Mongabay.co.id

Perbaikan Rantai Nilai Pangan untuk Kesejahteraan Masyarakat

 

Upaya perbaikan rantai nilai pangan pada pengolahan terus dilakukan Pemerintah Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini. Upaya tersebut sekaligus sebagai bagian dari peningkatan produktivitas dan pendapatan dengan melaksanakan integrasi ke pasar yang baru. Semua itu bisa diwujudkan setelah unit pengolahan ikan (UPI) baru dibangun di Nusa Tenggara Barat (NTB).

Pembangunan UPI yang berlokasi di Dusun Lekok, Desa Gondang, Kabupaten Lombok Utara tersebut, berhasil diwujudkan setelah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bekerja sama dengan lembaga pangan dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (Food and Agriculture Organization/FAO). Hal itu ditegaskan perwakilan FAO untuk Indonesia Stephen Rugard saat meresmikan UPI, dua pekan lalu.

Menurut Rugard dalam keterangan resmi yang dikirim KKP pekan lalu, pembangunan UPI yang baru di Lombok Utara dikhususkan untuk pindang higienis. Pengolahan pindang, selama ini memang sudah biasa dilakukan oleh warga di sekitar lokasi UPI. Karenanya, walau pembangunan UPI tersebut bukan proyek yang besar, tetapi itu akan memberi makna yang dalam bagi warga di sekitarnya.

“Selain bisa meningkatkan taraf ekonomi, juga bisa meningkatkan gizi masyarakat sekitar. Untuk itu, kami berterima kasih pada KKP maupun pemerintah daerah yang sudah merealisasikan proyek ini,” ucap dia.

baca : Gurihnya Menu Laut di Tepi Pantai Nipah Lombok Utara

 

Peresmian unit pengolahan ikan (UPI) khusus ikan pindang di Dusun Lekok, Desa Gondang, Kabupaten Lombok Utara, NTT. Foto : KKP/Mongabay Indonesia

 

Rugard menjelaskan, pengolahan pindang di Lombok Utara dan juga daerah lain di NTB, memang sudah menjadi usaha turun temurun yang dilakukan dari generasi ke generasi. Pengolahan pindang, diketahui sudah berjalan lama lebih dari seratus tahun lalu. Dengan nilai sejarah yang dalam, kegiatan ekonomi masyarakat tersebut harus tetap berjalan dan dipertahankan dengan dilakukan perbaikan di dalamnya.

Adapun, menurut Rugard, perbaikan yang dilakukan adalah dengan memperbaiki manajemen bisnis, sanitasi, dan juga faktor lainnya yang bisa berperan untuk meningkatkan nilai dan gizi ikan pindang. Perbaikan tersebut sangat penting, karena pada akhirnya akan meningkatkan kualitas dan menaikkan daya saing, serta nilai jual.

“Makanya saya akan perkenalkan ikan pindang ke keluarga saya bahkan ke dunia. Jika diperbesar, ikan pindang bisa mendunia,” tutur dia.

 

Rantai Pangan

Direktur Pengolahan dan Bina Mutu Direktorat Jendeeral Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) KKP Innes Rachmania menjelaskan, pembangunan UPI khusus pindang menjadi salah satu program yang menjadi fokus dari KKP. Proyek tersebut menjadi bagian dari program perbaikan rantai nilai pangan dan produktivitas ikan pindang dengan integrasi pasar baru dan sudah berjalan sejak September 2016.

“Proyek ini merupakan kolaborasi antara KKP dan FAO, yaitu Development of Effective and Inclusive Food Value Chains in ASEAN Member State” yang didanai oleh Jepang,” jelas dia.

baca juga : Benarkah Masakan Pindang Ikan Mengancam Populasi Ikan Tapah di Sumsel?

 

Produk ikan pindang unit pengolahan ikan (UPI) khusus ikan pindang di Dusun Lekok, Desa Gondang, Kabupaten Lombok Utara, NTT. Foto : Jurnas/Mongabay Indonesia

 

Innes mengatakan, program pembangunan UPI khusus pindang di Lombok Utara, adalah wujud peningkatan ketahanan pangan dan nilai ekonomi, terutama untuk usaha kecil dengan fokus pada produk olahan pindang. Produk olahan tersebut menjadi pilihan, karena dinilai mampu meningkatkan peluang akses ke pasar yang baru.

Adapun, menurut Innes, produk yang dihasilkan dari unit pengolahan tersebut adalah pindang presto dan pindang higienis. Kedua produk hasil olahan tersebut, di masa mendatang akan bersanding dengan produk-produk lainnya yang akan dikembangkan oleh UPI, seperti abon atau yang lainnya. Pengembangan produk olahan, menjadi fokus karena itu juga sebagai bagian dari pemanfaatan peluang akses ke pasar yang baru.

“Dengan pengolahan ikan pindang higienis ini maka hasil produk olahannya bisa lebih bersih, bergizi, dan mempunyai nilai tambah,” tuturnya.

