Mongabay.co.id

Seratusan Ribu Hektar Lahan Pertanian Kekeringan, Apa Upaya Kementan?

Foto: Tommy Apriando/ Mongabay Indonesia

 

 

 

 

Menghadapi kemarau, Kementerian Pertanian menyiapkan langkah dan strategi mengatasi kekeringan, dari pengaturan penyaluran air, tanam lahan rawa sampai salurkan bibit-bibit tanaman tahan kekeringan dan lain-lain.

Sarwo Edhy, Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian Kementan mengatakan, sebagian besar Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, sudah tidak mengalami hujan lebih 30 hari.

Dia bilang, ada lebih 100 kabupaten dan kota terdampak musim kering 2019, dengan lahan pertanian terdampak seluas 102.654 hektar dan puso 9.940 hektar.

Luas kekeringan lahan padi di Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, 101.549 hektar, antara lain, Banten 3.464 hektar, Jawa Barat 25.416 hektar, Jawa Tengah 32.809 hektar. Lalu, Yogyakarta 6.139 hektar, Jawa Timur 32.809 hektar, NTB 857 hektar dan NTT 55 hektar.

Sedang yang mengalami puso, Jawa Barat 624 hektar, Jawa Tengah, (1.893), Yogyakarta (1.757), Jawa Timur (1.893), dan NTT (15).

“Untuk mengatasi ini, kami memprioritaskan dan mengawal pemanfaatan sumber-sumber air menyuplai lahan sawah yang terdampak kekeringan. Juga segera identifikasi sumber air alternatif yang tersedia dan dapat dimanfaatkan melalui perpompaan dan irigasi air tanah dangkal,” kata Sarwo.

Menurut dia, ada 11.654 embung pertanian dan 4.042 irigasi perpompaan dibangun periode 2015-2018. Pompa air sudah teralokasi periode 2015-2018 ada 93.860. Kementan juga menyiapkan pasokan air khusus di daerah terdampak kekeringan pakai pompa air sebanyak 19.999.

“Kami berupaya manfaatkan semua pompa air di daerah dan kerahkan Brigade Alsintan (alat mesin pertanian-red) untuk membantu petani mengamankan standing crop dan memitigasi kekeringan. Juga untuk percepatan tanam seperti padi, jagung dan kedelai pada daerah yang sumber air masih tersedia dan mencukupi,” katanya.

Selain itu, Kementan akan berkoordinasi dan pengawalan monitor ketersediaan air di waduk. Juga mengutamakan jadwal irigasi pada wilayah yang standing crop terdampak kekeringan, menerapkan dan mengawal gilir-giring air pada daerah irigasi yang air terbatas. Kemudian, penertiban pompa-pompa air ilegal di sepanjang saluran irigasi utama.

“Setok pompa di dinas kabupaten segera disalurkan ke daerah-daerah terdampak kekeringan. Kita akan pipanisasi hingga bisa menyelesaikan kekeringan.”

 

Petani sawah panen. Kala kemarau panjang dan kekeringan, sawah-sawah petani terancam puso, alias gagal panen. Foto: Sapariah Saturi/ Mongabay Indonesia

 

 

Bibit tahan kekeringan

Fadjry Djufry, Kepala Badan Litbang Pertanian Kementan mengatakan, sudah menyiapkan varietas bibit unggul baru tahan kekeringan, seperti padi Inpara (inbrida padi lahan rawa). Jenis ini, katanya, sudah berkembang di beberapa lokasi di Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, dan beberapa lokasi terendam.

“Kita juga punya Inpago atau inbrida padi gogo untuk lahan-lahan padi gogo. Semua lahan-lahan kering dua minggu padi bisa adaptasi. Kita sudah petakan wilayah mana saja yang dapat ditanami padi gogo, termasuk daerah-daerah yang ketersediaan air cukup dan bisa dioptimalkan,” katanya, dalam acara diskusi di Jakarta, Senin (8/7/19).

Untuk tanaman jagung dan kedelai, Kementan juga mengembangkan bibit varietas dering (kedelai tahan kering) dan jagung tahan kering.

“Tentu kita bisa diperkenalkan ke petani. Kita tanam padi gogo, jagung tahan kering, dan kedelai tahan kering. Harapan kita, semua lahan yang potensi air masih cukup akan kita tanami.”

Asumsi petani air melimpah tanam padi. Sekarang yang penting cukup untuk kebutuhan air untuk kedelai dan jagung. Selama masih ada air bisa kita tanami. Air yang 50 mm perbulan kita tanami kedelai.”

