Mongabay.co.id

Terdampar di Teluk Sepang, Kondisi Lumba-lumba Ini Menyedihkan

 

 

Seekor lumba-lumba yang terdampar di Pantai Teluk Sepang, Kota Bengkulu, pada Selasa [09/7/2019], ditemukan warga dalam kondisi menyedihkan. Mamalia berukuran dua meter itu sudah membusuk. Bagian mulut rusak, ekor terpotong, ada luka di perut seperti tusukan benda tajam.

“Lokasi penemuan berjarak 50 meter dari pembangunan PLTU Teluk Sepang, ke arah Lentera Hijau, Pulau Baai,” kata Migi Wahyudi, warga Kelurahan Teluk Sepang, Kecamatan Kampung Melayu, Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu, Rabu [10/7/2019].

“Sepertinya, sudah dua hari lalu lumba-lumba itu mati,” lanjut Migi yang melihat bangkai itu saat mancing.

Baca: Banyak Satwa Laut Terdampar, Apakah Terpengaruh Gempa?

 

Seekor lumba-lumba ditemukan mati terdampar di Pantai Teluk Sepang, Kota Bengkulu, Selasa [09/7/2019]. Foto: Dok. Yayasan Kanopi

 

Migi menuturkan, penemuan mamalia laut terdampar bukan kali pertama bagi warga Teluk Sepang. Awal Agustus 2016, mereka menemukan kejadian yang sama, beruntung masih hidup. Meski demikian, kondisi lumba-lumba itu tetap saja memprihatinkan, karena banyak luka di sekujur makhluk hewan cerdas itu. Paling parah pada sirip kanan, badannya terjepit akar pohon bakau di pinggir alur masuk Pelabuhan Samudra Pulau Baai, Kota Bengkulu.

Lumba-lumba yang ditemukan pada 2016 itu panjangnya 2,5 meter dengan bobot 200 kilogram. Tim Basarnas Bengkulu dapat mengevakuasinya ke bibir pantai, kemudian dirawat tim medis. Setelah keadaannya membaik dan tenang, tim menggiringnya ke tengah laut, menggunakan perahu karet dan sabuk pengaman yang diikatkan ke lumba-lumba tersebut.

Dari penuturan nelayan di Teluk Sepang, perairan ini memang lebih dalam. Ombaknya juga terpantau lebih besar dibandingk Pantai Panjang Bengkulu. Tempat ini juga banyak terumbu karang, dan habitat penyu bertelur.

Baca: Atraksi Lumba-lumba, Pertunjukan yang Kental Eksploitasi Ketimbang Edukasi

 

Kondisinya membusuk, ada luka di perut seperti tusukan benda tajam. Foto: Dok. Yayasan Kanopi

 

Kepala BKSDA Bengkulu-Lampung, Donal Hutasoit menjelaskan, lumba-lumba yang ditemukan warga itu tidak bisa diselamatkan. Timnya dapat informasi dari laporan warga. Pihaknya memilih menguburkan ke dalam pasir, tempat ditemukan.

“Kami kubur sore, pukul 17.30 WIB,” kata dia.

Donal Hutasoit menegaskan, lumba-lumba dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106 Tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar Dilindungi. Lumba-lumba juga masuk Appendix II CITES yang harus dilindungi dari keterancaman punah akibat perdagangan internasional.

“Jadi kami harap, semua pihak jangan ada upaya memburu apalagi membunuh lumba-lumba,” tuturnya.

Baca juga: Tahukah Anda, Ternyata Lumba-Lumba Kuat Tak Tidur Selama 15 Hari!

 

Ini bukan kejadian pertama, lumba-lumba terdampar. Pada Agustus 2016, seekor lumba-lumba juga terdampar di wilayah yang sama, beruntung bisa diselamatkan. Foto: Dok. Yayasan Kanopi

 

Mengapa terdampar?

