Mongabay.co.id

Melawan Kejahatan Satwa Liar Tidak Bisa Sendirian

Anakan komodo yang disita Polda Jawa Timur dari pelaku kejahatan satwa liar. Foto: Petrus Riski/Mongabay Indonesia

 

 

Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem [KSDAE] Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK], Wiratno mengatakan, menyelamatkan satwa liar dari ulah para pelaku kejahatan tidak dapat berjalan sendiri. Harus ada sinergi berbagai pihak.

“Kita tidak bisa menyelamatkan sendiri. Dirjen KSDAE dan UPT, 22 KSDA di seluruh Indonesia, harus mendapat dukungan banyak pihak. Jadi, tidak hanya memproses kasus tapi juga menghentikan kegiatan haram itu. Sementara satwanya, kita kembalikan ke habitat aslinya,” tutur Wiratno, kepada Mongabay, Jumat [24/5/2019], dalam acara Hari Keragaman Hayati yang diperingatai setiap 22 Mei.

Pengungkapan kasus, menjadi bukti bahwa perang melawan kejahatan satwa liar tidak berhenti pada proses. Melainkan harus pengungkap jaringanan besar hingga praktik pencucian uang.

Bukan hanya Jawa Timur, sebagai pintu masuk, yang perlu memperketat pengawasan dan pengamanan, melainkan juga Makassar, Balikpapan, Banjarmasin, Ambon, hingga Papua. “Kita sudah memetakan jalur dan titik-titik masuk. Seperti jalur perdagangan burung di Bali, berarti dari NTT dan Sumbawa harus dihentikan. KLHK tidak akan bernegosiasi dengan pelaku kejahatan satwa liar,” ujarnya.

Baca: Perdagangan Satwa Liar Dilindungi Menggila, Polisi: 41 Ekor Komodo Sudah Dijual ke Luar Negeri

 

Komodo, satwa kebanggaan Indonesia yang dikembangbiakkan di Kebun Binatang Surabaya. Foto: Rhett Butler/Mongabay

 

Wiratno juga menyinggung praktik perdagangan satwa liar, khususnya komodo yang digagalkan Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jawa Timur, akhir Maret 2019. Sample darah yang diteliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia [LIPI] dan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, menunjukkan anakan komodo yang diperdagangkan itu berasal dari Flores utara. Bukan dari Taman Nasional Komodo.

“Secara DNA, 6 ekor anak komodo itu tidak ada yang dari taman nasional. Saya sudah lihat semuanya di BBKSDA Jawa Timur,” katanya.

Selanjutnya, seluruh komodo akan dilepasliarkan di Pulau Ontoloe, di Taman Wisata Alam 17 Pulau Riung, Flores. Sambil menunggu izin dari Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, BBKSDA Jawa Timur telah menyiapkan 6 kandang sementara. “Lebih aman di sana ketimbang dilepasliarkan di tempat ditemukan di hutan lindung di Kelurahan Pota, Flores utara. Kami sudah berkirim surat ke kejaksaan,” ujarnya.

Baca: Kantongi Izin Lembaga Konservasi, Kebun Binatang Surabaya Janji Sejahterakan Satwa

 

Anakan komodo yang disita Polda Jawa Timur dari pelaku kejahatan satwa liar, akhir Maret 2019. Foto: Petrus Riski/Mongabay Indonesia

 

Hutan

Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur pada Maret 2019 meresmikan penangkaran rusa di kawasan bumi perkemahan Celaket, Pacet, Kabupaten Mojokerto. Pengelolaannya dilakukan Koperasi Wana Raharja. Sebanyak 40 ekor rusa timor ditangkarkan di tempat itu. Tujuannya, selain untuk wahana rekreasi dan edukasi pengunjung, diharapkan juga kedepannya dapat dilepasliarkan.

Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur, Dewi Juniar Putriatni mengatakan, keanekaragaman hayati khususnya di Jawa Timur harus dijaga konsisten dengan menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan hutan lestari. Peningkatan jumlah penduduk beserta segala aktivitasnya mempengaruhi tekanan pada hutan yang ada di Jawa Timur.

“Mengurus hutan itu dari hulu sampai hilir, mulai hutan produksi, hutan lindung, hutan konservasi, semuanya harus diurus seimbang. Mengatasinya saat ini dengan perhutanan sosial,” katanya.

Dewi menyebut, kondisi hutan di Jawa Timur hingga kini relatif baik meski menghadapi tekanan jumlah penduduk yang mencapai 38 juta jiwa. Dewi mengatakan, tutupan hutan di Jawa Timur saat ini mencapai 40 persen, dari persyaratan yang diatur perundang-undangan yakni 30 persen. Bila salah urus dan mengalami degradasi, maka hutan beserta ekosistem dan keanekaragaman hayati di dalamnya akan ikut terdampak.

“Saat ini kondisi hutan di Jawa Timur relatif baik. Kalau kita menghitung hutan rakyat juga, tutupan lahannya sudah 40 persen, bagus sekali. Semua harus diurus, jangan dibiarkan apalagi berkurang,” tegasnya.

 

Sejumlah kayu merbau asal Papua lebih dari 300 kontainer diamankan di Surabaya. Foto: Petrus Riski/Mongabay Indonesia

 

Ketua PROFAUNA Indonesia, Rosek Nursahid menyoroti pengurangan hutan secara kualitas maupun kuantitas. Dari pengamatan fisik ranger PROFAUNA di sejumlah hutan, kerusakan terjadi akibat alih fungsi hutan menjadi kawasan wisata, pertanian, atau perladangan. Rosek mendorong pemerintah untuk memperhatikan hal itu, termasuk aktivitas pembalakan yang mengakibatkan kerusakan lebih luas.

“Tinjauan lapangan, pengamatan fisik, menunjukkan adanya kerusakan,” tuturnya.

Hilangnya tegakan pohon yang menjadi kawasan wisata, area pertanian atau perladangan, terlihat di sejumlah daerah, seperti Malang, Kediri, Madiun, Jember, dan Banyuwangi. Pembukaan hutan, kata Rosek, sering berkorelasi dengan perburuan.

“Ketika hutan dibuka, akses pemburu lebih mudah. Sering, orang yang membuka hutan membawa senjata, sekaligus berburu satwa. Semoga para-pihak di Jawa Timur memperhatikan fakta yang ada demi kelestairan keanekaragaman hayati yang dimiliki,” pungkasnya.

 

 

Exit mobile version