Mongabay.co.id

Seorang Anak Tenggelam di Bekas Lubang Tambang Pasir

 

Terik mentari membakar kaki saat menginjak pasirnya yang legam di Pantai Jumpai, Kabupaten Klungkung, Bali. Di pantai inilah, seorang anak laki-laki berusia 6 tahun meninggal tenggelam di salah satu lubang bekas galian C pasir pada Senin (10/6/2019) sore.

Pantai Jumpai cukup landai, namun gemuruh gelombang tak henti-henti menderu. Sejumlah puing bekas bangunan terlihat, habis tergulung ombak. Hal mencolok adalah sejumlah lubang-lubang bekas tambang pasir yang berbaris di sisi terluar pantai. Sedikitnya 2 cubang (lubang) yang terlihat penuh air. Lainnya ditumbuhi rumput gajah dan eceng gondok.

Teriakan minta tolong memecah sore di pantai sekitar pukul 5, seorang anak berteriak ke beberapa warga di sekitar pantai. Anak ini adalah rekan bermain korban, Kadek Mertha Yoga. Keduanya disebut bermain di salah satu cubang, namun beberapa saat kemudian Yoga menghilang. Anak yang akan melanjutkan SD ini tenggelam.

Keluarganya berhamburan ke pantai dan menemukan Yoga sudah mengambang di permukaan cubang. Jarak rumahnya dengan lokasi lebih dari satu kilometer, namun lokasi hanya bisa dijangkau dengan jalan kaki karena sepenuhnya pantai dengan pasir tebal. Jalan kaki saja bisa terseok, sebagian kaki tenggelam di pasir.

Nengah Muliarta, bapak korban terlihat sangat tertekan. Ia tak siap menceritakan peristiwa memilukan itu. Anak keduanya ini dikubur Selasa (11/6) pukul 4 pagi dini hari karena sedang ada upacara agama di desanya. Dalam ritual Hindu Bali disebut Nyilib, menguburkan “diam-diam”.

“Saya sudah ikhlas. Saya sudah merelakan anak saya pergi,” katanya singkat. Di rumahnya masih ada beberapa saudara yang terlihat menemani. Muliarta hanya menyebut sekitar pukul 6 sore melihat anaknya sudah mengambang di lokasi cubang. Ia tak ingin memperkarakan siapa pun, karena menganggap sudah takdir.

baca : Bagaimana Mengelola Usaha Tambang di Pulau Bali?

 

Korban bermain di sekitar kolam bekas tambang, kemudian tenggelam. Foto : Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia.

 

Dua buah cubang dengan permukaan airnya yang tenang memang menghanyutkan. Saat cuaca terik dan air laut tak aman untuk berenang, perhatian pasti tertuju ke genangan air yang terlihat cukup jernih itu. Warga juga ada yang memanfaatkanya untuk mencari ikan atau berendam.

Salah satunya Kepala Dusun Jumpai Kangin, I Wayan Suwirka. Ia menyebut beberapa kali mandi di cubangan itu. “Bahaya, kalau tidak bisa berenang,” ujarnya. Ia tak bisa menyebut jumlah lubang bekas tambang itu, karena ada yang dalam dan dangkal. Satu sama lain terlihat menyambung, dibatasi pepohonan. Menurutnya air permukaan bisa diminum. Terlihat tenang namun ada arus di bawah karena akumulasi air sungai Tukad Unda dan air tanah. Menurut warga yang menyelam saat membantu evakuasi korban, kedalamannya sekitar 2 meter.

Suwirka mengatakan lokasi tenggelamnya korban adalah lubang bekas galian C yang usai ditambang sekitar tahun 2000an. Pemkab sudah menutup sejumlah area penambangan pasir. “Bekas galian C cubangannya terlalu banyak, yang punya tak bisa mengurug,” jelasnya. Ada yang ditambang warga secara perseorangan, dan sebagian oleh investor.

