Mongabay.co.id

Memperkuat Pariwisata Lokal Sambil Jaga Hutan Tangkoko, Bitung, Seperti Apa?

Keragaman hayati di kawasan tropis sangat luar biasa. Namun kemunculan sub-spesies ternyata lebih tinggi di kawasan yang lebih dingin. Foto: Rhett Butler

 

Masyarakat kelurahan Batuputih Bawah, Bitung, Sulawesi Utara, terus berupaya mempromosikan pariwisata alam yang berkelanjutan. Lewat program Lembaga Konservasi Kelurahan (LKK), mereka coba membangun peluang ekonomi alternatif. Tujuannya, selain memperluas keterlibatan warga, juga untuk menekan dampak pariwisata terhadap ekosistem hutan.

Kelurahan Batuputih Bawah merupakan wilayah paling dekat dengan Taman Wisata Alam (TWA) Batuputih. Sejak lama warga di sana telah terlibat dalam usaha pariwisata seperti jasa rumah inap (homestay) maupun pemandu wisata.

Kini, terdapat sekitar 10 penginapan dengan total 117 kamar di kelurahan itu. Seluruhnya dimiliki warga setempat. Sementara, warga yang berprofesi sebagai pemandu wisata diperkirakan mencapai 50 orang, juga seluruhnya warga kelurahan Batuputih.

Belakangan, upaya memperluas keterlibatan warga dalam sektor pariwisata coba dikembangkan. LKK Batuputih Bawah merencanakan pembangunan sentra kuliner di daerah tersebut. Langkah menuju ke sana telah dimulai lewat pelatihan kuliner, yang diselenggarakan pada Sabtu (18/5/2019).

baca : 100 Tahun Tangkoko : Kemandirian Warga Membangun Ekowisata

 

Pelatihan Kuliner di Kelurahan Batuputih Bawah. Foto : LKK Batuputih Bawah/Mongabay Indonesia

 

Dalam kegiatan itu, peserta peserta dilatih membuat makanan ringan seperti mocktail, bakso, salad buah, burger hingga pengetahuan terkait sanitasinya.

“Rencananya, kami akan bikin pusat kuliner seperti food court. Tapi, sebelum itu, kami persiapkan kelompok-kelompok yang nantinya akan menjalankan usaha di pusat kuliner tadi,” terang Alfons Wodi, Koordinator LKK Batuputih Bawah ketika dihubungi Mongabay Indonesia, Selasa (21/5/2019).

Pembentukan kelompok dianggap sebagai langkah penting. Sebab, usaha kuliner di kelurahan Batuputih Bawah nantinya akan dikelola secara kolektif, bukannya individual. Selain itu, Alfons menganggap, usaha yang dijalankan kelompok akan berdampak lebih luas ketimbang dikelola per orangan.

“Nanti akan ada (pelatihan) tahap kedua. Kami akan coba menu makanan vegetarian. Saya sempat lihat rumah makan di Manado yang cukup menarik, bahannya tahu tapi dikemas mirip daging. Tapi saat ini kami lagi cari orang yang bisa memberi pelatihan tentang itu,” ujarnya.

baca juga : 100 Tahun Tangkoko : Cerita Warga Membangun Ekowisata

 

Aktivitas masyarakat dalam pelatihan kuliner. Foto : LKK Batuputih Bawah/Mongabay Indonesia

 

Selain pelatihan kuliner, LKK Batuputih Bawah juga mengagendakan pelatihan dan pembentukan kelompok pengrajin cinderamata. LKK berharap, pelatihan-pelatihan itu dapat memotivasi warga sekitar untuk mengembangkan usaha alternatif dalam menunjang pariwisata lokal.

Sebab, selama ini, manfaat pariwisata dinilai lebih banyak dirasakan oleh pengusaha homestay maupun pemandu wisata. “Semoga dengan pembentukan kelompok ini, masyarakat punya peluang usaha baru serta menjadi contoh buat orang Batuputih Bawah, supaya lebih kreatif dalam mencari pendapatan alternatif,” kata Alfons.