Dia bilang, menerapkan bibit-bibit tahan kering ini biaya relatif lebih murah. Dengan menanam jenis bibit itu dalam kurun waktu dua minggu sejak penanaman, benih bisa beradaptasi dengan kemarau atau kekeringan.

Menurut Fadjry, Kementan sudah memetakan wilayah yang bisa ditanami dengan benih varietas-varietas ini.

 

Padi di ladang itu berada di rawa. Foto: Sapariah Saturi/ Mongabay Indonesia

 

 

Bertani di rawa

Sumarjo Gatot Irianto, Dirjen Tanaman Pangan Kementan, mengatakan, musim kering bisa jadi masa pengembangan lahan rawa. “Optimalisasi lahan rawa akan lebih bagus di musim seperti ini,” katanya.

Dia bilang, lahan rawa seluas 675.000 hektar dan lahan kering cukup air 2,3 juta hektar. Dengan mengoptimalisasi lahan rawa, dia berharap, bisa mengkompensasi lahan puso.

“Kami juga mengundang wilayah rawa agar mengupayakan penambahan luas tanam melalui optimalisasi potensi lahan rawa.” Rencana aksi ini, katanya, bisa dengan bantuan benih padi, jagung, kedelai, tumpang sari, optimalisasi lahan, serta bantuan peralatan pertanian.

Hingga kini, Kementan belum berpikir membuat hujan buatan mengatasi dampak kekeringan di berbagai wilayah di Indonesia. Fokusnya, pemanfaatan sumber air dan bantuan pompa.

“Anggaran untuk mitigasi ini masih kami hitung. Kami petakan butuh apa, kemudian kami kalkulasi anggaran berapa baru kami tahu jumlah yang kami butuhkan untuk atasi kekeringan ini.”

Waster Kasad Brigjen TNI Angkatan Darat Gathut Setyo Utomo mengatakan, TNI mendukung upaya Kementan mengatasi kekeringan yang melanda sebagian besar wilayah Indonesia. Bentuk dukungan riil TNI, katanya, menerjunkan personil terlibat dalam upaya itu.

Gathut mengatakan, hal yang akan dilakukan TNI adalah mengamankan standing crop supaya para petani tetap bisa panen. Juga mengawasi dan memetakan wilayah perairan.

“Hal lain juga sedang dikerjakan TNI adalah mendirikan posko mitigasi kekeringan di daerah-daerah terkena dampak, seperti Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah dan provinsi lain luar Jawa.”

Selama ini, katanya, TNI sudah pendampingan—di daerah oleh Babinsa—dalam mengawal pembagian air agar masyarakat tak saling berebut dan menjebol sumber air. “Kita juga ikut dalam mengawasi pompanisasi agar aman dan tertib.”

 

Dorong ikut asuransi tani

Dia juga mendorong petani ikut serta dalam program asuransi usaha tani padi (AUTP). Kementan menargetkan, subsidi premi AUTP pada 2019 mencapai 1 juta hektar. Hingga kini, realisasi AUTP di Jawa, Bali dan Nusa Tenggara mencapai 232.255 hektar. Lewat program AUTP, petani yang mengalami puso, akan mendapatkan kompensasi Rp6 juta per hektar. Premi sendiri Rp36.000 per hektar.

“Segera lakukan pengajuan ganti rugi bagi petani yang lahan sawah terkena puso dan terdaftar AUTP. Kami harapkan, langsung mengajukan klaim ke asuransi Jasindo.”

Sumarjo mengatakan, menghadapi kekeringan ini, Kementan akan menerapkan hal berbeda dibandingkan sebelumnya.

Sesuai arahan Menteri Pertanian, katanya, akan membentuk posko untuk patroli kekeringan sampai pada kabupaten, baik terdampak maupun potensi kekeringan.

 

Tanaman padi itu rawan gagal panen kala terkena kekeringan. Petani pun disarankan ikut asuransi tani. Foto: Sapariah Saturi/ Mongabay Indonesia

 

Sejauh ini, katanya, dampak kekeringan masih bisa diatasi. Secara umum, katanya, penyebab kekeringan selain curah hujan sedikit juga penggunaan varietas didominasi tak toleran kekeringan seperti Ciherang, IR 64 dan Mekongga.

“Untuk varietas seperti Situbagendit, relatif aman dari dampak kekeringan.  Minimnya penampung air di sekitar lahan pertanaman juga menyebabkan air tak tertampung optimal saat curah hujan tinggi hingga tak dapat dimanfaatkan saat kemarau,” katanya.

