Mongabay.co.id

Perumahan dan Kampung Kuliner di Banyu Biru Makin Hilang Tergerus Abrasi

 

Sebuah rumah tingkat dengan konstruksi beton kini menyatu dengan pantai Pebuahan, Desa Banyubiru, Kabupaten Jembrana, Bali. Rumah itu hancur terseret ombak, mencabut pondasi cakar ayam besinya yang kuat.

Belasan jejak besi beton pun masih terserak di tepi pantai sebuah desa yang bermakna air biru ini. Sejumlah bangunan rumah masih bertahan namun bopeng sebagian. Tak bisa ditempati, menunggu gulungan ombak berikutnya. Puluhan ton batu dan ban bekas ditata depan rumah-rumah kosong itu sebagai penghalang sementara.

baca : Kala Abrasi Rusak Keindahan Pantai-pantai Bali

 

Sejumlah rumah hancur dan ditinggalkan penghuninya di Desa Banyubiru, Jembrana. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Salah satu pemilik rumah bopeng sebagian itu adalah Hajah Mutmainah, pemilik warung H. Muzaki, pedagang kuliner seafood yang masih bertahan. Ia mengaku sudah memundurkan warung belasan meter dari pantai setelah mendapat hantaman abrasi pertama. “Warung saya awalnya di sana,” Ia menunjuk sebuah mooring buoy hitam yang mengambang sekitar 30 meter di warungnya kini.

“Toiletnya empat, ada tower dan mushola,” kenangnya. Walau rumah dan warungnya kembali dihantam abrasi, ia bertahan tinggal di sana dengan suami. “Warung ini sumber penghasilan kami,” lanjut perempuan tengah baya ini. Ia mengaku menempati lahan milik negara, namun berharap kampung kuliner ikan bakar dan menu laut lain ini tak lenyap.

Korban abrasi lain yang rumahnya hilang adalah Mariam. Saat ditemui pada 2 Juli 2019, ia sedang duduk memandangi lautan dan mengawasi anak-anak yang sedang bermain pasir laut legam. Perempuan ini mengaku rumahnya sudah hilang ditelan ombak 3 tahun lalu. Ia menunjukkan dua pohon kelapa sebagai sisa-sisa halaman rumahnya.

Seperti Mutmainah, ia menunjuk belasan meter ke tengah laut sebagai titik bekas perumahan. “Air masuk, saya dan anak-anak langsung menyelamatkan diri,” kisahnya. Anak lelaki di sampingnya mengangguk, masih ingat terjangan ombak besar 3 tahun lalu itu.

Keduanya menyebut pembangunan dermaga di desa tetangga sebagai penyebab abrasi. “Seperti ember, kalau airnya penuh dimasukkin batu kan tumpah ke mana-mana,” Mutmainah menganalogikan.

baca juga : Abrasi Pesisir Terjadi, Apakah Mengancam Kedaulatan Negara?

 

Sebuah bangunan beton bertingkat hancur dihantam gelombang abrasi di Pantai Pebuahan, jejak perumahan yang hilang di pesisir Jembrana, Bali Barat. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Dua warga perempuan ini waswas saat puranam atau tilem (bulan mati) tiba, biasanya gelombang meninggi dan arus pasang. Saat ini penahan gelombang beraneka macam, mulai dari batu karang yang disusun depan rumah, batu yang ditutup jaring, dan ban-ban kendaraan.

Sebuah laporan warga pada 3 April 2019 di website pengaduan presiden Lapor.go.id, mengajukan bantuan penanggulangan bencana abrasi di kampungnya. “Saya di sini merupakan salah satu warga Banjar Pebuahan, Desa Banyubiru, Kabupaten Jembrana, provinsi Bali. Saat ini Desa Pebuahan sedang dilanda bencana abrasi, mungkin sudah beberapa tahun terakhir ini dan sudah lumayan juga banyak menghancurkan rumah warga dan akses jalan di desa,” demikian kutipan laporan ini.

