Mongabay.co.id

WMBD 2019 di Gorontalo: Sampah Plastik Danau Limboto Ancam Burung Migran

Kedidi leher-merah dan kedidi jari-panjang sebagai pengunjung Danau Limboto: Foto: Idham Ali/Gorontalo Wildlife Fotography

 

 

Bagi mereka yang memiliki ketertarikan mengamati burung, Danau Limboto di Gorontalo, merupakan tempat terbaik yang bisa didatangi. Tak hanya burung-burung liar penetap, satu keistimewaannya adalah danau ini menjadi tujuan utama berbagai jenis burung migran dari belahan dunia.

Pentingnya posisi Gorontalo dan Danau Limboto sebagai habitat burung migran, membuat Perkumpulan Biodiversitas Gorontalo (Biota), sebuah organisasi yang menaruh perhatian pada perlindungan keanekaragaman hayati, menggelar perayaan World Migratory Bird Day (WMBD) atau Hari Burung Migran Sedunia, di Desa Timuato, Kecamatan Telaga Biru, Kabupaten Gorontalo. Mereka bekerja sama dengan Timuato Institute, Harry & Mimin Homestay, AJI Kota Gorontalo dan Sektretaris SDG’s Provinsi Gorontalo.

“Tahun ini perayaan WMBD digelar dua kali, Mei dan Oktober 2019. Sebetulnya, dirayakan 11 Mei, tapi kami membuat lebih awal, 4 Mei 2019,” ungkap Debby Hariyanti Mano, Direktur Perkumpulan Biota Gorontalo, kepada Mongabay Indonesia.

Serentak, tema global adalah “Protect Birds: Be the Sollution to Plastic Pollution”. “Isu yang diangkat untuk Gorontalo yaitu Polusi dan Solusi Sampah Plastik di Danau Limboto. Kami ingin kampanye ke masyarakat mengenai bahaya sampah plastik yang bertebaran di danau ini,” ujar Debby.

Danny Rogi, dari Perkumpulan Biota, menjelaskan posisi Gorontalo yang berada di jalur East Asia Australia fly way atau lintasan terbang Asia Timur-Australia. Ini yang membuat burung migran banyak singgah ke Gorontalo. Namun sangat disayangkan, ketika burung-burung itu singgah ke danau, justru banyak terpapar sampah plastik.

“Sampah plastik sangat mengancam,” ungkapnya.

Baca: Danau Limboto dan Pesona Burung Migran (bagian – 1)

 

Berkik-kembang besar yang terlihat di Danau Limboto. Foto: Idham Ali/Gorontalo Wildlife Fotography

 

Danau Limboto merupakan wilayah terbuka publik, bukan kawasan konservasi. Selain sampah plastik, keanekaragaman hayatinya terancam akibat perubahan lanskap danau, serta ada pemburu burung menggunakan senjata.

“Selain masyarakat, target kampanye kami adalah anak-anak sekolah dasar yang tinggal di sekitar Limboto. Mereka perlu mengenal lebih baik lingkungan sekitar serta tidak membuang sampah plastik sembarangan,” ujar Ririn Hasan, anggota Perkumpulan Biota lainnya.

Edukasi lingkungan kepada anak-anak sekolah, dilakukan dengan model diskusi interaktif, tebak gambar, kuis, serta permainan di luar ruangan bersama dua wisatawan mancanegara yang memiliki perhatian terhadap isu sampah plastik dan keragaman hayati.

Baca: Danau Limboto Sebagai Destinasi Burung Pendatang (bagian – 2)

 

Mandar kelam di Danau Limboto. Foto: Idham Ali/Gorontalo Wildlife Fotography

 

Dalam situs World Migratory Bird Day, dijelaskan sampah plastik menjadi tema besar karena berdampak buruk bagi burung bermigrasi dan habitatnya. Kematian burung dengan perut penuh plastik hingga terjerat jaring berbahan plastik, merupakan ancaman nyata.

Salah satu contoh adalah tingkah burung laut mencari makan. Ketika sampah plastik seperti tas kresek, sedotan minuman, hingga botol mengapung di permukaan air, dapat dengan mudah dianggap sebagai makanan. Baik karena bentuk maupun bau.

Partikel plastik yang tajam bisa menyebabkan kematian langsung dengan menusuk organ internal burung. Tetapi kebanyakan, burung yang mengkonsumsi plastik memberikan perasaan lapar kronis atau memberikan sensasi perut kenyang tanpa memiliki nilai nutrisi.

“Jumlah burung laut yang mati akibat dampak plastik setiap tahun mencapai 1 juta individu dan terus bertambah. Penelitian telah menyoroti urgensi masalah ini: proporsi burung laut yang menelan plastik akan mencapai 99 persen pada 2050,” pernyataan tertulis dalam laman tersebut.

