Mongabay.co.id

Liputan Banyuwangi : TPST Tembok Rejo, Inikah Solusi Sampah Muncar? (3)

 

Keberhasilan pembangunan yang signifikan di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, yang dibuktikan berbagai penghargaan yang diterima selama kepemimpinan Bupati Abdullah Azwar Anas, seakan ternodai oleh permasalahan sampah di Kecamatan Muncar yang belum tuntas terselesaikan.

Berbagai upaya pengelolaan sampah telah dilakukan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyuwangi, seperti pengerukan dan pengangkutan sampah, pengelolaan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dan program Bank Sampah.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Pemkab Banyuwangi, Husnul Chotimah, ketika ditemui Mongabay di ruang kerjanya, Jumat (28/6/2019) mengatakan, bahwa penanganan sampah di Banyuwangi dari hulu ke hilir memang belum maksimal.

Sehingga, atas rekomendasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Pemkab Banyuwangi berinisiatif menggandeng organisasi non pemerintah Systemiq untuk menyelesaikan permasalahan sampah yang sudah bertahun-tahun di Kecamatan Muncar.

baca : Liputan Banyuwangi : Sampah Muncar yang Tak Kunjung Terselesaikan (1)

 

Seorang nelayan diantara tumpukan sampah di pesisir Pantai Muncar, Kecamatan Muncar, Banyuwangi, Jatim, pada akhir Juni 2019. Sampah menjadi masalah bertahun-tahun di Muncar. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Bersama Systemiq

Systemiq yang didanai pemerintah Norwegia dan institusi bisnis Borealis dari Austria, kemudian membuat program penanganan sampah bernama STOP (Stopping the Tap on Ocean Plastics) pada April 2018.

“Pada setahun pertamanya ini, Systemiq baru memfokuskan kerja pada satu dari 10 desa yang ada di Kecamatan Muncar, yaitu Desa Tembokrejo. Desa ini dipilih karena telah ada TPST (tempat pembuangan sampah terpadu), sehingga dipandang paling potensial sebagai proyek percontohan penyelesaian masalah sampah di Muncar,” kata Nur Anik, Community Development Systemiq kepada Mongabay, Kamis (27/6/2019).

Selain sudah mempunyai TPST, Desa Tembokrejo juga mempunyai jumlah penduduk yang paling banyak di Muncar, yaitu sekitar 29.174 jiwa, atau 25 % dari keseluruhan penduduk Muncar yang berjumlah 133.187 jiwa.

Dan TPST Tembokrejo, merupakan satu-satunya TPST yang ada di kecamatan Muncar. TPST yang merupakan proyek dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) ini dibangun pada tahun 2016 untuk mengatasi masalah sampah.

baca juga : Liputan Banyuwangi : Sulitnya Ubah Budaya Nyampah Masyarakat Muncar (2)

 

TPST Tembokrejo, satu-satunya TPST yang ada di kecamatan Muncar, Banyuwangi, Jatim.

 

Pada awal tahun 2017, TPST yang dikelola oleh BUMDes (Badan Usaha Milik Desa) Tembokrejo memiliki pegawai 4 – 7 orang saja karena hanya mengolah setoran sampah dari 100 rumah saja dari total 9.000 rumah yang ada di desa Tembokrejo. Kondisi itu membuat pengelolaan TPST ini sempat stagnan atau berjalan di tempat.

“Systemiq kemudian masuk membenahi pengelolaan sampah TPST dengan memperkuat dan memaksimalkan keberadaan BUMDes Tembokrejo menjadi lebih baik,” lanjut Nur Anik.

Saat ini TPST Tembokrejo sudah berkembang dengan pesat. Bisa dikatakan 100% warga di desa Tembokrejo atau sekitar 9.000 rumah, menyerahkan sampahnya ke TPST Tembokrejo, dengan membayar iuran kolektif sampah Rp10.000/bulan/rumah tangga.

menarik dibaca : Penanganan Sampah Perlu Paradigma Baru

 

Proses pemilahan sampah organik dan non organik di TPST Tembokrejo. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Proses pemilahan sampah organik dan non organik di TPST Tembokrejo, Muncar. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Penyadaran Warga

Proses peningkatan pengelolaan sampah di TPST ternyata tidak mudah. Butuh kesabaran yang luar biasa karena harus memberi penyadaran tentang bahaya sampah kepada warga Tembokrejo.

“Sudah menjadi rahasia umum tentang karakter masyarakat Muncar yang penuh tantangan. Dan tidak adanya sistem pengambilan sampah di daerah pinggiran atau pedesaan, menjadi kendala terbesar dari penyelesaian masalah sampah Muncar,” jelas Nur Anik.

