Mongabay.co.id

Jawa Timur Pastikan Tangani Masalah Sampah Impor

 

 

Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah meminta Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman serta Kementerian Perdagangan, untuk merevisi Peraturan Menteri Perdagangan terkait impor sampah kertas yang di dalamnya terdapat sampah plastik.

Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengaskan, regulasi Peraturan Menteri Perdagangan dapat menimbulkan multi-tafsir. Alasannya, impor sampah kertas sebagai bahan baku industri kertas disusupi sampah plastik yang menimbulkan persoalan lingkungan.

“Kami sudah menyampaikan ke Kemenko Maritim, karena perizinannya ada di Kemendag, tidak di Pemprov Jatim. Lembaga surveyor juga bukan dari kami,” jelasnya, Selasa [11/6/2019].

Menurut Khofifah, surveyor seharusnya memberikan sanksi tegas bila barang impor perusahaan tidak sesuai nota.

“Bu Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan jelas mengatakan, kalau ada sampah plastik impor dan terbukti, maka kembalikan ke negara asal. Pak Luhut juga minta, peraturan yang ada direvisi. Lembaga survei yang melakukan penelitian saat barang masuk, juga harus bertanggung jawab,” ujarnya.

Pada Rabu, 19 Juni 2019, Khofifah meninjau lokasi pembuangan sampah plastik di Desa Bangun, Kecamatan Pungging, Kabupaten Mojokerto. Saat berdialog dengan sejumlah warga, dia berpesan agar masyarakat memperhatikan kesehatan saat memilah sampah plastik.

“Kalau uang banyak tapi panjenengan [Anda] sakit ya buat apa,” tuturnya.

Baca: Setelah Surabaya, Pemerintah akan Kembalikan Sampah di Batam ke Negara Asal

 

Sobekan uang kertas mata uang asing ditemukan di antara tumpukan sampah impor di Desa Bangun, Kecamatan Pungging, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Foto: Petrus Riski/Mongabay Indonesia

 

Sampah impor

Khofifah juga mengunjungi PT. Pakerin [Pabrik Kertas Indonesia], tidak jauh dari Desa Bangun. Tujuannya, mengajak semua industri kertas memastikan, bahan baku yang diimpor benar-benar sampah kertas, tanpa material lain.

Sesuai aturan, industri penerima kertas bekas dapat mengembalikan ke negara pengirim, bila ditemukan material selain kertas. Seperti, bahan berbahaya beracun [B3] yang akan menjadi masalah serius di Jawa Timur dan Indonesia secara umum.

“Pemerintah, industri, dan seluruh masyarakat harus bekerja sama, mencarikan solusi persoalan sampah plastik yang menjadi ikutan sampah kertas impor.”

Khofifah menambahkan, incinerator yang dimiliki PT. Pakerin harus difungsikan untuk menghancurkan sampah plastik. “Ini PR kita mencarikan solusi, sehingga masyarakat punya opsi mendapatkan sumber income baru.

“Kalau ada pelanggaran karena prosentase sampah ikutan terlalu tinggi, kita lihat aturannya. Kepada masyarakat kita sampaikan juga, kita punya solusi. Karena, selama ini masyarakat mendapatkan penghasilan dari sampah plastik, lalu sekarang dilarang,” terang Pungkasiadi, Plt. Bupati Mojokerto.

Baca: Ketika Sampah Impor Banjiri Jawa Timur

 

Sejumlah anak bermain di tumpukan sampah plastik di Desa Bangun, Kecamatan Pungging, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Foto: Petrus Riski/Mongabay Indonesia

 

Steven, Direksi PT. Pakerin menjelaskan, kapasitas pabriknya yang mengolah sampah kertas impor sebanyak 1.500 ton per hari. Semula hanya 50 ton per hari, awal berdiri 1978. Produksi rata-rata per bulan mencapai 30.000 ton kertas packaging, yang sebagian besar bahan bakunya impor.

“Biasanya didapat dari pemulung, tapi karena keterbatasan [pasokan] lokal, impor kertas bekas dilakukan,” paparnya.

Di lokasi ini terdapat tumpukan kertas bekas dari berbagai negara, seperti Italia, Inggris, Jerman, Yunani, Belgia, Cyprus, Irlandia, hingga Belanda. “Kebanyakan impor kami dari negara-negara Eropa,” ujar Steven.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Diah Susilowati, kepada media mengatakan, bulan ini ada lima kontainer sampah asal Australia yang akan dikembalikan. Ini menyusul lima kontainer sampah asal Amerika Serikat yang dikembalikan oleh Bea Cukai dan KLHK, pada 14 Juni 2019 melalui Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.

Terpisah, Ketua Departemen Hukum Internasional, Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, Iman Prihandono menjelaskan, perusahaan importir serta pemerintah harus tanggung jawab atas masuknya jenis sampah yang tidak diizinkan itu. “Sampah-sampah harus dipulangkan ke negara asal,” terangnya, Senin [18/6/2019].

Iman menambahkan, pemerintah mempunyai kewenangan mengirim balik sampah impor, bila dalam 30 hari negara asal tidak mengambil barangnya. Sanksi hukum harus diberikan ke pemegang izin impor dengan mencabut izinnya. “Harusnya sampai ke izin usaha dicabut,” ujarnya.

Baca juga: Gerak Cepat Gubernur Khofifah Tangani Sampah Popok di Sungai Brantas, Seperti Apa?