Baca: Ada Potensi Energi Terbarukan Dibalik Kritisnya Danau Limboto

 

Kedidi leher-merah dan kedidi jari-panjang sebagai pengunjung Danau Limboto: Foto: Idham Ali/Gorontalo Wildlife Fotography

 

Penanganan sampah

Syaiful Kiraman, Kepala Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Gorontalo, menjelaskan kebijakan pengelolaan sampah di level kabupaten sudah berbasis dasa wisma. Sampah plastik dipilah dari setiap rumah tangga, setelah itu kelompok dasa wisma yang sudah dibentuk di desa akan mengumpulkan.

“Beberapa desa sudah dilakukan uji coba. Namun, yang belum terjadi adalah kemauan masyarakat untuk memilah sampah dari rumah,” ungkapnya.

Menurut dia, dibeberapa desa sudah ada bank sampah. “Budi Lestari” milik seorang anggota Brimob, telah memiliki omset setiap bulannya hingga Rp10 juta. Hal yang sama ia terapkan juga di kantornya, bank sampah tersebut beromset Rp3 juta per bulan.

“Petugas Pengabadi Lingkungan kami sedang mencari menjajal peluang bisnis dengan jaringan bank sampah di Surabaya,” ujarnya.

 

Perayaan Hari Burung Migran Sedunia di Gorontalo dengan masyarakat di pinggiran Danau Limboto, 4 Mei 2019. Foto: Christopel Paino/Mongabay Indonesia

 

Terkait kebijakan pengurangan plastik pada industri retail, menurutnya, masih dihadapkan dilema. Namun, langkah awal yang didorong dengan membuat Surat Edaran Bupati Kabupaten Gorontalo. Tujuannya, pembiasaan kepada masyarakat ketika belanja sudah menyiapkan tempat sendiri, bukan sekali pakai.

“Jika dibuat peaturan daerah tanpa proses, akan terjadi benturan. Pemerintah juga akan berusaha mendorong alat pengganti plastik sekali pakai dengan wadah lain. Seperti tas dari rotan atau tas hasil daur ulang.”

Hal paling utama adalah pemerintah mendorong perubahan pola sikap masyarakat. “Bagaimana mengubah mindset bahwa pengelolaan sampah menjadi satu kebutuhan, dengan cara memulai dari diri setiap individu,” tuturnya.

Budiyanto Sidiki, Kepala Bappeda Provinsi Gorontalo, menjelaskan bicara regulasi tidak harus melalui peraturan daerah, apalagi butuh waktu lama. Spesifik, bisa dilakukan dengan surat edaran gubernur atau bupati dan wali kota. “Hal ini yang akan digodok. Seperti apa di tingkat provinsi untuk menjadi edaran seluruh kabupaten dan kota.”

Ia menyebutkan, di tempat pembuangan akhir [TPA] tidak lama lagi akan penuh karena sampahnya digabung antara plastik dan non. “Kita harus memulai dengan memilah sampah plastik dan yang bukan. Sampah plastik memiliki peluang bisnis,” papar Sidiki.

 

Pemandangan Danau Limboto di pagi hari. Eceng gondok telah menyelimuti Danau Limboto hingga 70 persen. Foto: Christopel Paino/Mongabay Indonesia

 

Jenis-jenis burung

Meski Danau Limboto menghadapi persoalan sampah plastik, namun dari tahun ke tahun terjadi peningkatan kunjungan burung migran. Sebelumnya, hanya ditemukan 10-14 jenis, lalu teridentifikasi sekitar 36 jenis. Pengamatan dan pendataan burung penetap dan migran telah dilakukan sejak 2014.

Perkumpulan Biota mencatat, rentang 2014-2018, ada 94 jenis burung penetap dan pendatang. “65 persen spesies adalah penetap, sisanya pengunjung dan kategori pengunjung juga penetap,” ujar Hanom Bashari, pegiat lingkungan di Perkumpulan Biota.

Menurutnya, burung yang bermigrasi datang dari belahan Bumi utara maupun selatan ke wilayah tropis, termasuk Sulawesi. Burung-burung ini ada yang hanya singgah mencari makan lalu pulang, namun sebagian menetap sementara waktu karena melimpahnya makanan.

 

Eceng gondok yang menutupi permukaan Danau Limboto. Foto: Christopel Paino/Mongabay Indonesia

 

Dari jumlah 94 spesies tersebut, berdasarkan status konservasi IUCN [International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources] terdapat 87 spesies “Berisiko Rendah” atau Least Concern. Sisanya, berstatus “Hampir Terancam” atau Near Threatened.

Hanom menjelaskan, Danau Limboto merupakan satu dari dua danau endapan di Sulawesi yang kaya substrat organik, sehingga menunjang banyak kehidupan satwa dan tumbuhan. Jumlah 94 spesies termasuk tinggi untuk danau yang tidak terlalu luas.

“Ini membuktikan, keanekaragaman hayati Danau Limboto tinggi sehingga habitatnya harus dijaga,” tandasnya.

 

 

Exit mobile version