Tentang UPI higienis untuk ikan pindang, Innes memaparkan bahwa itu pembangunannya dilakukan di atas lahan seluas 65 meter persegi dengan kapasitas produksi sekitar 500 kilogram per hari. Pembangunan tersebut memerlukan dana hingga Rp332.752.990. Untuk operasional UPI, dihibahkan juga peralatan pengolahan senilai Rp84.459.250.

Selain itu, UPI juga dilengkapi dengan fasilitas instalasi pengolahan air limbah (IPAL) berukuran 7,5 m2 yang terdiri dari 4 (empat) ruang penampungan dengan sekitar 50 orang pengolah yang telah dilatih ilmu sanitasi, pengelolaan limbah, dan kewirausahaan.

Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal PDSPKP KKP Nilanto Perbowo pada kesempatan terpisah mengatakan, pembangunan UPI higienis untuk ikan pindang, menjadi stimulan bagi UPI pindang untuk memperbaiki nilai tambah produk pindang yang terjamin mutu dan keamanan produknya. Selain pembangunan UPI, program kerja sama dengan FAO juga menggelar pelatihan, pengelolaan limbah, pengembangan produk, dan kewirausahaan.

“Program tersebut bisa menjadi contoh dan diterapkan secara mandiri oleh pemerintah daerah pada UPI skala mikro kecil di daerahnya,” ungkap dia.

perlu dibaca : Ikan Kini Resmi Jadi Komoditas Kebutuhan Pokok di Indonesia

 

Ikan pindang. Foto : olx

 

Nilai Tambah

Diketahui, ikan pindang merupakan produk olahan hasil perikanan yang popular di Indonesia setelah ikan asin. Selain memiliki cita rasa yang lezat, pindang tidak terlalu asin dan dapat diolah dari semua jenis ikan. Umumnya, pengolahan ikan pindang dilakukan oleh industri skala mikro dan kecil. Berdasarkan SNI 2016, pengolahan pindang ikan terbagi dua2, yaitu pindang garam dan pindang air garam.

Sementara itu, untuk sebaran industri pengolahan pindang skala mikro dan kecil terpusat di Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara Barat (NTB). Lokasi UPI terbanyak yaitu Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, NTB, Bali, Jakarta, dan Banten yang jumlahnya mencapai 96,20 persen atau 11.175 UPI dari total 11.616 UPI mikro kecil.

Sebelum di Lombok Utara, keterlibatan FAO dalam program kegiatan KKP juga sudah ada sejak lama. Salah satunya, adalah pada kegiatan budi daya perikanan yang dipimpin Direktorat Jenderal Perikanan Budi daya (DJPB) KKP. Pada awal 2019, FAO juga datang ke Indonesia dengan mengajak 13 perwakilan negara dari seluruh dunia untuk belajar tentang sistem minapadi.

Sistem yang telah dikembangkan di Indonesia sejak 2015, menggabungkan perikanan budidaya dan pertanian dan diminati oleh negara yang masuk kawasan Asia Pasifik. Ke-13 negara yang tertarik mengembangkan minapadi di negaranya masing-masing itu, adalah Bangladesh, Kamboja, Laos, Myanmar, Nepal, Pakistan, Sri Lanka, Thailand, Filipina, Timor Leste, dan Vietnam.

Mereka sengaja datang ke Yogyakarta untuk mempelajari lebih dalam tentang metode minapadi yang menjadi pertama di dunia. Direktur Jenderal Perikanan Budi daya Slamet Soebjakto mengatakan, sejak Indonesia ditetapkan oleh badan pangan dunia PBB (FAO) sebagai rujukan model pengembangan minapadi untuk Asia Pasifik, dunia internasional mulai mengamati metode tersebut.

“Indonesia dinilai berhasil dalam pengembangan minapadi. Oleh Pemerintah, program tersebut menjadi program prioritas untuk mendukung ketahanan pangan,” ucap dia saat itu.

Penunjukkan yang dilakukan FAO tersebut, menurut Slamet, berdampak positif bagi Indonesia di dunia internasional. Indonesia menjadi sangat diperhitungkan sebagai negara yang berkontribusi positif secara internasional untuk pemenuhan kebutuhan pangan global melalui inovasi pengembangan minapadi.

Slamet mengungkapkan, inovasi minapadi yang dilakukan Indonesia, sejalan dengan program dunia yaitu tujuan pembangunan berkelanjutan (sustainable development goals/SDGs). Program SDGs tersebut, adalah program yang sudah disepakati oleh dunia dan tujuan utamanya adalah pengentasan kemiskinan dan pemenuhan kebutuhan pangan global.

Untuk itu, Slamet mengatakan, apa yang sudah dilakukan Indonesia melalui minapadi, akan menjadi solusi untuk dunia dalam pemenuhan kebutuhan pangan. Melalui sistem penggabungan perikanan budidaya dan pertanian itu, dunia bisa menopang ketahanan pangan di tengah penurunan kualitas dan perubahan iklim secara global.

“Kita tentu sangat bangga atas apresiasi dunia terhadap keberhasilan program minapadi nasional,” tuturnya.

 

Exit mobile version