Mongabay.co.id

Banjir dan Longsor Bengkulu, Perbaikan Lingkungan Prioritas Utama

 

 

Langkah kaki Junaini, warga Desa Air Hitam, Kecamatan Bang Haji, Kabupaten Bengkulu Tengah, Bengkulu, terasa berat. Sambil memanggul dua tikar plastik yang baru dicuci di pinggir Sungai Air Lemau, dia berjalan di lumpur sisa banjir yang melanda desanya, Jumat [26/4/19].

Dari 107 kepala keluarga yang menetap di pinggir aliran sungai tersebut, tercatat 102 kepala keluarga terdampak bencana. Air berlumpur itu mengakibatkan tujuh rumah warga rusak berat, sementara ratusan lainnya terendam. “Pada 1989 pernah banjir, tapi tidak separah ini,” kata Junaini, Kamis [02/5/2019].

Meski rumah perempuan beranak lima tidak rusak parah, namun enam ekor kambing dan 10 ekor ayam peliharaannya mati. Dia berharap bantuan yang disalurkan tidak hanya makanan, pakaian atau material bangunan, tetapi juga aset produktif.

“Kata orang, banjir karena bendungan yang tidak bisa menahan laju air hujan akibat hutan yang rusak. Semoga kondisi ini diperhatikan pemerintah,” jelasnya.

Korban banjir di Desa Air Hitam, Kecamatan Ujan Mas, Kabupaten Kepahiang, Imna berharap, bencana ini menjadi pembelajaran bersama. “Terutama bagi orang-orang yang menebang hutan, yang mengambil kayu atau membuka lahan untuk berkebun [kopi],” kata Imna yang tinggal dekat aliran Sungai Air Lanang, Jumat [03/5/2019] siang. “Penduduk semakin banyak, berkebunnya sudah di luar tanah marga atau areal peruntukan lain,” ujarnya.

Rumah perempuan ini merupakan satu dari 85 unit di Air Hitam yang terdampak banjir. Meski tidak menelan korban jiwa, namun tidak sedikit tanaman dan sawar warga rusak. Begitu juga ternak yang mati. “Penghijauan hutan harus dilakukan,” katanya.

Senada, korban banjir di Kelurahan Bentiring Permai, Kecamatan Muara Bangkahulu, Kota Bengkulu, Evanri mengatakan banjir terjadi akibat kerusakan hutan di hulu DAS Air Bengkulu. Menurut dia, selain penghijauan hutan, pendangkalan di sepanjang DAS Air Bengkulu juga harus diperhatikan.

“Di sepanjang Sungai Air Bengkulu ada aktivitas pertambangan. Kalau bisa ditutup saja, pemerintah daerah harus bergerak,” katanya, Sabtu [04/5/2019] sore.

Baca: Banjir dan Longsor Bengkulu, Ada yang Salah dengan Pengelolaan Bentang Alam?

 

Warga berjalan di lumpur di Desa Genting, Kecamatan Bang Haji, Kabupaten Bengkulu Tengah, Bengkulu. Foto: Dedek Hendry/Mongabay Indonesia

 

DAS rusak

DAS Air Bengkulu sudah diidentifikasi mengalami berbagai kerusakan. Namun, hendaknya kondisi DAS lain juga diperhatikan, seperti DAS Air Lemau. “Mungkin, karena dampak kerusakan DAS Air Bengkulu dirasakan warga Kota Bengkulu, sehingga menjadi fokus perhatian,” terang Kepala Seksi Program Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Ketahun [BPDAS dan HL Ketahun] Darmawan bersama Kepala BPDAS dan HL Ketahun Irpana Nur, Kamis [02/5/2019] pagi.

Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Nasional [BNPB], total meninggal di Bengkulu Tengah sebanyak 24 orang, di Kota Bengkulu [3 orang], dan di Kepahiang [3 orang]. Korban di Bengkulu Tengah, berdasarkan laporan BPBD Bengkulu Tengah, berada di Kecamatan Pagar Jati, Merigi Sakti, dan Merigi Kelindang.

“Itu bukan wilayah DAS Air Bengkulu, tapi DAS Air Lemau. Setahu saya, di DAS Air Lemau tidak ada pertambangan, tapi kebun masyarakat yang dialirkan air dari DAS Air Musi oleh PLTA Musi. Apakah air di bendungan PLTA Musi melimpas atau bagaimana, itu perlu dikaji,” tambah Darmawan.

Selain faktor curah hujan ekstrim, banjir dan longsor ditenggarai akibat adanya perubahan tutupan hutan dari aktivitas pertambangan dan perkebunan. “Ada juga pengelolaan lahan oleh masyarakat yang belum menerapkan kaidah konservasi. Banyak kebun kopi. Kopi memang merupakan komoditi yang akan digenjot Pemerintah Provinsi Bengkulu, tapi sebaiknya disertai tindakan konservasi. Kebun kopi ramah lingkungan akan menjadi rekomendasi kami. Terkait pertambangan, itu kewenangan pemda,” ujar Irpana.

