Mongabay.co.id

Cuaca Dingin melanda  NTT. Apa Penyebabnya?

 

Hari menjelang senja. Jalanan di kota Maumere ibukota kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT), yang biasanya ramai kendaraan perlahan sepi. Tidak banyak orang yang beraktifitas di luar rumah.

Beberapa orang yang beraktivitas di luar rumah termasuk Maria Wiliborda Parera dan Romana Reto mengenakan sarung kain tenun ikat atau jaket.

“Cuaca saat ini sangat dingin, apalagi saat subuh dan menjelang senja hingga malam hari. Sesekali angin bertiup sedikit kencang sehingga membuat badan bisa menggigil kedinginan,” sebut Maria kepada Mongabay Indonesia, Kamis (27/6/2019).

Romana menimpali cuaca lebih dingin terjadi di kampungnya di wilayah pegunungan kecamatan Waiblama. Masyarakat pun ke kebun agak siang dan pulang menjelang senja.

“Sore hari tidak ada lagi orang di luar rumah. Dan mulai menyalakan perapian di dapur untuk menghangatkan badan,” tuturnya.

baca : Mengapa Embun Beku Dieng Muncul Lebih Dini?

 

Romana Reto (kiri), Karmila dan Maria Wiliborda Parere (kanan) warga kota Maumere memakai kain tenun ikat di rumah karena cuaca dingin yang melanda kota Maumere, Sikka, NTT. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

  

Lebih Dingin

Suhu di kota Maumere Kamis (27/6/2019) saat subuh dan malam tercatat berkisar 22°C hingga 23°C. Sedangkan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) meramalkan suhu kota Maumere, hari itu, berkisar 21°- 32°C.

Kepala Stasiun Klimatologi Kelas II BMKG Kupang Apolinaris Samsudin Geru, kepada Mongabay-Indonesia, Kamis (27/6/2019) menjelaskan suhu dingin memang melanda beberapa kota di NTT.

Wilayah kota Ruteng, kabupaten Manggarai, memiliki suhu terendah disusul kota Bajawa kabupaten Ngada, Soe  kabupaten Timor Tengah Selatan, Maumere kabupaten Sikka, Larantuka kabupaten Flores Timur dan Rote kabupaten Rote Ndao.

Suhu minimum Kota Ruteng dan Bajawa bisa mencapai 10°C  karena ketinggiannya diatas 800 mdpl. Sementara kota Kupang dan lainnya di pesisir pantai mencapai 22°Celsius atau menurun dari biasanya yang berkisar 25°C – 28°C.

“Daerah-daerah di pesisir pantai tidak mungkin sampai 10 derajat Celsius,” terangnya.

Suhu dingin, jelas Apolinaris, akibat aliran massa udara (monsoon) dingin dan kering dari Australia ke wilayah NTT, mengakibatkan suhu lebih dingin, apalagi di daerah pegunungan NTT. Secara klimatologis, monsoon dingin Australia terjadi pada Juni hingga Agustus yang merupakan periode puncak musim kemarau di wilayah selatan ekuator.

“Akibat Monsoon dingin Australia ini berdampak pada suhu udara musim kemarau di NTT akan lebih dingin dari biasanya bahkan saat musim hujan. Perubahan iklim ini fenomena biasa bukan sesuatu yang langka,” terangnya.

baca juga : Embun Beku Dieng Sudah Mulai Turun, Mungkinkah Skalanya Meluas Saat Puncak Kemarau?

 

Citra Himawari-8 WE menampilkan kondisi kelembaban atmosfer pada lapisan menengah hingga atas, sebagai bahan pembentukan awan. Warna coklat menunjukkan kondisi kering dan warna biru menunjukkan kondisi basah. Sumber : BMKG/Mongabay Indonesia.

 

Tidak adanya tutupan awan, lanjutnya, menyebabkan radiasi balik gelombang suhu pada malam hari semakin kuat dan lebih banyak dilepas langsung ke atmosfer. Akibatnya, permukaan tanah dan atmosfer bagian bawah lebih cepat mendingin.

Angin kencang di sebagian wilayah NTT akibat puncak musim kemarau, puncak Monsoon di Australia dan perbedaan tekanan udara tinggi antara benua Australia dan benua Asia termasuk Indonesia dan NTT

“Kalau di Australia tekanan udaranya tinggi sekitar 1.030 milibar, sementara di Indonesia berkisar 1.000 milibar. Kecepatan angin maksimum 15-25 knots,” terang Apolinaris.

  

Puncaknya Agustus

Selama musim kemarau, kandungan uap air di udara menjadi rendah sehingga kelembaban udara cenderung rendah. Tutupan awan yang relatif sedikit mengakibatkan pantulan panas bumi yang diterima dari sinar matahari tidak tertahan oleh awan, tetapi langsung terbuang dan hilang ke angkasa pada malam hari.

Tidak adanya tutupan awan kata Apolinaris, membuat energi tersebut akan diteruskan secara besar-besaran ke luar angkasa. Dampaknya mengakibatkan bumi akan menjadi lebih dingin.

