Mongabay.co.id

Gubernur DKI Jakarta Diragukan Komitmennya pada Reklamasi

 

Kinerja Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dinilai tidak serius dalam mengawal masa depan restorasi Teluk Jakarta yang menjadi harapan besar masyarakat pesisir yang ada di sekitar kawasan tersebut. Padahal dengan restorasi, nelayan di Teluk Jakarta berharap bisa kembali menangkap ikan seperti sebelum proyek reklamasi dilaksanakan.

Ketidakseriusan kinerja Gubernur, menurut Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), terlihat dari kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang berani menerbitkan izin mendirikan bangunan (IMB) untuk 932 proyek yang ada di pulau D, salah satu pulau hasil reklamasi. Kebijakan tersebut dikecam, karena setahun lalu, Gubernur DKI justru yang menyegel seluruh proyek dan bangunan yang ada di lahan eks reklamasi.

Adapun, 932 IMB yang sudah diterbitkan Pemprov DKI, menurut Sekretaris Jenderal KIARA Susan Herawati, terdiri dari 409 rumah tinggal, 212 rumah kantor, dan 311 bangunan lainnya yang belum selesai. Penerbitan IMB tersebut, tak hanya menegaskan komitmen Gubernur DKI, namun juga menegaskan bahwa kinerja tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) sama tidak jelasnya.

“Mereka tidak bekerja serius untuk masa depan restorasi Teluk Jakarta sekaligus keberlanjutan kehidupan ribuan nelayan di Teluk Jakarta,” ungkapnya dalam keterangan resmi yang diterima Mongabay, Jumat (14/6/2019).

baca : Gubernur DKI Jakarta Tak Serius Hentikan Reklamasi Teluk Jakarta?

 

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meletakkan batu pertama pembangunan Jalur Jalan Sehat dan Sepeda Santai (Jalasena) di Kawasan Pantai Kita, Kelurahan Kamal Muara, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, Minggu (23/12/2018). Jalan tersebut merupakan penghubung ke pulau reklamasi di Teluk Jakarta. Foto: Sudin Kominfotik Jakarta Utara/beritajakarta.id/Mongabay Indonesia

 

Dengan terbitnya IMB untuk 932 proyek bangunan di pulau D, Susan menyebutkan, Gubernur DKI beserta timnya menunjukkan tidak punya iktikad baik untuk memulihkan Teluk Jakarta. Bahkan, dengan penerbitan IMB tersebut, di masa mendatang kehidupan 25 ribu nelayan di Teluk Jakarta beserta mata pencahariannya akan semakin terancam.

Menurut Susan, penerbitan IMB untuk 932 proyek bangunan, terbukti sudah melawan putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia No.3/2010 yang di dalamnya disebutkan pelarangan melaksanakan privatisasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Seharusnya, dengan adanya putusan MK tersebut, Pemprov DKI mempertimbangkan penerbitan IMB di pulau eks reklamasi.

Selain putusan MK, Susan menambahkan, proyek reklamasi di Teluk Jakarta juga terbukti melanggar hukum dan bertentangan dengan sejumlah undang-undang. Di antaranya adalah Undang-Undang No.27/2007 jo UU No.1/2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, dan UU No.32/2009 tentang Pengelolaan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

 

Hentikan Reklamasi

Agar pelanggaran yang sudah dilakukan tidak terus berlanjut, menurut Susan, Gubernur DKI Jakarta hanya memiliki dua pilihan, yaitu melanjutkan proyek reklamasi atau menghentikannya. Kalau pilihan pertama yang diambil, maka proyek reklamasi harus dilanjutkan melalui penerapan peraturan daerah (Perda) rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (RZWP3K).

“Tidak ada pilihan lain, kecuali menghentikan proyek reklamasi Teluk Jakarta yang terbukti sudah merusak ekosistem Teluk Jakarta dan merugikan nelayan,” sebutnya.

Akan tetapi, Susan menambahkan, kalaupun Gubernur memilih untuk melanjutkan reklamasi, maka dia sudah melawan masyarakat, terutama masyarakat pesisir yang tinggal di sekitar Teluk Jakarta. Dengan menghentikan reklamasi, maka Teluk Jakarta akan dipulihkan melalui restorasi dan itu berarti masyarakat memiliki harapan baru untuk kehidupan lebih baik.

“Reklamasi Teluk Jakarta adalah persoalan bersama. Mari terlibat aktif memantau hal ini karena karena konstitusi memandatkan bahwa kekayaan alam yang terdiri dari tanah, air, udara, dan apapun yang terkandung di dalam tanah harus dikelola oleh negara dan ditujukan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat,” pungkas dia.

baca juga : Penghentian Reklamasi Teluk Jakarta Harus Dikawal Masyarakat Pesisir

 

Sebuah kapal nelayan melintas di perairan Teluk Jakarta, Muara Angke, Jakarta Utara. Teluk Jakarta mengalami tekanan lingkungan yang tinggi, salah satunya karena proyek reklamasi. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Indikasi ketidakseriusan Anies Baswedan dalam mengawal reklamasi Teluk Jakarta, menurut Susan, mulai terlihat setelah dia menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Saat itu, dia hanya membatalkan 13 pulau buatan, sementara 4 pulau lainnya tidak dibatalkan status hukumnya. Kebijakan yang dinilai sangat tidak masuk akal itu, menjadi penanda bahwa ada yang tidak beres dalam kasus tersebut.

“Padahal, empat pulau buatan ini telah melanggar hukum, merusak lingkungan, merugikan kehidupan nelayan di Teluk Jakarta,” tuturnya.