 

Sampah plastik kemasan asal luar negeri yang dipamerkan pada sebuah diskusi tentang sampah plastik impor di Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya. Foto: Petrus Riski/Mongabay Indonesia

 

Penuhi Jawa Timur

Tercatat, sekitar 12 pabrik kertas di Jawa Timur menggunakan bahan baku kertas impor. Ada 10 negara terbesar pengekspor yaitu Amerika Serikat, Italia, Inggris, Korea Selatan, Australia, Singapura, Yunani, Spanyol, Belanda, dan Selandia Baru. Temuan Ecoton menyebutkan, terdapat 35 persen sampah plastik serta sampah rumah tangga lain yang menyusup ke sampah kertas yang dikirim ke Indonesia, tak terkecuali Jawa Timur.

Data BPS 2019 menunjukkan, terdapat kenaikan jumlah impor sampah ke Jawa Timur dibandingkan 2014 hingga 2018. Untuk 2018, tercatat 738.665 ton. Jenis sampah kertas scrap campuran kode HS 47079000, diduga disusupi sampah plastik.

Kementerian Perdagangan bersama perusahaan importir kertas dalam naungan Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia [APKI], mengkategorikan sampah kertas impor dalam komoditas green line yang bebas pemeriksaan Bea Cukai. Ada jaminan APKI, kontaminasi sampah kertas itu kurang dari lima persen.

Direktur Eksekutif Ecoton, Prigi Arisandi mendesak pemerintah merevisi tata kelola impor sampah kertas yang bebas pemeriksaan bea cukai. “Ada dua hal, perdagangan dan tata kelola yang harus diperbaiki,” katanya.

Masuknya sampah plastik impor ke Indonesia, menurut Prigi, merupakan dampak dikeluarkannya larangan impor sampah plastik oleh Tiongkok pada 2018. Hal itu berdampak ke negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia yang merupakan penerima terbesar kedua setelah Malaysia. Indonesia, sedikitnya menerima 15.000 ton sampah plastik dari Inggris, serta sampah kertas dan plastik dari Amerika Serikat sekitar 552.000 ton pada 2018.

“Kita kena imbas.”

 

Supiati, warga Desa Desa Bangun, Kecamatan Pungging, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, memilah sampah plastik yang masih bisa dijual untuk dilebur sebagai biji plastik. Foto: Petrus Riski/Mongabay Indonesia

 

Prigi menambahkan, indikasi adanya impor sampah plastik ilegal dapat dilihat dari surat yang dikirimkan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan [LHK] Siti Nurbaya Bakar, untuk memberi rekomendasi izin impor sampah plastik non B3 bagi industri, tertanggal 1 November 2018. Temuan sampah plastik impor yang meningkat, diharapkan menjadi pertimbangan Menteri LHK untuk tidak memberikan rekomendasi.

Ecoton juga meminta Pemerintah Provinsi Jawa Timur melakukan kajian dampak perdagangan sampah impor, baik udara, air, maupun tanah. “APKI harus bersuara kalau ini juga masalah mereka, ini terkait harga diri bangsa,” ujer Prigi.

Sekjen Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) Liana Bratasida, saat dimintai komentar melalui percakapan WhatsApp, belum memberikan tanggapan.

 

Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansi mengamati sampah kertas impor dari berbagai negara Eropa, di area pabrik kertas Pakerin. Foto: Petrus Riski/Mongabay Indonesia

 

Mengais rezeki

Meski berbahaya, sampah plastik tak dipungkiri mebawa rezeki bagi warga Desa Bangun, Kecamatan Pungging, Kabupaten Mojokerto. Suami istri Saji dan Supiati, dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.

Setiap hari, mereka memilah sampah plastik untuk dikelompokkan menurut harga jual, mulai Rp800 atau Rp7.400 per kilogram. “Penghasilan tidak tentu. rata-rata dapat Rp1.600.000 sekali jual lewat pengepul,” kata Supiati.

Dari pekerjaan memilah sampah plastik, Saji mengaku pernah beberapa kali menemukan tumpukan uang kertas mancanegara dalam kondisi rusak. Bahkan, dia juga pernah menemukan uang kertas asing dalam kondisi bagus, sehingga dapat ditukarkan sesuai kurs Rupiah. “Dapat 6 lembar uang Inggris. Dollar Amerika juga pernah dapat, tapi kebanyakan sobek atau rusak,” tuturnya.

 

Foto udara yang menunjukkan lokasi pembuangan limbah cair ke Sungai Brantas. Foto: Ecoton

 

Bunaidah, warga Dukuh Ploso, Desa Bangun mengatakan hal yang sama. Setiap hari, ia memulung sampah plastic kering dan mendapat penghasilan sekitar Rp50 ribu rupiah setiap kali menjual. Bersama perempuan yang lain, ia mengumpulkan sampah

Terkait ancaman kesehatan karena harus bersentuhan langsung dengan sampah yang sangat mungkin mengandung sumber penyakit, Bunaidah mengatakan tidak masalah asalkan dapat penghasilan.

“Kalau kebersihan, debu, dan lainnya saya pakai masker. Uangnya buat anak-anak sekolah,” jelasnya.

Masuknya sampah plastik impor ke Jawa Timur menurut Hanny Ismail, dari Komunitas Nol Sampah, merupakan hal memprihatinkan di tengah persoalan nasional mengenai sampah plastik domestik. Pembuangan sampah plastik impor secara terbuka di beberapa daerah, dipastikan menambah masalah lingkungan. “Ini menunjukkan, kita belum mampu menyadarkan masyarakat melakukan efisiensi atau diet, ditambah lagi sampah impor,” tandasnya.

 

 

Exit mobile version