Forecaster Stasiun Meteorologi Frans Sales Lega Manggarai, Dyah Safitri Maharani, menjelaskan, pada Juni 2019  suhu udara di kota Ruteng terasa lebih dingin. Ini merupakan fenomena normal yang memang biasa terjadi setiap tahunnya.

Suhu dingin di kota Ruteng, kata Dyah, memang lebih dingin dan signifikan.Hal ini mengingat kot Ruteng berada di ketinggian 1.070 meter di ats permuakaan laut.

“Suhu dingin di kota Ruteng mulai terjadi semenjak 14 Juni hingga akhir bulan Juni. Suhu berkisar antara 9-13°C dengan suhu terendah sebesar 9,2°C pada 15 Juni 2019,” jelasnya.

menarik dibaca : Inilah 8 Tempat Hidup Terdingin Manusia di Dunia

 

Masyarakat dusun Toba desa Roga, kecamatan Ndona Timur, Ende, NTT yang berada di lereng Gunung Kelimutu, merupakan daerah dataran tinggi dan bersuhu dingin. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Sedangkan Dodo Gunawan, Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim BMKG kepada Mongabay-Indonesia mengatakan perubahan suhu lebih dingin di beberapa wilayah Indonesia termasuk NTT menandakan masuknya musim kemarau yang umumnya duhu lebih dingin pada malam hingga subuh.

Hal ini kata Dodo dikarenakan proses radiasi balik dari bumi ke angkasa tidak terhalang awan.  Makin cerah langit pada siang hari akan terasa panas dan malamnya  akan semakin dingin.

Kondisi ini berlangsung sepanjang musim kemarau. Puncaknya  rata-rata terjadi pada Agustus. Fenomena ini pun lumrah terjadi.

“Sebenarnya hal yang biasa terjadi. Hanya besar kecilnya fluktuasi ini menandakan variabilitas iklim dan sekarang ditambah sebagai dampak perubahan iklim dimana rentang ekstrim menjadi besar,” terangnya.

  

Waspada Kekeringan

Suhu dingin di Maumere Kamis (27/6/2019) mencapai 22°C. Hari Jumat (28/6/2019) cuaca di kota Maumere cerah berkisar antara 21-22°C. Sementara kota Ruteng Manggarai berkisar 11-16°C dan Kupang antara 20-24°C.

Deputi Bidang Klimatologi BMKG Herizal, dalam rilisnya Selasa (25/6/2019) menyebutkan, monitoring perkembangan musim kemarau berdasarkan luasan wilayah menunjukkan 35% wilayah Indonesia telah memasuki musim kemarau dan 65% wilayah masih mengalami musim hujan.

Wilayah yang telah memasuki musim kemarau meliputi pesisir utara dan timur Aceh, Sumatera Utara bagian utara, Sumatera bagian selatan, Jawa, Bali, NTB, NTT, Kalimantan bagian tenggara, pesisir barat Sulawesi Selatan, pesisir utara Sulawesi Utara, pesisir dalam perairan Sulawesi Tengah, sebagian Maluku dan Papua bagian selatan.

Musim kemarau tidak berarti tidak ada hujan sama sekali. Beberapa daerah diprediksikan masih berpeluang hujan. Pada umumnya prospek akumulasi curah hujan 10 harian ke depan, berada pada kategori Rendah (<50 mm dalam 10 hari).

“Meski demikian beberapa daerah masih berpeluang mendapatkan curah hujan kategori memengah dan tinggi,” ungkap Herizal.

menarik dibaca : Di Ketinggian Pegunungan Himalaya yang Beku, Tanaman-tanaman ini Tumbuh

 

Kawasan pesisir di kecamatan Solor Barat, pulau Solor, kabupaten Flores Timur, NTT, mulai mengalami kekeringan saat musim kemarau pada Juni 2019. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Curah hujan kriteria menengah (50-150 dalam 10 hari) diprakirakan dapat terjadi di pesisir Aceh, Sumatera Barat, Bengkulu, Sumatera Selatan bagian barat, Jambi bagian barat, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah bagian utara, Sulawesi bagian tengah, Papua Barat bagian utara dan Papua bagian utara.

“Curah hujan kriteria Tinggi (>150 dalam 10 hari) diprakirakan dapat terjadi di pesisir timur Sulawesi Tengah dan Papua bagian tengah,” terangnya.

Pantauan BMKG dan beberapa lembaga internasional terhadap anomali iklim global di Samudera Pasifik, kata Herizal, menunjukkan kondisi El Nino lemah. Sedangkan Anomali SST di wilayah Samudera Hindia menunjukkan kondisi Indian Ocean Dipole (IOD) positif. Kondisi ini diperkirakan akan berlangsung setidaknya hingga Desember 2019.

Masyarakat diimbau agar waspada dan berhati-hati terhadap kekeringan yang bisa berdampak pada sektor pertanian dengan sistem tadah hujan. Selain itu  pengurangan ketersediaan air tanah (kelangkaan air bersih) serta peningkatan potensi kemudahan terjadinya kebakaran.

 

Peta peringatan dini kekeringan klimatologi tahun 2019. Sumber : BMKG/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version