Selain KIARA, kecaman juga diungkapkan sejumlah anggota DPR DKI Jakarta pasca penerbitan IMB 932 bangunan oleh Gubernur DKI Anies Baswedan. Para wakil rakyat tersebut mengaku kecolongan dengan kebijakan tersebut, karena DPRD hingga saat ini masih belum mengesahkan rancangan perda tentang RZWP3K.

Mengutip Tempo.co pada Kamis (13/6/2019), Sekretaris Komisi D DKI Jakarta Pandapotan Sinaga mengaku masih terus mencari informasi tentang keputusan penerbitan IMB di pulau eks reklamasi. Selain dia, Ketua Fraksi PDIP DKI Jakarta Gembong Warsono juga bersikap sama karena penerbitan IMB mencerminkan inkonsistensi dari kepemimpinan Anies Baswedan.

“Lalu sekarang dia menerbitkan sertifikat IMB, itu alat hukumnya apa? Sementara Perda zonasi sampai hari ini belum selesai,” ujarnya.

Diketahui, Pemprov DKI Jakarta diduga menerbitkan IMB secara diam-diam untuk 932 proyek bangunan yang ada di pulau D atau pulau Maju. Penerbitan tersebut dinilai melanggar, karena Perda tentang RZWP3K hingga saat ini belum disahkan oleh DPRD DKI Jakarta. Perda tersebut menjadi payung hukum untuk kelanjutan dari proyek reklamasi dan turunannya.

Sementara, Kepala Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMTPSP) DKI Jakarta Benni Agus merilis informasi bahwa IMB yang diterbitkan untuk 932 proyek bangunan, sudah diproses perizinannya sejak Desember 2018 atau enam bulan setelah Pemprov DKI menyegel hampir 1.000 bangunan mewah yang ada di atas lahan hasil reklamasi.

menarik dibaca : Ada Kejanggalan dalam Prosedur Pencabutan Moratorium Reklamasi Teluk Jakarta, Seperti Apa?

 

Sejumlah nelayan menyegel Pulau G, salah satu pulau hasil reklamasi di Teluk Jakarta. Mereka menyegel pulau buatan tersebut karena menolak reklamasi Teluk Jakarta yang merugikan mereka, Foto : Sapariah Saturi/Mongabay Indonesia

 

Sesuai Prosedur

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang merilis keterangan resmi pada Kamis (13/6/2019), menerangkan bahwa IMB adalah bukan soal reklamasi berjalan atau berhenti, akan tetapi itu adalah tentang pemanfaatan lahan hasil reklamasi dengan cara mendirikan bangunan. Jadi, diterbitkan atau tidak IMB, kegiatan reklamasi sudah berhenti.

Tentang tuduhan publik yang menyebut penerbitan IMB dilakukan secara diam-diam, Anies membantah dengan tegas. Menurutnya, semua proses sudah dijalani dengan benar, meskipun semuanya tidak diumumkan. Dengan demikian, semua pemohon IMB akan diproses perizinanannya, jika memang sesuai dengan ketentuan yang ada.

“Jadi ini bukan diam-diam, tapi memang prosedur administratif biasa,” tegas dia.

Tentang alasan pemberian IMB kepada bangunan yang sudah ada di atas pulau hasil reklamasi, dan bukan dibongkar, menurut Anies, itu juga sudah sesuai dengan prosedur yang ada. Kata dia, sebelum menjabat sebagai Gubernur, ada sekitar seribu unit rumah yang telah dibangun tanpa IMB pada periode 2015-2017. Bangunan tersebut ada dipayungi Peraturan Gubernur No.206/2016 tentang Panduan Rancang Kota (PRK).

Anies menyebutkan, bangunan-bangunan yang sudah ada tersebut kenyataannya terbukti melanggar karena tidak ada IMB dalam prosesnya. Jika kemudian Pergub yang menjadi payung hukum bangunan-bangunan tersebut dicabut dan bangunannya dibongkar, maka itu tidak saja sekedar menghilangkan bangunan, namun juga kepastian hukumnya juga dihilangkan.

“Bayangkan jika sebuah kegiatan usaha yang telah dikerjakan sesuai dengan peraturan yang berlaku pada saat itu bisa divonis jadi kesalahan, bahkan dikenai sanksi dan dibongkar karena perubahan kebijakan di masa berikutnya. Bila itu dilakukan, masyarakat, khususnya dunia usaha, akan kehilangan kepercayaan pada peraturan gubernur dan hukum. Efeknya peraturan Gubernur yang dikeluarkan sekarang bisa tidak lagi dipercaya, karena pernah ada preseden seperti itu,” papar dia.

Anies kemudian menjelaskan tentang lanjutan proses penerbitan IMB bagi 932 proyek bangunan di pulau D. Menurut dia, setelah Pemprov DKI menyegel seluruh bangunan pada tahun lalu, proses hukum kemudian dilakukan oleh penyidik dan kemudian dibawa ke pengadilan. Setelah itu, kemudian ada keputusan dari pengadilan bahwa pemilik bangunan melanggar dan harus membayar denda sesuai perda yang berlaku.

“Itu juga yang terjadi pada pihak swasta yang melakukan pelanggaran IMB di kawasan hasil reklamasi. Mereka dihukum denda oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Setelah itu, mereka mengurus IMB sebagaimana pengurusan IMB kegiatan pembangunan lainnya di seluruh wilayah DKI,” tutur dia.

 

Exit mobile version