Dosen Kelautan Universitas Bengkulu, Zamdial Ta’aladin, menjelaskan lumba-lumba dalam aktivitasnya menjelajah laut, menggunakan kemampuan navigasinya sebagai orientasi penentuan arah. Apabila sistemnya terganggu atau tidak berfungsi, bisa salah arah dan terdampar, karena mereka berenang ke arah pantai. “Tingkah laku lumba-lumba yang hidup berkelompok, biasanya mereka punya pemimpin, ketika pemimpinnya salah arah, yang lain ikut keliru juga,” kata dia.

Zamdial menegaskan, sistem navigasi dapat terganggu akibat efek sonar yang dipancarkan sumber-sumber tertentu di laut, gelombang elektromagnetik frekuensi tinggi. “Bisa saja pancaran sonar dari kapal-kapal penangkapan ikan yang menggunakan instrumen elektronik, atau sonar dari kapal selam. Atau kemungkinan, kebisingan karena proses pergerakan lempengan dasar laut,” jelasnya.

Terkait penyebab matinya lumba-lumba di Pantai Teluk Sepang, Kepala Prodi Ilmu Kelautan Universitas Bengkulu ini mengatakan, jawabannya hanya bisa disimpulkan dari hasil penelitian fisik mamalia laut itu sendiri. Bisa karena sakit atau terjerat jarring nelayan.

“Kalau lumba-lumba yang terluka atau sakit, biasanya terdampar sendiri, jarang dalam jumlah banyak,” katanya.

Dia juga menjelaskan, lumba-lumba memang sangat dekat dengan aktivitas nelayan dan rute perjalanan kapal di perairan Bengkulu yang langsung ke Samudra Hindia.

“Mereka hampir bisa ditemukan di seluruh perairan Indonesia, karena migrasi biota ini dari Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Jadi sesuai, kalau nelayan di Bengkulu, termasuk nelayan Teluk Sepang melihat kelompok lumba-lumba.”

Tahun 2015, kata Zamdial, tim ekspedisi Pulau Mega, dari Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Bengkulu, menjumpai gerombolan lumba-lumba dan paus. Mereka beredar dekat perairan Pulau Mega.

“Tak hanya sekali, sewaktu ekspedisi Pulau Enggano, Oktober 2017, rombongan Unib pun melihat rombongan lumba-lumba di Perairan Koomang, Pulau Enggano,” jelasnya.

 

Lumba-lumba yang mati di Pantai Teluk Sepang, dikubur di tempat ditemukan. Foto: BKSDA Bengkulu-Lampung

 

Kebisingan laut

Laporan World Wide Found [WWF] 14 Januari 2014 bertitel Reducing Impacts of Noise from Human Activities on Cetaceans: Knowledge Gap Analysis and Recommendations, menjelaskan banyak mamalia laut terdampar diduga kuat akibat polusi suara. Ini dibuktikan dengan hasil nekropsi tujuh paus yang terdampar di Kepulauan Bahama. Hasilnya, ada gangguan pendengaran, pendarahan dekat telinga dan dalam cairan otak.

Dalam laporan disebutkan, salah satu penyumbang polusi suara di laut adalah lalu lintas kapal ukuran besar, beserta gelombang sonar eksplorasi minyak lepas pantai, juga latihan militer.

Laporan ini merekomendasikan metode menurunkan dampak kebisingan pada mamalia laut. Pertama, tindakan langsung dengan mengurangi sumber kebisingan seperti kapal. Kedua, penelitian lebih lanjut mengenai teknologi pengurangan kebisingan pengeboran industri minyak lepas pantai dan pelayaran komersial.

Ketiga, membatasi perairan habitat mamalia laut dari kegiatan yang menimbulkan polusi suara, terutama periode sensitif saat kelahiran. Keempat, implementasi pengaturan kebisingan pelayaran kapal berdasarkan panduan International Maritime Organization [IMO].

 

 

Exit mobile version