Cubang yang berisiko menurutnya yang ditanami rumput dan eceng gondok, karena akarnya terapung, kalau diinjak bisa terperosok. Lalu apa pencegahan dan tindak lanjut pasca musibah ini?

Suwirka mengatakan antisipasinya, dengan tidak membiarkan anak-anak bermain di sekitar cubang. Lahan sekitar juga menurutnya perlu dimanfaatkan. Saat ini sebagian milik investor namun belum dimanfaatkan.

baca juga : Penambangan Pasir Ilegal, Kerusakan Di Balik Pesona Bali

 

Korban tenggelam di lubang bekas tambang dikuburkan dini hari di kuburan desa. Nampak sesajen di atas pusara. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia.

 

Umar Ibnu Alkhatab, Kepala Ombudsman RI (ORI) Perwakilan Bali mengatakan pihaknya di daerah dan pusat sedang memetakan usaha pertambangan terutama yang tak berizin. “Kita ingin melihat dampaknya, izin apa saja yang diberikan Pemda. Ada yang berizin dan tidak,” katanya. Saat ini pemetaan masih dalam proses belum ada hasilnya.

Jika hasil pemetaan banyak yang ilegal, Ombudsman meminta usahanya dicabut. “Kita minta dicabut, dihentikan operasionalnya. Secara administrasi kan tidak punya izin. Penindakan ke pihak Provinsi dan Satpol PP,” lanjutnya.

Perda tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral bukan Logam dan Batuan disahkan DPRD Bali pada 2017 lalu. Diskusi Lingkungan Mongabay Indonesia pada 9 Juni 2017 di Denpasar merumuskan sejumlah masukan ahli dan aktivis lingkungan pada Perda ini.

Empat pembahas saat itu adalah Ketua Pansus Ranperda DPRD Bali, Ida Bagus Udiyana, Kepala Seksi Pertambangan Dinas Tenaga Kerja dan Energi Sumber Daya Mineral (Disnaker dan ESDM) I Nyoman Wiratmo Juniartha, Kepala Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) Universitas Udayana I Made Sudarma, dan Gede Sugiarta dari Yayasan IDEP. Kritik dominan adalah sinkronisasi dengan regulasi terkait tata ruang dan dampak lingkungan yang akan muncul.

Ketua Pansus Ranperda Pertambangan DPRD Bali, I.B. Udiyana mengatakan permintaan akan bahan tambang galian C seperti batuan dan pasir untuk pembangunan di Bali sangat tinggi karena itu harus dikelola. Pemprov Bali memiliki kewenangan untuk menetapkan wilayah ijin usaha pertambangan (WIUP) mineral bukan logam dan batuan dalam satu daerah provinsi dan wilayah laut sampai dengan 12 mil. Juga berwenang menerbitkan Ijin Usaha Pertambangan (IUP), Ijin Pertambangan Rakyat (IPR), Ijin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP), serta menetapkan harga patokan mineral bukan logam dan batuan.

Perda ini ada karena perubahan kewenangan seiring terbitnya UU 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dari kabupaten ke provinsi. Untuk tambang, jenis usahanya di Bali adalah batuan dan mineral bukan logam. Istilah populernya Galian C.

menarik dibaca : Begini Wacana Pembangunan Bersih Gubernur Baru Bali. Realistiskah?

 

Sebuah cubang bekas tambang yang terlihat tenang dan dangkal, namun berbahaya untuk anak-anak. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia.

 

I Nyoman Wiratmo dari Disnaker dan ESDM Provinsi Bali menyebut inisiatif Perda ini dari Pemprov agar ada payung hukum. “Mineral bukan logam sering bentrok dengan lingkungan, sering muncul kejadian merusak lingkungan kita,” katanya. Sudah ada Pergub tentang tambang namun menurutnya ada sedikit kekurangan, yakni tak bisa memberikan sanksi hanya pelayanan izin.

