Mongabay.co.id

Kurangi Limbah Medis, Mahasiswa ITS Gunakan Kombinasi Jamur

 

 

Limbah medis dari sejumlah rumah sakit dan fasilitas kesehatan di Jawa Timur, butuh penanganan serius. Sebagian besar limbah yang dibuang tersebut berupa kemasan atau wadah plastik infus.

Melalui penelitian dan pengembangan, tiga mahasiswi Departeman Kimia, Institut Teknologi Sepuluh Nopember [ITS] Surabaya, Anne Dwi Tsamarah, Lely Dwi Astuti dan Ulfa Miki Fitriana, menemukan kombinasi jamur yang dapat dipakai untuk mendegradasi limbah padat medis, terutama yang terbuat dari plastik.

Ide penelitian muncul karena persoalan limbah padat di Indonesia belum terkelola dengan baik. Selain banyaknya jumlah rumah sakit, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK] menyebut, baru tersedia enam tempat pengolahan limbah medis di Pulau Jawa dan Kalimantan.

Baca: Tidak Hanya Ganggu Kesehatan, Sampah Juga Merusak Lingkungan

 

Kombinasi jamur yang sedang diuji coba untuk mendegradasi limbah padat medis. Foto: Petrus Riski/Mongabay Indonesia

 

Anne Dwi Tsamarah yang merupakan Ketua Tim Program Kreativitas Mahasiswa [PKM] mengatakan, biodegradasi limbah padat medis menggunakan campuran jamur diharapkan menjadi solusi. Dari penelitian dan uji coba yang dilakukan, kombinasi jamur Aspergillus oryzae dan Trichoderma viride terbukti ampuh.

Proses pertama, mendapatkan sampah padat medis dahulu, kemudian mempersiapkan jamurnya, mulai dari regenerasi hingga membuat kultur padat hingga cair. “Setelah jamur tumbuh, kami menggunakannya untuk mendegradasi limbah tersebut,” papar Anne kepada Mongabay, Selasa [02/7/2019].

Metode biodegradasi digunakan untuk mengurangi dampak negatif limbah bagi lingkungan. Selama ini, pengolahannya dengan cara dibakar atau pemanasan suhu tinggi. Sebelum didegradasi, sampah plastik medis disterilkan untuk menghilangkan atau mematikan bakteri, kuman serta penyakit lainnya. Setelah itu, dipotong kecil dengan ukuran yang telah ditentukan, untuk diselanjutnya diurai menggunakan kombinasi jamur.

Baca: Jawa Timur Pastikan Tangani Masalah Sampah Impor

 

Proses inkubasi jamur yang dikombinasikan untuk mendegradasi limbah padat medis. Foto: Petrus Riski/Mongabay Indonesia

 

Pecah senyawa

Dosen pembimbing Departemen Kimia ITS, Adi Setyo Purnomo mengatakan, biodegradasi merupakan proses memecah senyawa berbahaya, menggunakan mikroorganisme menjadi senyawa yang lebih sederhana. Dengan begitu, tingkat toksisitasnya berkurang. Kombinasi jamur diyakini mengurangi limbah medis, serta sampah plastik secara umum.

“Infus paling banyak, karena ada jarum suntik dan logam lainnya,” terangnya.

Adi mengungkapkan, penggunaan mikroorganisme untuk mengurai limbah memang tidak berlangsung cepat, bila dibandingkan dengan suhu tinggi atau dibakar. Namun, cara ini diyakini lebih aman dan tidak menimbulkan kontaminan baru.

“Kalau harus hancur sendiri di alam, plastik kan tidak bisa, butuh puluhan bahkan ratusan tahun. Tapi dengan ini dapat dipersingkat, meski tidak dapat seketika. Memang harus sabar,” tuturnya.

Tren positif pengurangan berat atau massa jenis sampah plastik medis, kata Adi, diharapkan menjadi solusi yang akhir-akhir ini menjadi perhatian nasional.

“Kami akan terus kembangkan, misalkan waktunya lebih pendek lagi dengan hasil optimal. Dari hasil uji yang dilakukan, menunjukkan plastik mulai menipis. Limbah plastik dari infus mulai terdegradasi.”

Baca: Urusan Sampah, Butuh Cara Efektif Penanganannya

 

Beberapa contoh uji coba jamur yang dipakai untuk mendegradasi limbah padat medis dibandingkan dengan kombinasi dua jamur. Foto: Petrus Riski/Mongabay Indonesia

 

Anne menambahkan, penelitian yang dimulai sejak April 2019 ini, mampu mendegradasi limbah padat medis. Dari uji coba dan pengamatan, kombinasi jamur Aspergillus oryzae dan Trichoderma viride lebih mampu mendegradasi, ketimbang menggunakan salah satu saja. Kedua jamur memiliki enzim yang mampu memutus ikatan pada limbah medis padat menjadi lebih sederhana.

Catatan kami, hingga 40 persen dalam waktu 8 minggu. Namun, pada waktu tertentu, limbah medis yang terdegradasi menurun, karena hidup jamur juga ada waktunya.

“Kami terus mengembangkan dan menyelesaikan penelitian ini untuk mendapatkan hasil maksimal,” paparnya.

 

 

Exit mobile version