tidak berani melintas saat musim gelombang tinggi. Aspal jalan pun sudah terkelupas dan hanya tersisa bebatuan akibat tergerus air laut,” tutur Paulus Afridus, warga desa Hepang.

Jarak tanggul penahan gelombang di desa Hepang dengan perumahan warga hanya sekitar 5 meter. Ambruknya tanggul membuat air laut mengikis pasir dan tanah hingga meyerupai tebing setinggi sekitar 2,5 meter.

baca juga : Gelombang Tinggi di Sikka, 2 Rumah Tersapu, Puluhan Rusak dan Pelayaran Dihentikan

 

Bernadus Herman, warga desa Lela, Kecamatan Lela, Sikka, NTT yang rumahnya hampir rubuh akibat terkena terjangan gelombang pasang. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Kepala BPBD kabupaten Sikka Muhammad Daeng Bakir menyebutkan, puluhan rumah mengalami kerusakan dan ratusan rumah lainnya terancam bencana gelombang pasang. Data yang dihimpun BPBD, kerusakan terjadi di 4 kecamatan yakni Paga, Mego, Lela dan Bola.

Untuk kecamatan Paga, kejadian terparah terdapat di desa Paga dimana 6 rumah terendam air laut. Sebanyak 9 perahu nelayan ukuran 5 GT tenggelam diterjang gelombang tinggi. Puluhan rumah di pesisir pantai terancam abrasi.

“Untuk Paga kondisinya lebih baik karena telah dibangun pemecah gelombang. Kondisi ini sama dengan di desa Bola sehingga kekuatan gelombang berkurang saat menerjang pesisir pantai,” tuturnya.

Untuk kecamatan Lela terdapat 4 desa yang rawan terkena gelombang pasang dan abrasi yakni desa Hepang, Lela, Watutedang dan Sikka. Di desa Sikka ada 49 rumah penduduk yang dibangun persis di pesisir pantai. Terdapat 2 rumah rusak berat, 1 rumah rusak ringan, dan yang lainnya rusak sedang.

Di desa Lela terdapat 20 rumah penduduk di dusun Waturepang yang mengalami kerusakan, di desa Hepang sebanyak 14 rumah rusak dan puluhan rumah terancam. Di desa Watutedang terdapat 12 rumah yang berpeluang terkena hantaman gelombang pasang.

“Setiap tahun saat gelombang pasang hanya 4 kecamatan di pesisir saja yang selalu terkena dampak. Kami masih menerjunkan tim untuk memantau kerusakan di semua kecamatan guna mengetahui berapa rumah yang tidak layak ditempati lagi agar bisa lakukan evakuasi warga,” sebutnya.

Kepala Dinas Sosial kabupaten Sikka Emi Laka menyebutkan, pihaknya telah melakukan koordinasi dengan BPBD Sikka untuk mendata korban bencana gelombang pasang dan abrasi. Sejak semalam bantuan bahan makanan serta tenda sudah mulai dibangun di lokasi bencana.

menarik dibaca : Inilah Gelombang Tsunami Tertinggi Dalam Catatan Sejarah Moderen

 

Tanggul penahan gelombang di desa Hepang kabupaten Sikka, NTT, yang rubuh akibat terjangan gelombang pantai selatan pulau Flores. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Lakukan Relokasi

Kencangnya hantaman gelombang membuat pepohonan Waru (Hibiscus tiliaceus) dan Kelapa yang berada di pesisir pantai selatan pulau Flores khususnya di kabupaten Sikka kian jarang ditemui.

Bernadus mengatakan selama hampir 15 tahun, daratan yang terkena abrasi mencapai 30 meter. Perumahan warga di desa Lela, Hepang dan Sikka di kecamatan Lela pun mulai bergeser ke darat mencapai 20 meter.

“Kalau warga di pesisir pantai tidak dipindahkan maka dalam waktu 10 tahun ke depan pemukiman warga tidak ada lagi. Kondisi gelombang setiap tahun semakin besar dan lahan daratan pun terus tergerus mencapai 30 sentimeter setiap tahunnya,” ungkapnya.

Bernadus, Bernadeta dan Paulus berharap pemerintah bisa mengalokasikan anggaran untuk melakukan relokasi pemukiman warga yang berdiam di pesisir pantai selatan Sikka. Ini merupakan solusi terbaik dibandingkan membangun tanggul penahan gelombang bernilai miliaran rupiah.

Bernadeta mengatakan warga siap direlokasi daripada tiap malam tidur tidak tenang. Warga belum pindah karena tidak memiliki uang untuk membeli tanah.

“Kalau pemerintah menyediakan lahan untuk relokasi tentunya kami mau.Kalau disuruh pindah sendiri tentu sulit karena pendapatan masyarakat pesisir rata-rata nelayan miskin. Rata-rata tidak memiliki kapal ikan, hanya sampan kecil saja yang penghasilannya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga,” terangnya.

 

Exit mobile version