Systemiq bersama BUMDes kemudian mengadakan sosialisasi dari rumah ke rumah, selain juga menyediakan tempat pembuangan sampah di tempat umum, dimana sampahnya diambil secara berkala oleh petugas TPST.

Para pekerja TPST pun meningkat pesat dalam setahun, dari 5-7 orang di tahun 2017 menjadi 71 orang saat ini. Jumlah sampah yang dikelola pun berkembang, dari hanya ratusan kilo perhari, menjadi 15 ton per harinya.

perlu dibaca : Jawa Timur Pastikan Tangani Masalah Sampah Impor

 

Pengolahan sampah menjadi kompos di TPST Tembokrejo, Muncar. Keberadaan TPST ini membantu mengatasi masalah sampah yang telah bertahun-tahun di Muncar. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Pengolahan sampah menjadi kompos di TPST Tembokrejo, Muncar. Komposnya kemudian dijual kepada masyarakat. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Pengelolaan Sampah

Dalam membantu BUMDes Tembokrejo, Systemiq fokus ada dua hal yaitu pemrosesan sampah di TPST dan penyiapan sarana serta prasarana agar fungsi TPST tetap berkelanjutan bila Systemiq sudah tidak ada lagi di Muncar. Termasuk penyiapan kepada warga dan pemerintahan desa Tembokrejo.

Pemrosesan sampah di TPST, dengan memilah sampah organik dan non organik. Sayangnya sampah non organik yang masuk tidak bernilai ekonomis karena kebanyakan berupa bungkus kopi, sabun, bumbu masak, makanan instant dan kantong plastik. Jarang terlihat sampah botol plastik yang mempunyai nilai jual tinggi.

Karena itu, pemilihan perusahaan-perusahaan yang akan diserahkan untuk mendaur ulang, menjadi sedikit rumit dan selektif. Hanya perusahaan tertentu saja yang mau mendaur ulang sampah-sampah itu.

Untuk sampah organik, sebagian diolah menjadi kompos dan dijual ke masyarakat sebagai penyubur tanah. Sebagian lainnya diolah untuk dipergunakan sebagai bahan makanan bagi maggot atau larva lalat tentara hitam (Hermetia illucens).

perlu dibaca : Lalat Tentara Hitam sebagai Satu Solusi Penanganan Sampah, Seperti Apa?

 

Tak penyimpanan larva lalat tentara hitam (Hermetia illucens) yang dibudidayakan warga Desa Tembokrejo, Muncar. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Budi daya lalat tentara hitam (Hermetia illucens) sebagai solusi menguntungkan masalah sampah di Desa Tembokrejo, Kecamatan Muncar, Banyuwangi, Jatim. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

“Budi daya Lalat tentara hitam atau black soldier fly (BSF) ini menjadi solusi kreatif dan efektif untuk masalah sampah organik, serta menguntungkan bagi pembudi daya. Ini karena prosesnya jauh lebih cepat dibandingkan kompos,” kata Putra Perdana Kusuma, Facilities Project Officer Systemic, yang ditemui Mongabay, Kamis (27/6/2019).

Jika kompos membutuhkan waktu 3 bulan sampai siap dipergunakan, sementara lalat tentara hitam ini hanya membutuhkan 10-12 hari saja sampai siap panen. Dan maggot lalat tentara hitam dapat mengurai dan mengurangi sampah sampai lebih dari 80 persen, dan tinggal 20 persen residunya.

Pembudi daya lalat hitam pun juga untung, karena maggotnya bakal dipanen untuk kemudian dijual ke masyarakat sebagai pakan ternak atau ikan, dengan harga yang lebih tinggi dibanding olahan organik lainnya atau non organik sekalipun, yaitu Rp.6.000-7.000 per kilogramnya. Dan proteinnya pun terbukti lebih tinggi dari pakan ternak atau ikan yang lainnya.

 

Lalat tentara hitam (Hermetia illucens) yang dapat mengurasi sampah organik sampai 80 persen. Budi daya lalat ini menjadi solusi menguntungkan masalah sampah di Desa Tembokrejo, Kecamatan Muncar, Banyuwangi, Jatim. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Maggot atau larva lalat tentara hitam (Hermetia illucens) yang dipanen dan dijual sebagai penambah penghasilan warga Desa Tembokrejo, Kecamatan Muncar, Banyuwangi, Jatim. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Kendala

Benarkah TPST Tembokrejo ini merupakan salah satu solusi jitu dalam mengatasi masalah sampah di Muncar ?