Izin Pertambangan Rakyat akan diberikan untuk skala kecil dan tak menggunakan bahan peledak. Kemudian diatur juga tentang jaminan reklamasi. “Jaminan reklamasi ditaruh di bank. Akan dicairkan dengan bunganya ke pengusaha tambang kecuali tidak bisa maka uangnya digunakan (untuk reklamasi),” jelas Wiratmo.

I Wayan Sudarma dari PPLH Unud mengingatkan Perda ini rohnya harus penyelamatan lingkungan. “Idealnya tetap menjaga tapi dalam implementasi tak mudah,” ingatnya. Ia berharap ada penyederhanaan izin tapi memastikan tak menyalahi tata ruang wilayah. Kritik lainnya pada Perda ini, kenapa judulnya pengelolaan tapi lebih fokus pada izin. Ia juga memberi catatan soal mekanisme reklamasi pasca tambang. “Membentuk kubangan jika ditinggalkan akan berisiko, apakah ditetapkan sumber bahan baku untuk reklamasi? Ini perlu kajian lingkungan lagi. Agar tak memindahkan masalah,” paparnya.

Made Sara, Sekretaris PPLH Unud mengingatkan daerah pertambangan biasanya milik negara, namun di Bali kebanyakan lahan milik masyarakat. Bagaimana ini akan dikendalikan misalnya terkait masalah lingkungan yang akan muncul.

 

Salah satu penjual pasir dan batuan di Jl Bypass Mantra. Ada banyak penjual sirtu di kawasan ini. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) Bali menyebut Bali tidak memiliki sumberdaya alam pertambangan yang sifatnya strategis seperti migas dan batubara maupun pertambangan vital seperti emas dan tembaga. Bali hanya memiliki bahan galian Golongan C yaitu beberapa mineral anorganik. Misalnya batu kapur, pasir dan batu (sirtu), andesit, padas, tanah urug, tanah liat, batu lahar, batu tabas, dan batu apung.

Kegiatan penggalian galian golongan C di Bali pada tahun 2009 dilakukan oleh 1.1.098 pengusaha, tersebar di seluruh kabupaten/kota namun sebagian besar yaitu 91,07% dilakukan oleh pengusaha yang tidak memiliki izin. Usaha penggalian terbanyak terdapat di Kabupaten Gianyar dan tanpa izin. Usaha penggalian di daerah ini berupa penggalian tanah urug, tanah liat, dan batu padas.

Penambangan di Kabupaten Karangsem, Bangli, dan Klungkung yang merupakan pusat penggalian sirtu juga sebagian besar dilakukan oleh usaha illegal atau non Surat Izin Penambangan Daerah (SIPD). Hasil tambang terbanyak adalah sirtu sebesar 47,33% dan batu kapur 41,25%. Sirtu terutama dihasilkan di Kabupaten Karangasem (95,88%) yang dilakukan pada 29 lokasi dan batu kapur dari Kabupaten Badung (99,41%) yang dilakukan pada 9 lokasi. Laporan SLHD 2015 tak menyantumkan data terbaru terkait penambangan. Hanya mencatat sisa potensi bahan galian golongan C sebesar 13,94 miliyar meter kubik.

Ada juga penambangan pasir putih di laut. Dokumen rancangan Perda RZWP3K menyebutkan kegiatan pertambangan pasir laut di Bali dimulai sejak tahun 2005 sampai 2009 yang diperuntukkan bagi konservasi pantai melalui Proyek Pengamanan Pantai Bali Selatan. Pasir tersebut digunakan untuk mengisi kembali pantai-pantai yang mengalami erosi (sand nourishment) di Pantai Sanur, Nusa Dua dan Kuta. Jenis pasir laut yang ditambang yaitu pasir putih. Lokasi penambangan pasir laut pada saat itu di perairan selatan Nusa Dua, Kabupaten Badung.

Selanjutnya dalam rangka pengembangan Bandara Internasional Ngurah Rai yang memerlukan reklamasi dilakukan penambangan pasir laut di lepas pantai Sawangan, Kuta Selatan. Luas area pertambangan pasir laut di lokasi tersebut yaitu 421 ha.

 

Exit mobile version