Mongabay.co.id

Meski Cacat, Harimau Batua Tetap Buas

 

 

Baca tulisan sebelumnya:

Membusuk Akibat Jerat Pemburu, Kaki Harimau Sumatera Ini Diamputasi

Batua Harus Rela Kehilangan Kaki

**

Selasa siang [16/7/2019], saya berkesempatan menjenguk Kyai Batua. Dia adalah harimau sumatera jantan [4 tahun] yang menjadi korban jerat pemburu, awal Juli lalu, di kawasan hutan TNBBS, Kabupaten Lampung Barat, Lampung.

Batua berada di kandang harimau Taman Wisata dan Taman Satwa Lembah Hijau, Kecamatan Kemiling, Bandarlampung, Lampung.

Tidak banyak aktivitas yang dilakukannya. Sembari merebahkan badan, sambil mengibaskan ekor, dia menikmati suguhan santapan ati ayam, daging, dan lainnya yang disajikan sang penjaga. Segala tingkah lakunya, dipantau CCTV.

Kepala Seksi Konservasi Wilayah III Lampung Balai Konservasi Sumber Daya Alam [BKSDA] Bengkulu Hifzon Zawahiri mengatakan, Batua tidak boleh banyak berinteraksi dengan manusia.

“Seminimal mungkin kontak dilakukan, kecuali dengan kiper [penjaga] yang memberi makan, vitamin, dan obat-obatan. Itu bertujuan, menjaga sifat liarnya sekaligus mengurangi stres dan mempercepat pemulihan,” terangnya.

Salah satu tim dokter hewan yang menangani Batua, Sugeng Dwi Hastono, menjelaskan, pada luka operasi mulai terlihat pertumbuhan jaringan granulasi yang bagus.

Kulit daerah luka operasi mulai tumbuh [menguncup, kurang lebih 30 persen], sehingga luka mengecil dibandingkan saat dilakukan tindakan. “Aktivitas, cara melumpuhkan mangsa, nafsu makan dan minum, cukup bagus. Hal yang sama juga pada urinasi – defekasi [buang air kecil dan besar],” kata Sugeng.

Dia menambahkan, diperlukan treatmen kuratif dan suportif seperti kebersihan dan desinfeksi lantai kandang. Tujuannya, mencegah infeksi dari lingkungan sekitar.

 

Batua, meski kaki kanan depannya diamputasi tetap buas. Foto: Pengendali Ekosistem Hutan [PEH] SKW III Lampung BKSDA Bengkulu

 

Batua cacat

Pengendali Ekosistem Hutan [PEH] SKW III Lampung BKSDA Bengkulu, Irhamuddin mengatakan, Batua harus menerima dan membiasakan diri dengan kekurangan fisiknya. Tak lagi berada di habitatnya yang luas. Sementara, hanya di kandang isolasi sampai batas waktu yang belum bisa ditentukan.

“Sekilas, Batua seperti depresi, kegelisahan itu yang kami amati” tuturnya. Dia makan ayam hidup setiap hari, 6 sampai 10 persen dari berat badannya.

Perawat yang coba memberi hati sapi dan hati ayam, media oral untuk memasukkan obat, tidak pernah disentuh oleh Batua. “Akhirnya, kami memasukkan obat pil melalui sisa ayam yang sudah dimangsanya. Baru dia menyantapnya,” ujarnya.

Kaki kanan depan harimau, umumnya digunakan untuk menerkam mangsa dan membantu pejantan dalam proses kawin. Selain itu, digunakan untuk bertahan dari gangguan harimau jantan lain dalam perebutan wilayah kekuasaan.

Individu yang cacat tentunya kalah bersaing dan akan menyingkir mencari tempat baru. Tidak menutup kemungkinan, ia mencari tempat hidup di pinggir kawasan hutan, dekat permukiman masyarakat. Dikhawatirkan, akan memangsa ternak, bahkan berkonflik dengan manusia.

“Meskipun dalam praktiknya, beberapa kali tim patroli melihat dari kamera jebak, ada individu harimau yang mengalami cacat permanen hidup di hutan,” ujarnya.

“Kami belum tahu persis apakah Kyai Batua nantinya dapat bertahan, atau kalah dalam kompetisi di alam bebas,” kata Irham.

Kaki kanan depan Batua yang membusuk akibat jerat diamputasi pada 5 Juli 2019 oleh Tim Medis BKSDA Bengkulu – Lampung, yang tergabung dalam Tim Reaksi Cepat dari Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan [BBTNBBS] dan Tim Wildlife Rescue Unit [WRU].

 

Untuk sementara, Batua tinggal di kandang, proses penyembuhan. Foto: Pengendali Ekosistem Hutan [PEH] SKW III Lampung BKSDA Bengkulu

 

Solusi sementara

Komisaris Utama Taman Satwa Lembah Hijau Irwan Nasution mengatakan, pihaknya memiliki luas area 15 hektar dan baru termanfaatkan sekitar 3 hektar. Untuk hunian harimau, telah disiapkan empat tahun lalu sesuai standar.

“Kami sudah melakukan kajian di beberapa tempat dan konsep, untuk hunian harimau sudah sesuai ketentuan,” terangnya.

Lembah hijau menyediakan empat kandang untuk harimau. Mulai dari kandang jepit untuk pengobatan, kandang umbaran, kandang tidur, dan kandang lahiran.

Kandang umbaran memiliki luas 30 x 20 meter dan terdapat kolam 10 x 30 meter untuk memenuhi kebutuhan harimau berenang.

“Kyai Batua dalam proses pemulihan di Lembah Hijau. Jika nanti pulih dan diizinkan BKSDA, kami siap menerima dan merawat satwa dengan panjang badan 1,87 meter ini,” ujarnya.

Pihaknya akan mencarikan harimau betina berkualitas untuk dikawinkan dengan Batua, agar berkembang biak. “Kehadiran Batua membantu proses penelitian, serta mendukung pembelajaran pelestarian hutan dan satwa dilindungi,” katanya lagi.

 

Evakuasi Batua pada Rabu, 3 Juli 2019, lalu. Kaki kanan depannya kena jerat pemburu. Foto: WCS IP/BKSDA Bengkulu – Lampung

 

Sebaran harimau di TNBBS 

Data Sumatran Tiger Conservation Forum menunjukkan, pada 2007 – 2017, terdapat 600-an individu harimau dewasa di alam. Hidup di bentang alam, pada 23 titik.

Tercatat, ada 87 konflik manusia dengan harimau sumatera [Panthera tigris sumatrae]. Sebanyak 1.326 jerat pemburu dibersihkan.

Fachrudin dari WCS-IP, menyatakan, harimau sumatera di kawasan Intensive Protection Zone [IPZ] Taman Nasional Bukit Barisan Selatan [TNBBS], berdasarkan pantauan kamera jebak berkisar 40-60 individu.

Individu harimau tersebar 2 sampai 3 ekor di area IPZ, dengan jelajah 100 kilometer persegi, dan 1 ekor untuk wilayah utara TNBBS.

“Kami belum dapat memastikan dengan jelas, apakah data yang terpantau itu merupakan individu yang sama atau yang sebenarnya masih ada individu lain yang tidak tertangkap kamera. Perburuan merupakan ancama utama kehidupan harimau sumatera, selain habitat yang tergerus,” ungkapnya.

 

 

Exit mobile version