Mongabay.co.id

Menyusuri Taman Hutan Raya Ngurah Rai sambil Belajar Lingkungan

 

Di tengah ancaman kerusakannya, Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai di Bali masih menjadi salah satu tempat menarik untuk jalan-jalan. Sebagai satu-satunya tahura di Bali, kawasan seluas 1.373,5 hektar ini memiliki kekayaan ekosistem beragam.

Secara administratif, Tahura Ngurah Rai berada di dua daerah yaitu Kabupaten Badung dan Kota Denpasar. Wilayah Badung berada di bagian selatan teluk, seperti Nusa Dua dan Tuban. Luasnya 627 hektare. Adapun yang di wilayah Denpasar di sisi utara, terutama Suwung dan Serangan, seluas 746,5 hektar.

Sebagai hutan raya, Tahura Ngurah Rai pun terbuka bagi aneka kegiatan, termasuk ekowisata. Saat ini tahura yang juga dikenal dengan nama Prapat Benoa Suwung itu menjadi salah satu lokasi jalan-jalan bagi warga Denpasar dan sekitarnya.

baca : Ada Ratu Hutan Bakau di Tahura Ngurah Rai

 

Jalan panggung dari kayu memudahkan pengunjung jalan-jalan di Tahura Ngurah Rai. Foto : Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Ada beberapa pintu masuk kawasan Tahura Ngurah Rai ini. Namun, pintu resmi berada di Suwung, Denpasar Selatan. Masuknya dari Jalan By Pass Ngurah Rai Denpasar – Kuta. Di sini pula terdapat kantor Unit Pelaksana Teknis (UPT) Tahura Ngurah Rai yang mengelola kawasan hutan ini.

Sebagai taman hutan, Tahura Ngurah Rai cukup memberikan kemudahan bagi orang yang ingin menjelajah ke dalamnya. Ada jalan panggung sepanjang 1,8 km membelah lebatnya bakau. Lebar jalan panggung sekitar 2 m sehingga cukup nyaman untuk menikmati keasrian hutan bakau.

Menyusuri jalan ini, kita bisa melihat keanekaragaman di dalamnya.

Made Suartana, pemandu di Tahura Ngurah Rai, mengatakan, Tahura Ngurah Rai memiliki 33 jenis mangrove. Jenis bakau paling banyak adalah perapat atau pidada putih (Soneratia alba). Dalam bahasa Bali disebut prapat. Bisa jadi karena itulah Tahura Ngurah Rai juga disebut Prapat Benoa Suwung.

Jenis bakau lain di Tahura Ngurah Rai di antaranya bakau putih (Rhizophora apiculata) dan tancang (Bruguiera gymnorhyza). Menurut Suartana sebagian bakau di Tahura Ngurah Rai merupakan hasil rehabilitasi. Luasnya sekitar 102 hektar.

Awalnya tahura ini hanya untuk konservasi semata. Kawasan ini dikelola oleh lembaga dari Jepang, JICA. Ketika itulah mulai dibangun fasilitas untuk pengunjung termasuk jalan panggung, pos pemantauan, dan balai rehat di tengah hutan.

baca juga : Peringatan Dini Terkikisnya Hutan Mangrove, Benteng Alami di Selatan Bali [Bagian 1]

 

Pohon-pohon bakau tetap terjaga di Tahura Ngurah Rai meski dilewati jalur jalan kaki. Foto : Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Terbuka untuk Umum

Sejak 2010, Tahura Ngurah Rai mulai terbuka juga untuk kunjungan turis. JICA sendiri berhenti mengelola kawasan ini sejak 2013 untuk kemudian diserahkan kembali pada UPT Tahura Ngurah Rai.

Secara umum, bakau di sini tumbuh sehat dengan akar-akar menjulang setinggi 1-2 meter. Pohon juga rimbun. Namun, di beberapa bagian terlihat kotoran berupa plastik meskipun tak terlalu banyak. “Tergantung musimnya. Kalau musim angin biasanya lebih banyak,” kata Suartana.

Namun, pada hari biasa, Tahura Ngurah Rai relatif bersih. Sampah tidak terlalu terlihat, paling tidak di sepanjang jalan panggung yang dilewati pengunjung.

Bersihnya suasana di Tahura tak lepas dari peran petugas kebersihan seperti Nyoman Suardika. Pagi itu Suardika membersihkan plastik di antara akar-akar bakau lalu dimasukkan ke gerobak. Tiap hari dia membersihkan sekitar dari pukul 8 sampai 5 sore.