Untuk membantu wilayah puso, kata Sumarjo, perlu menginventarisir keikutsertaan asuransi petani. Kalau belum ada, Kementan akan menyiapkan bantuan benih. Begitu pula, wilayah yang terancam kekeringan dan belum puso, perlu pengakitfan pompa, mengoptimalkan sumber air terdekat seperti sungai, danau, embung, normalisasi saluran, serta penyediaan sumur pantek.

 

Prediksi BMKG

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi, sebagian besar wilayah Indonesia mengalami kekeringan. Berdasarkan hasil pemantauan curah hujan hingga 20 Juni 2019 dan prakiraan peluang curah hujan sangat rendah kurang 20 mm per 10 hari, serta telah terjadi hari tanpa hujan (HTH) berturutan pada beberapa wilayah.

Wilayah-wilayah ini berpotensi kekeringan meteorologis dengan status siaga hingga awas. Beberapa daerah kategori status awas telah mengalami HTH lebih 61 hari dan prospek hujan rendah kurang 20 mm perdasarian hingga 20 hari mendatang antara lain, sebagian besar Yogyakarta, Sampang dan Malang (Jawa Timur), Nusa Tenggara Timur, Indramayu (Jawa Barat), dan Buleleng (Bali).

Daerah status siaga antara lain, Jakarta Utara, Lebak dan Tangerang (Banten), Nusa Tenggara Barat dan sebagian besar Jawa Tengah.

“Monitoring perkembangan kemarau menunjukkan berdasarkan luasan wilayah, 35% wilayah Indonesia memasuki musim kemarau dan 65% musim hujan,” kata Herizal, Deputi Bidang Klimatologi BMKG dalam keterangan media yang diterima Mongabay.

Dia mengatakan, beberapa daerah yang masuk kemarau seperti pesisir utara dan timur Aceh, Sumatera Utara bagian utara, Sumatera bagian selatan, Jawa, Bali, NTB, dan NTT. Juga, Kalimantan bagian tenggara, pesisir barat Sulawesi Selatan, pesisir utara Sulawesi Utara, pesisir dalam perairan Sulawesi Tengah, sebagian Maluku dan Papua, bagian selatan.

“Musim kemarau tak berarti tak ada hujan sama sekali. Beberapa daerah diprediksi masih berpeluang mendapatkan curah hujan. Umumnya prospek akumulasi curah hujan 10 harian ke depan berada pada kategori rendah atau kurang dari 50 mm dalam 10 hari,” katanya.

Meski demikin, katanya, beberapa daerah masih berpeluang mendapatkan curah hujan kategori menengah dan tinggi. Curah hujan kriteria menengah, dia perkirakan, dapat terjadi di pesisir Aceh, Sumatera Barat, Bengkulu, Sumatera Selatan bagian barat, Jambi bagian barat, Kalimantan Utara, dan Kalimantan Timur.

Lalu, Kalimantan Tengah bagian utara, Sulawesi bagian tengah, Papua Barat bagian utara dan Papua bagian utara. Daerah yang berpotensi memiliki curah hujan kriteria tinggi diprediksi terjadi di pesisir timur Sulawesi Tengah dan Papua, bagian tengah.

Pantauan BMKG dan beberapa Lembaga Internasional terhadap kejadian anomali iklim global di Samudera Pasifik, katanya, menunjukkan kondisi El-Nino lemah. Sedangkan, anomali suhu muka laut (sea surface temperature/SST) di Samudera Hindia menunjukkan kondisi Indian Ocean Dipole (IOD)—serupa El-Nino– positif. Kondisi ini, diperkirakan berlangsung setidaknya hingga Oktober-November sampai Desember 2019.

IOD adalah fenomena lautan-atmosfer di daerah ekuator Samudera Hindia yang mempengaruhi iklim di Indonesia dan negara-negara lain yang berada di sekitar cekungan (basin) Samudera Hindia.

Dia meminta masyarakat, mewaspadai potensi kekeringan. Kekeringan, katanya, akan berdampak pada sektor pertanian dengan sistem tadah hujan, pengurangan ketersediaan air tanah, dan peningkatan potensi kemudahan kebakaran.

 

Keterangan foto utama: Ilustrasi. Lahan sawah yang kekeringan di Jawa, karena kemarau panjang. Foto: Tommy Apriando/ Mongabay Indonesia

 

 

 

 

Exit mobile version