Ia menyebut sudah banyak berita di koran maupun TV nasional tentang abrasi di kampungnya. Pada 2018 juga ditinjau oleh tim Komisi IV DPR RI. Kemudian sempat dipasang geotextile woven atau semacam karung penahan ombak sepanjang 80 meter yang diujicobakan Balai Wilayah Sungai Bali Penida. Pantai yang tergerus abrasi di wilayah ini disebutnya mencapai sekitar 1,5 kilometer. Ia meyakini gelombang laut bisa naik sewaktu-waktu dan semakin banyak menghancurkan infrastruktur di Desa Pebuahan seperti rumah warga, musholla, jalan desa, dan lainnya. “Mohon dibantu bapak/ibu untuk solusinya seperti apa. Jika belum bisa mendapat penanganan apa boleh tau alasannya nggih bapak/ibu?” tanya pelapor anonim ini.

perlu dibaca : Jejak Abrasi di Kuta, Hilangnya Bekas Pelabuhan di Pantai Jerman

 

Warung kuliner olahan laut yang tersisa berusaha membuat barikade gelombang agar bisa buka dan mengais rejeki di tengah ancaman gelombang. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Ditelusuri dari website DPR RI, memang ada kunjungan pada 19 September 2018. Sesuai dengan berita  pada 21 September 2018, disebutkan kunjungan Kerja Spesifik Komisi IV DPR RI ke Pantai Pebuahan, Desa Banyubiru, akibat dampak abrasi, kondisi daerah itu sangat memperihatinkan. Melihat kondisi itu, Anggota Komisi IV DPR RI A.A. Bagus Adhi Mahendra Putra menekankan agar penanganan abrasi laut itu menjadi prioritas.

Dalam kunjungan yang didampingi Balai Wilayah Sungai (BWS) Bali-Penida, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) itu, ia memastikan akan berkoordinasi dengan mitra kerja terkait untuk mengatasi masalah ini, dan segera membangun kembali jalan desa yang terdampak abrasi laut.

Dikutip dari laman DPR itu, politisi Partai Golkar ini mengatakan anggaran untuk membangun Desa Pebuahan sekitar Rp124 milliar, akan menggunakan dana APBN. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Daniel Johan yang memimpin Tim Kunspek Komisi IV DPR RI ini menambahkan, dalam setahun diperkirakan tiga meter daratan hilang akibat tergerus ombak dampak dari pembangunan pelabuhan jeti PLTG Gilimanuk, Bali.

“Tetapi itu harus diteliti lebih lanjut yang paling penting adalah apa yang harus segera kita lakukan agar abrasi ini bisa segera diatasi, salah satunya tinggal melanjutkan pembangunan untuk membatasi laut yang sudah dilakukan di sana, dan juga sampai ujung. Tetapi ini harus saling berkoordinasi antar kementerian terkait,” kata politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.

baca juga : Kampung Penyu ini Bisa Hilang, Makin Terancam Abrasi

 

Pohon waru laut bertahan di pinggir pantai setelah dihantam gelombang di di Pantai Pebuahan, Jembrana, Bali. Foto : Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia.

 

Daniel mengatakan bahwa penanganan ini harus diprioritaskan. Karena sejak 2015 lalu, desa tersebut terkena abrasi pantai akibat pembangunan pelabuhan dan perubahan arus.

Pihak Pelabuhan Perikanan Pengambengan yang dikonfirmasi Mongabay menangkis kemungkinan pembuatan breakwater, tumpukan batu yang hampir mengelilingi pelabuhan kapal sebagai penyebab abrasi di Pantai Pebuahan. Dendy Umbara Hadi Kepala Tata Usaha Pelabuhan menyebut ada sebuah tanjung juga di sebelah pelabuhan yang menjorok ke laut.

“Ada yang bilang hukum alam, tidak murni karena pelabuhan,” katanya. Breakwater ini menurutnya sudah ada sejak pelabuhan dikelola provinsi, karena kini dikelola pemerintah pusat. Panjang breakwater masing-masing 1200 meter dan 800 meter hampir mengelilingi pelabuhan. Fungsinya menahan sedimen dan arus gelombang agar kapal bisa sandar ke dalam, tidak kandas.

Abrasi di pesisir Jembrana tak hanya di pesisir Pebuahan. Juga di sebagian pesisir lain di Bali Barat ini. Area parah lainnya adalah kawasan konservasi penyu di Perancak. Mengancam lokasi mendaratnya penyu untuk bertelur. Kelompok Pelestari Penyu Kurma Asih yang mendapat penghargaan Kalpataru menyebut abrasi mengancam habitat peneluran penyu lekang ini.

 

Exit mobile version