Dalam sehari dia bisa mendapatkan sekitar 60 kg sampah. “Karena ini daerah muara, jadi sampah banyak yang ke sini meskipun tiap hari sudah dibersihkan,” katanya.

perlu dibaca : Areal Tahura Mangrove Rusak Karena Reklamasi Pelindo, Bagaimana Penegakan Hukumnya? [Bagian 2]

 

Petugas Tahura Ngurah Rai membersihkan sampah plastik untuk menjaga tahura tetap bersih. Foto : Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Pos Pemantauan

Menyusuri tengah hutan di Teluk Benoa ini bisa menjadi pelarian dari keriuhan Denpasar dan Kuta. Meski berjarak hanya sekitar 500 meter dari jalan raya, bising kendaraan nyaris tak terdengar. Rimbun pohon bakau menjadi semacam peredam.

Sebagai gantinya, suara-suara satwa pesisir yang lebih terdengar. Menurut Suartana di Tahura Ngurah Rai ini terdapat setidaknya 90 spesies burung. Mereka tidak hanya mencari makan, tetapi juga berkembang biak di sini.

Menurut penelitian I Ketut Sundra dari Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Udayana, terdapat 13 jenis burung di dalam kawasan Tahura Ngurah Rai. Lima jenis di antaranya termasuk burung endemik, seperti burung udang biru (Alcedo caerulescens), bondol jawa (Lonchura leucogastroides), dan cinenen jawa (Orthotomus sepium).

Namun, tidak semua burung itu dengan mudah terlihat dari jalan panggung.

Toh, Tahura Ngurah Rai tetap menarik sebagai tempat jalan-jalan. Di beberapa titik terdapat balai untuk beristirahat sambil membaca informasi tentang mangrove ataupun Tahura ini sendiri. Titik paling menarik adalah pos pemantauan yang berada di sekitar setengah perjalanan dari total panjang jalan panggung.

baca juga : Tahura Mangrove: Mudahnya Merusak, Sulitnya Menumbuhkan [Bagian 3]

 

Sejak 2010, Tahura Ngurah Rai terbuka untuk pengunjung umum. Foto : Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Pos Pemantauan setinggi sekitar 10 meter ini menjadi tempat terbaik untuk melihat Tahura Ngurah Rai secara lebih luas. Dari lantai paling atas, hutan bakau terlihat menghijau diselingi air laut yang kecoklatan bercampur lumpur di daerah muara.

Lantai paling tinggi di Pos Pemantauan terbuat dari kayu ini juga menjadi lokasi paling pas untuk memotret taman bakau ini.

Sebagian pengunjung bisa menyelesaikan perjalanan di sini lalu kembali. Namun, perjalanan dari pos pemantauan ke ujung jalan panggung juga tak kalah menariknya. Salah satunya ketika tiba di balai paling ujung dari jalan ini.

Dari balai istirahat di ujung jalan panggung ini pengunjung bisa menikmati Teluk Benoa dengan leluasa di sisi utaranya. Dari sini pula terlihat Jalan Tol Bali Mandara yang disebut-sebut sebagai jalan tol tercantik di Indonesia.

 

Pengunjung beristirahat di ujung jalan Tahura Ngurah Rai sambil menikmati jalan tol di atas laut. Foto : Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Naik Perahu

Melengkapi perjalanan mengenal ekosistem mangrove di Tahura Ngurah Rai, pengunjung juga bisa naik perahu dari pos pemantauan ini. UPT Tahura bekerja sama dengan kelompok nelayan yang menyediakan jasa perahu untuk pengunjung. Salah satunya Kelompok Nelayan Batulumbang.

Tarif untuk naik perahu ini Rp200.000 untuk satu perahu. Lama perjalanan sekitar 30 menit dari pos pemantauan ke dermaga KN Batulumbang atau sebaliknya. Satu perahu bisa terisi maksimal 10 orang.

Dari pos pemantauan, perahu akan menyusuri tengah hutan bakau. Dari semula hanya melihat hutan dari jalan panggung, kini kita bisa menikmati rimbun bakau dari arah sebaliknya, laut. Karena di tengah hutan, air lautnya pun tenang. Tak perlu khawatir dengan ombak atau gelombang.

Di ujung perjalanan, burung-burung laut akan terbang terbang dari tengah rimbun. Mereka seolah-olah menyambut tiap pengunjung. Burung-burung itu memang bagian dari eksosistem dan dijaga oleh para nelayan di sana.

Tak sekadar menyediakan jasa sewa perahu untuk turis, anggota kelompok nelayan ini juga menjadi kelompok masyarakat pengawas (Pokmaswas). “Kami juga rutin melakukan patroli untuk menjaga lingkungan tahura. Sebulan tiga kali,” kata Made Wijaya, Ketua Pokmaswas Mina Werdhi.

Dengan kekayaan ekosistem di dalamnya, Tahura Ngurah Rai bisa jadi pilihan untuk jalan-jalan sekalian belajar tentang lingkungan.

 

Exit mobile version