“Tujuan paling utama meningkatkan pendapatan ekonomi, kedua mengurangi tekanan di hutan Tangkoko. Karena dengan adanya mata pencaharian baru maka secara otomatis tekanan dan kerusakan di hutan akan semakin berkurang,” tambahnya.

TWA Batuputih merupakan destinasi pariwisata alam favorit bagi wisatawan dalam dan luar negeri yang berminat menyaksikan keunikan flora dan fauna. Umumnya, wisatawan tertarik menyaksikan satwa-satwa seperti yaki (Macaca nigra), Tarsius spectrum, kuskus beruang (Ailurops ursinus), kuskus kerdil (Strigocuscus celebensis), serta rangkong (Rhyticeros cassidix). Selain itu, di kawasan ini juga terdapat ratusan spesies burung.

Pada 2018, jumlah wisatawan TWA Batuputih dan TWA Batuangus menyentuh angka 12.000 pengunjung. Pariwisata di kawasan itu juga berkontribusi pada Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp.1,14 miliar.

menarik dibaca : 100 Tahun Tangkoko, Apakah Ekowisata Berorientasi Lingkungan dan Masyarakat Setempat?

 

Pantai Batuputih di Tangkoko. Foto: Aji Wihardandi/Mongabay Indonesia

 

Kesepakatan Konservasi Masyarakat

Sebelumnya, LKK Batuputih Bawah sempat menggelar sosialisasi Kesepakatan Konservasi Masyarakat (KKM), Kamis (9/5/2018). Tujuannya, memberi kesempatan pada masyarakat untuk berpartisipasi dalam perlindungan dan pemanfaatan Sumberdaya Alam di TWA Batuputih. Serta, mengembangkan kapasitas dan pemberian akses bagi masyarakat sekitar kawasan hutan.

“Tujuan lain adalah mewujudkan pola pemanfaatan bersama secara bertanggungjawab,” masih dikatakan Alfons.

Dalam sosialisasi tersebut, warga Kelurahan Batuputih Bawah juga bersepakat membentuk Kader Konservasi Kelurahan. “Nanti akan ada edukasi dan sharing tentang isu-isu lingkungan. Kami akan jalan sesuai program yang sudah disepakati bersama,” ujarnya.

Paul Salainti, Community Enhancement Specialist program Enhancing the Protected Area System in Sulawesi for Biodiversity Conservation (Epass) Tangkoko ketika diwawancarai Mongabay pada pertengahan Februari 2019 mengatakan, Lembaga Konservasi Kelurahan merupakan mandat dari Kesepakatan Konservasi Masyarakat (KKM).

Lewat kesepakatan itu, Epass berupaya membangun sistem agar masyarakat bisa terlibat dalam pengelolaan kawasan konservasi. Terdapat 3 poin utama yang menjadi titik tekan dalam pembahasan KKM yaitu perlindungan, pemberdayaan masyarakat, serta sosialisasi dan penyadartahuan.

“Pasal-pasal KKM juga menyebut, masyarakat harus membentuk wadah, yang kami sebut lembaga konservasi masyarakat. Kalau di kelurahan lembaga konservasi kelurahan, di kecamatan lembaga konservasi kecamatan,” ujar Paul kala itu.

baca juga : Cinta Pemelihara Macaca yang Bertepuk Sebelah Tangan

 

Sepasang Julang Sulawesi di hutan Cagar Alam Tangkoko, Sulawesi Utara. Foto: Rhett A. Butler/Mongabay Indonesia

 

Kini, telah terdapat 7 Lembaga Konservasi Kelurahan dan 2 Lembaga Konservasi Kecamatan di kota Bitung. Pengurus dan anggota LKK seluruhnya adalah masyarakat. Mereka punya 3 tugas yaitu perlindungan, peyadartahuan dan sosialisasi, serta pemberdayaan.

“Program LKK ini langsung dari masyarakat. Mereka yang usul, mereka yang kelola sendiri. Kami hanya berharap, LKK ini berkelanjutan. Jadi kami beri penguatan pada mereka,” tambah Paul.

 

Exit mobile version