Khusus di hilir Kota Bengkulu, faktor lain yang berkontribusi terjadi banjir adalah perubahan fungsi rawa. “Rawa yang berfungsi menampung air, sekarang menjadi permukiman atau perumahan. Rawa ditimbun, nanti ada rekomendasi kami terkait kantong-kantong air. Ketinggian sebagian Kota Bengkulu sama dengan permukaan air laut. Ketika laut rob, air melimpah dan banjir,” papar Irpana.

Baca: Aktivitas Tambang Batubara yang Meresahkan di Hulu DAS Air Bengkulu

 

Rumah warga yang roboh di Desa Genting, Kecamatan Bang Haji, Kabupaten Bengkulu Tengah yang hancur dilanda banjir. Foto: Dedek Hendry/Mongabay Indonesia

 

Gugat

Walhi Bengkulu dan beberapa organisasi masyarakat sipil, akan melakukan gugatan terkait aktivitas pertambangan di hulu DAS Air Bengkulu. “Dalam proses konsolidasi. Kalau memang warga merealisasikan, tentu Walhi Bengkulu dengan beberapa NGO dan LBH [Lembaga Bantuan Hukum] akan membantu. Gugatan class action,” kata Manager Kampanye Industri Ekstraktif Walhi Bengkulu Dede Frastien, Senin [06/5/2019].

Kajian sementara, pihak yang akan digugat adalah Pemda Bengkulu Tengah, Pemerintah Provinsi Bengkulu, dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK]. Gugatan dilandaskan pada UU No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, UU No 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 50 Tahun 2016 tentang Pedoman Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan dan lainnya. “Ini tentunya berkaitan dengan pemberian izin, pengawasan, dan pengendalian aktivitas pertambangan di hulu DAS Air Bengkulu,” terang Dede.

Sebelumnya, Direktur Walhi Bengkulu Beni Ardiansyah telah mengungkapkan akan menggugat pemerintah daerah terkait aktivitas pertambangan di hulu DAS Air Bengkulu. “Kami [Walhi Bengkulu] akan menggugat negara, dalam hal ini pemerintah daerah, melalui jalur hukum. Ini sangat perlu dilakukan. Tidak terlihat itikad pemerintah daerah untuk menghormati, melindungi termasuk memulihkan hak asasi manusia, khususnya hak atas lingkungan hidup, dan menegakan aturan terhadap kejahatan lingkungan hidup,” ujarnya.

Baca: Kerusakan Lingkungan Akibat Tambang Batubara Terus Berlanjut, Apa Solusinya?

 

8. Anggota SAR mencari korban banjir yang hilang di aliran sungai Air Lemau di dekat jembatan di Desa Talang Boseng, Kecamatan Pondok Kelapa, Kabupaten Bengkulu Tengah. Foto: Dedek Hendry/Mongabay Indonesia

 

DAS Air Bengkulu dan Lemeu

Luas DAS Air Bengkulu menurut Dosen Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu Fajrin Hidayat, sekitar 51.950 hektar. Luasan ini terdiri dari sub-DAS Susup [10.040 hektar], sub-DAS Rindu Hati [19.357 hektar], dan sub-DAS Bengkulu Hilir [22.552 hektar].

DAS Air Bengkulu mencakup areal di Kabupaten Bengkulu Tengah meliputi Kecamatan Taba Penanjung, Karang Tinggi, Talang Empat, Pondok Kelapa, dan Kota Bengkulu meliputi Kecamatan Gading Cempaka, Muara Bangkahulu dan Teluk Segara. Dari total kawasan hutan di DAS Air Bengkulu [12.515 hektar], kawasan yang masih berhutan hanya 4.505,5 hektar.

Sedangkan luas DAS Air Lemau, menurut Kanang dkk [2016], sekitar 51.493 hektar. Terdiri dari sub-DAS Lemau Hulu [1.657,3 hektar], sub-DAS Penyengat [10.690,2 hektar], sub-DAS Simpang Aur [18.730,4 hektar], dan sub-DAS Lemau Hilir [9.414,9].

Seluruh areal DAS Air Lemau berada di Kabupaten Bengkulu Tengah, meliputi Kecamatan Bang Haji, Pagar Jati, Merigi Sakti, Merigi Kelindang, Taba Penanjung, Karang Tinggi, Pematang Tiga, Pondok Kubang, dan Pondok Kelapa. Dari luas total DAS Air Lemau, hanya 11.391,6 hektar berupa kawasan hutan, sebagian besar arealnya tergolong kritis [53,5 persen].

 

Referensi:

Setyo, H. Kanang dkk, 2013, Aplikasi Sistem Informasi Geografis [SIG] Untuk Pemodelan Spasial Disain Tata Guna Lahan DAS Lemau Berdasarkan Tingkat Kekritisan Daerah Resapan, Laporan Tahunan/Akhir Hibah Bersaing

 

 

Exit mobile version