Mongabay.co.id

Padi Ratun R5, Sekali Tanam Lima Kali Panen

 

 

Sawah seluas 12 hektar di kawasan Puspa Agro, Jemundo, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, mendadak ramai. Panen Padi Ratun R5, yang ditemukan dan dikembangkan oleh Koos Kuntjahjo dan Aswin, bekerja sama dengan PT. Jatim Graha Utama selaku BUMD pengelola Puspa Agro, penyebabnya.

Padi Ratun R5 disebut jenis unggul. Alasannya, memberikan solusi kebutuhan beras, serta mengurangi subsidi pupuk yang selama ini menjadi beban pemerintah daerah di sektor pertanian.

Koos Kuntjahjo mengutarakan, uji coba penanaman hingga panen padi ini baru dilakukan di Sidoarjo. Hasilnya, sungguh menggembirakan. “Ini panen ke lima dalam setahun. Dengan waktu panen dua bulan, hasil yang diperoleh lebih banyak, dan mengurangi pemakaian pupuk buatan hingga 50 persen,” terangnya, Senin [17/6/2019].

Baca: Gelebak Dalam, Desa Sentra Padi yang Berjuang Mandiri

 

Seorang petani perempuan tampak menanam padi di sawah. Foto: Rhett Butler/Mongabay

 

Metode tanamnya, kata Koos, hanya sekali tabur benih. Tidak ada penamanan kembali setelah panen. Dengan ketinggian tertentu untuk batang padi, pengaturan air serta media tanam yang telah disiapkan, kualitasnya sama seperti padi pokoknya. “Tanah tidak diolah lagi, dipotong ukuran tinggi tertentu, air tertentu juga, pupuknya juga tidak banyak. Pokoknya umur dua bulan panen,” ujarnya.

Koos mengatakan, fungsi R5 pada Padi Ratun memungkinkan terjadinya vegetatif dan generatif pada waktu bersamaan. Ide ini muncul atas keprihatinan impor beras dan rendahnya kesejahteraan petani.

“Biasanya dalam satu tahun panen dua kali, banyak waktu jeda yang petani penggarap dan buruh tani tidak memiliki pendapatan. Dengan varietas ini, diharapkan kesejahteraannya meningkat karena padi dipanen sampai lima kali setahun,” paparnya.

Baca: Tanam Padi di Areal Genangan, Kenapa Tidak?

 

Ketahanan pangan nasional berawal dari ketersediannya padi yang harus diperhatikan pengelolaannya. Foto: Rhett Butler/Mongabay

 

Direktur Jatim Graha Utama [JGU] Mirza Mutakin, selaku pengelola Puspa Agro mengatakan, teknologi R5 pada padi ini memanfaatkan sekam bakar dan beberapa campuran zat alam lain. Tentunya, tidak memotong habis batang padi yang hendak dipanen pertama kalinya. Hasil panennya diakui mampu meningkatkan produksi pertanian sampai dua kali lipat tanpa perlu menanam dari awal.

“R5 berbasis sekam bakar, dicampur zat perekat berupa kapur pertanian dan beberapa zat bebatuan yang ada di Jawa Timur. Bila setahun rata-rata dua kali panen, hasil pokoknya sekitar 12-14 ton per tahun, per hektar. Dengan Padi Ratun, hasilnya sekitar 24-34 ton setahun,” katanya.

Secara umum, ratun, salibu, atau singgang, merupakan metode menanam padi yang tumbuh atau ditumbuhkan dari batang pertama padi yang telah dipanen pertama kali. Petani dapat memanen dengan produksi berkisar 40-60 persen dari panen tanaman utama, atau tanaman pokoknya.

 

• Padi Ratun R5 merupakan jenis unggul, ditanam sekali bisa lima kali panen dalam setahun. Foto: Petrus Riski/Mongabay Indonesia

 

Dari uji coba di kawasan Puspa Agro, didapatkan Padi Ratun dengan menggunakan media tanam R5 dapat mewujudkan pola 1 kali tanam dengan 4 kali panen. Hasil panen rata-rata sama dengan panen awal atau pokoknya.

“Secara bertahap juga memulihkan kerusakan tanah sawah akibat penggunaan pupuk kimia terus menerus selama ini. Penggunaan R5 sebagai campuran media tanam pada sawah, menurunkan kebutuhan pemakaian pupuk urea dan NPK sampai 50 persen,” paparnya.

Kegunaan R5 sebagai campuran media tanam juga baik dan efektif pada polybag, untuk sistem pertanian perkotaan ketika lahan untuk menanam terbatas. “Di pedesaan, model ini bisa memanfaatkan pekarangan. Teknologi R5 kami yakini akan mampu meningkatkan hasil produksi pertanian dengan biaya produksi minimal,” ujar Mirza.

Baca juga: Suksesnya Minapadi di Indonesia, Jadi Rujukan ke Seluruh Dunia

 

Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, hadir pada panen raya Padi Ratun R5. Inovasi diharapkan dapat menyiasati persoalan ketahanan pangan. Foto: Petrus Riski/Mongabay Indonesia

 

Inovasi

Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, yang hadir pada panen raya tersebut mengatakan, inovasi teknologi melalui kegiatan research and development sangat dibutuhkan, untuk menyiasati persoalan ketahanan pangan nasional.

Penggunaan metode dan teknologi R5 pada Padi Ratun, menurut Khofifah, layak dikembangkan selain di Sidoarjo. Selain itu, berkurangnya lahan pertanian dan berubah fungsi menjadi kawasan industri atau permukiman, harus diatasi dengan model intensifikasi pertanian, termasuk penggunaan media tanam polybag.

“Untuk ekstensifikasi lahan di Jawa Timur, hampir bisa dikatakan impossible, maka yang harus dilakukan adalah intensifikasi. Maka, inovasi-inovasi menjadi penting, termasuk yang sekarang kita lakukan ini,” katanya.

Khofifah juga mengajak daerah-daerah lain untuk menerapkan Padi Ratun R5. Dengan begitu, para petani dan gapoktan [gabungan kelompok tani] dapat merasakan satu kali tanam lima kali panen.

“Ini panen ke lima, dengan kualitas dan volume sama. Satu hektar rata-rata 6-7 ton, diharapkan mampu mengatasi masalah kemiskinan di Jawa Timur,” tandasnya.

 

 

Exit mobile version