Mongabay.co.id

Hutan Mangrove di Pesisir Timur Itu Menyusut

 

  

Pesisir timur merupakan daerah dengan mangrove terluas di Aceh.

Hutan mangrove yang tersebar mulai dari Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh Timur, Aceh Utara, Bireuen, Kota Langsa dan Kota Lhokseumawe itu, tak hanya tempat nelayan mencari ikan, kepiting, dan udang. Tetapi juga, panjaga abrasi pantai dan bentengnya terjangan tsunami.

Data kajian WWF Indonesia kolaborasi dengan Forum DAS Krueng Peusangan dan Balai Syura Ureueng Inong Aceh dalam program Share Resources Joint Solutions [SRJS] menyebutkan, di Kabupaten Aceh Timur luas hutan mangrove mencapai 18.080,45 hektar. Untuk Aceh Tamiang [15.447,91 hektar], Kota Langsa [5.253,15 hektar], Aceh Utara [959,11 hektar], Lhokseumawe [88,34 hektar] dan Bireuen [25,57 hektar].

“Itu data luas mangrove berdasarkan analisis spasial tahun 2013,” terang Firman Hadi, tim kajian Mangrove di Lanskap Peusangan, Jambo Aye dan Tamiang, baru-baru ini.

Baca: 7 Fakta Penting Mangrove yang Harus Anda Ketahui

 

Hutan mangrove di Kota Langsa yang dikembangkan sebagai tujuan wisata. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Namun, dari luas mangrove tersebut, yang masuk kawasan lindung berdasarkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: 103/MenLHK-II/2015 hanya 9.876,39 hektar. Rinciannya, di Aceh Timur yang dilindungi hanya 4.797,25, Aceh Tamiang [4.216,33 hektar], dan Kota Langsa [862,81 hektar].

Sementara mangrove di Aceh Utara, Bireuen, dan Kota Lhokseumawe, berstatus areal penggunaan lain. “Selebihnya, di hutan produksi dan hutan produksi konversi,” ujarnya.

Baca: Penting Bagi Kehidupan, Harusnya Mangrove Tidak Dirusak

 

Wisata mangrove di Kota Langsa digiatkan untuk menjaga mangrove dari kerusakan dan meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Kajian WWF Aceh juga menjelaskan, berdasarkan analisis spasial 2013 hingga 2017, luas hutan mangrove di enam kabupaten/kota itu berkurang hingga 3.910,15 hektar.

Di Aceh Timur, kini seluas 16.269,76 hektar, Aceh Tamiang [14.105,91 hektar], Kota Langsa [5.142,07 hektar], Bireuen [20,48 hektar], Lhokseumawe [56,10 hektar] dan Aceh Utara [350,05 hektar].

“Kondisi mangrove di wilayah tersebut, selain rusak karena dijadikan kebun, juga diubah menjadi tambak, permukiman. Tentu saja, penebangan liar,” terang Firman.

Hutan mangrove di pesisir timur ini terdiri tiga famili, Rhizophoraceae, Sonneratiaceae dan Euphorbiaceae. Untuk jenisnya, Bruguiera gimnorrhiza, Excoecaria agallocha, Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, Rhizophora stylosa, Sonneratia alba, dan Sonneratia ovata.

Baca: Hutan Mangrove di Aceh Tamiang Rusak, Begini Kondisinya

 

Mangrove yang tidak hanya mencegah abrasi tetapi juga benteng dari terjangan tsunami. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Kayu bakau

Khairul, warga Kuala Langsa, Langsa, akhir Juni 2019 mengatakan, penebangan liar di hutan mangrove Langsa, Aceh Timur, dan Aceh Tamiang terjadi karena permintaan kayu bakau yang meningkat. Khususnya untuk dijadikan arang.

“Kayu diangkut dengan perahu, dipasok untuk dapur arang yang tersebar Langsa. Selanjutnya, arang dijual ke Medan, Sumatera Utara,” terangnya.

Khairul mengatakan, hampir setiap hari, penebang liar terjadi. Kayu bakau yang telah dipotong sekitar satu meter, dikeluarkan melalui sungai-sungai kecil. “Kegiatan itu baru berhenti ketika ada patroli atau operasi oleh polhut atau penegak hukum. Setelah operasi berakhir, pelaku yang merupakan orang luar daerah kembali beraksi.”

Untuk menekan kegiatan yang merusak, Pemerintah Kota Langsa bekerja sama dengan Kesatuan Pengelolaan Hutan [KPH] III Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Aceh mengembangkan objek wisata menyusuri hutan mangrove. Berjalan kaki atau menggunakan perahu.

“Objek wisata hutan mangrove Kuala Langsa mulai mengundang pengunjung,” tutur Khairul.

Baca: Mangrove, Ekosistem Penting Langka yang Semakin Terancam

 

Mangrove dengan perakarannya yang melindungi area pesisir pantai. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan [KPH] Wilayah III Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Aceh, Amri Samadi mengatakan, hutan mangrove di Kota Langsa tengah dikembangkan sebagai lokasi wisata. Bentuknya, kerja sama antara Pemerintah Kota Langsa dengan KPH Wilayah III.

“Tujuannya, menyelamatkan hutan bakau yang penting untuk kehidupan masyarakat,” terangnya.

Terkait kegiatan ilegal, khususnya kebutuan dapur arang, Amri mengatakan, tim KPH III terus melakukan pendekatan. “Kami mengedepankan upaya persuasif, sosialisasi dan pemberian pemahaman kepada masyarakat pentingnya menjaga hutan mangrove. Bila sudah diingatkan masih menebang, penegakan hukum akan kami lakukan,” paparnya.

Baca juga: Andai Hutan Mangrove Itu Tidak Dirusak…

 

Merusak mangrove sama saja merusak ekosistem lingkungan. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Kepala Bagian Kesatuan Pengelolaan Hutan [BKPH] KPH Wilayah III, Aswendi mengatakan, sebagian besar kayu mangrove untuk pembuatan arang di Kota Langsa, Aceh Timur, dan Aceh Tamiang, berasal dari hutan produksi dan hutan lindung.

“Beberapa kali, kami menangkap pelaku, termasuk mengamankan truk pengangkut arang dari Aceh ke Sumatera Utara,” ujarnya.

 

Penebangan liar mangrove di Langsa, Aceh Timur, dan Aceh Tamiang terjadi karena permintaan kayu bakau meningkat. Terutama dijadikan arang. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Aswendi menyebutkan, dari pengakuan pelaku, jumlah arang yang dijual ke Medan, Sumatera Utara lebih 1.000 ton setiap bulan. Semua arang berasal dari kayu mangrove. “Penegakan hukum tetap dan terus kami lakukan,” paparnya.

Hutan mangrove merupakan tipe hutan di sepanjang pantai atau muara sungai, yang terpengaruh pasang surut air laut.

 

Indonesia memiliki keragaman jenis mangrove yang tinggi. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Luas kawasan mangrove Indonesia bervegetasi sekitar 3.244.018,46 hektar atau hampir 21% dari total luas mangrove dunia. Sekitar 202 jenis tumbuhan mangrove tumbuh di Indonesia, meliputi 89 jenis pohon, 44 jenis herba tanah, 44 jenis epifit, 19 jenis pemanjat, 5 jenis palma, dan 1 jenis paku.

Akan tetapi luas hutan mangrove banyak mengalami penurunan kualitas dan kuantitas akibat dikonversi untuk tambak, permukiman, persawahan, dan teentunya penebangan liar.

 

 

Exit mobile version