Dari fakta dan wawancara selama liputan lapangan oleh Mongabay Indonesia, ada beberapa kendala yang menghambat penyelesaian masalah sampah yang telah bertahun-tahun di Muncar.

Masalah utama yaitu kesadaran warga terhadap kebersihan lingkungannya yang sangat kurang. Jangankan untuk memilah sampah organik dan non organik dari rumah masing-masing, membayar iuran kebersihan yang relatif murah bila dibandingkan dengan di perkotaan, yaitu hanya Rp10.000/bulan saja, sangat sulit dilakukan. Warga Desa Tembokrejo yang seluruhnya telah menyerahkan sampahnya ke TPST, tidak semuanya membayar iuran sampah.

Permasalahan kedua adalah mengenai peraturan sebagai dasar hukum pengelolaan sampah. “Dasar hukum tentang desa Tembokrejo dan BUMDesnya serta wilayah tugasnya yang menaungi TPST memang ada, tetapi Peraturan Desa di desa-desa yang berada dalam wilayah Kecamatan Muncar lainnya, yang mengatur tentang pengelolaan sampah secara langsung, masih belum ada,” kata Husnul Khotimah, Kepala DLH Pemkab Banyuwangi.

Padahal kehadiran landasan hukum sangat diperlukan untuk memberikan wewenang bagi aparat desa untuk lebih tegas dalam menyelesaikan masalah sampah Muncar.

Sedangkan Kepala Desa Tembokrejo, Sumarto kepada Mongabay-Indonesia mengatakan pihaknya telah menerbitkan Perdes No.2/2019 tentang pengelolaan Sampah. Isinya antara lain mengenai retribusi bulanan sampah dan sanksi bila melanggarnya. Retribusi berkisar Rp10 ribu/rumah tangga, Rp150 ribu per warung dan toko, Rp300 ribu untuk lembaga pendidikan dan Rp1 juta untuk pabrik.

“Pengelolaan sampah desa beserta sanksinya diatur dalam PerDes No.2 tahun 2019,” kata Sumarto.

 

Tempat sampah yang disediakan oleh Systemiq untuk warga Desa Tembokrejo, Kecamatan Muncar. Sampahnya diambil berkala untuk diolah di TPST Tembokrejo. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Keberadaan TPST bisa menjadi solusi ampuh mengatasi masalah sampah, apabila cakupannya bisa menyeluruh wilayah Kecamatan Muncar. Sayangnya TPST itu hanya ada di desa Tembokrejo saja. Masyarakat di desa selain Tembokrejo, masih lebih memilih membuang sampahnya ke sungai atau laut ketimbang menyerahkannya ke TPST. Apalagi ditambah dengan embel-embel membayar iuran.

Kehadiran Systemiq dalam setahun ini mungkin sangat membantu pemerintah dan warga dalam menyelesaikan masalah sampah. Hanya saja, apakah di sisa waktu yang ada untuk pendampingan masalah sampah ini, yaitu tahun 2021, masalah sampah Muncar bisa terselesaikan dengan baik?

Atau setidaknya telah melakukan persiapan di semua aparat desa dan warganya, mengingat bahwa telah setahun masa pendampingan, Systemiq baru menyelesaikan masalah sampah di satu desa saja yaitu Tembokrejo. Padahal masih ada 9 desa lainnya dengan karakter warganya yang sama, tidak mempunyai TPST di desanya, dan memiliki masalah sampah dan limbah pabrik yang kurang lebih sama setiap desanya.

TPA kabupaten Banyuwangi yang menjadi tempat pembuangan akhir segala residu atau sisa sampah yang tidak bisa diolah di TPST Tembokrejo, juga belumlah siap sepenuhnya.

 

Sampah di sepanjang pantai Muncar, Banyuwangi, Jatim, pada akhir Juni 2019. Selain di pesisir, sampah juga ada di perairan laut Muncar yang mempengaruhi nelayan mendapatkan ikan. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Seperti kata Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas, “Penyelesaian masalah sampah harus melibatkan berbagai pihak dan pemberdayaan warganya secara aktif.”

Tetapi tanpa keinginan bersama yang kuat, baik dari warga maupun aparat pemerintahan dari tingkat kabupaten sampai ke desa untuk mewujudkan lingkungannya bersih, maka semuanya akan menjadi sia-sia. Segenap sumberdaya tampaknya memang harus dikerahkan untuk menghilangkan sampah dan limbah pabrik dari Muncar.

 

Exit mobile version