Mongabay.co.id

Pembangkit Listrik Tenaga Sampah, Peluang di Balik Masalah

 

 

Pemerintah Provinsi Jawa Timur optimis menangani masalah sampah, khususnya plastik, dengan cara mengubah menjadi energi listrik. Hal ini diungkapkan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, usai meninjau pabrik kertas di Kabupaten Mokerto, Senin [15/7/2019].

“Secara nasional, Bapak Presiden meminta kita mengolah sampah menjadi listrik. Untuk sampah basah menjadi energi listrik, sudah diinisiasi di Surabaya. Sementara sampah plastik menjadi listrik, tengah diinisiasi di Mojokerto,” katanya.

Pemanfaatan sampah plastik menjadi energi listrik diharapkan mendukung target energi terbarukan di Jawa Timur, pada 2025 diprediksi mencapai 16,8 persen. Khofifah berharap, inisiasi pengolahan sampah plastik memperbanyak kehadiran pembangkit listrik tenaga sampah [PLTSa].

“Awal Agustus akan operasi, sampah plastik menjadi listrik,” terangnya.

Menurut Khofifah, pengelolaan sampah menjadi listrik, sesuai Rencana Umum Energi Daerah [RUED] yang telah disahkan DPRD Provinsi Jawa Timur. Pemerintah Provinsi Jawa Timur juga telah membahas pengelolaan sampah dengan pabrik kertas di Mojokerto, untuk dikomunikasikan dengan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya terkait teknologi.

Baca: Tidak Hanya Ganggu Kesehatan, Sampah Juga Merusak Lingkungan

 

Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa bersama Plt Bupati Mojokerto Pungkasiadi, melihat bahan kertas bekas yang diolah di pabrik kertas PT. Mega Surya Eratama. Foto: Petrus Riski/Mongabay Indonesia

 

Terkait masuknya sampah plastik sebagai material ikutan sampah kertas impor, menurut Khofifah, harus disikapi bijak dibarengi solusi. Selain tidak menjadi ancaman lingkungan dan kesehatan masyarakat, jangan sampai sampah impor mengganggu kesinambungan industri kertas dalam negeri. Sekitar 305 kontainer sampah impor tertahan di Tanjung Perak, berpotensi dikembalikan.

Khofifah menegaskan, industri kertas dapat tetap beroperasi dengan mengimpor kertas bekas sebagai bahan baku, ketimbang menggunakan pulp yang bahan bakunya tebangan kayu di hutan. Ikutan sampah plastik yang telanjur, perlu dimanfaatkan menjadi energi listrik daripada  dibuang begitu saja.

“Kalau kita menggunakan kertas bekas, baik Permendag maupun Konvensi Basel, itu sesuatu yang diperbolehkan,” tuturnya.

General Manager Project PLTSa PT. Mega Surya Eratama, Eric Saputra mengatakan, pengolahan sampah plastik di pabriknya mampu menghasilkan energi listrik. Ada mesin Pyrolisis yang mampu mengolah 15 ton sampah plastik per hari.

“Bahan utamanya, sampah plastik dari kami sendiri. Dalam satu bulan, sampah impor sekitar 4 hingga 5 ribu ton, setelah disortir menghasilkan 10 ton plastik per hari,” terangnya.

Baca: Jawa Timur Pastikan Tangani Masalah Sampah Impor

 

Seorang anak memilah sampah plastik di Desa Bangun, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Foto: Petrus Riski/Mongabay Indonesia

 

Dampak sampah

Pembangkit Listrik Tenaga Sampah sudah ada dan dimanfaatkan di Kota Surabaya. Gas metan di Tempat pembuangan Ahir [TPA] Benowo, Surabaya, dikonversi menjadi listrik.

Sedangkan ITS Surabaya, pada 2012, telah mengujicobakan PLTSa melalui pembakaran sampah organik. Listriknya digunakan untuk penerang jalan sekitar kampus.

Dosen Fakultas Teknik, Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya, Andrew Joewono mengatakan, penggunaan insenerator untuk mengurangi sampah dan diubah menjadi energi listrik, sangat mungkin dilakukan.

“Namun perlu dicatat, bila pakai insenerator, sampah plastik yang dijadikan listrik akan mengeluarkan karbon. Asapnya dan sampahnya jadi polusi. Lebih menguntungkan, bila sampah plastik diubah menjadi biji plastik atau lainnya,” ungkapnya.

Secara teknis kata Andrew, mesin tersebut dapat dimodifikasi untuk meminimalisir polusi yang ditimbulkan. “Asap yang melekat di membrane diputar masuk ke air dengan harapan partikel yang keluar. Tapi, air harus difiltrasi lagi sebelum dilepas ke lingkungan. Pengerjaannya harus benar,” katanya.

Baca juga: Pulangkan Sampah Impor ke Negara Asalnya!

 

Sampah plastik dibakar warga secara terbuka, berpotensi mencemari lingkungan dan mengancam kesehatan masyarakat. Foto: Petrus Riski/Mongabay Indonesia

 

Dosen Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Jember, Anita Dewi Moelyaningrum, mengatakan, keberadaan PLTSa khususnya plastik memberikan dampak bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat.

Pembakaran plastik, akan menghasilkan senyawa toksik terutama dioksin dan furan. Senyawa itu dapat terakumulasi di lingkungan, organisme, dan manusia. Akibatnya, mengganggu kesehatan manusia seperti batuk dan sesak nafas.

“Bahkan dioksin memiliki sifat karsinogenik tipe 1, yaitu bahan pencetus kanker ketika terpapar pada tubuh kita,” ujarnya.

Operator mesin juga harus terampil, supaya meminimalkan kesalahan. Sisa pembakaran, berupa bahan berbahaya dan beracun [B3], harus ditangani dengan baik. Tidak kalah penting, penempatan alat yang sebaiknya jauh dari permukiman penduduk.

“Untuk meminimalkan kontak langsung masyarakat sekitar,” ujarnya.

Hanie Ismail dari Komunitas Nol Sampah Surabaya menambahkan, pemakaian insenerator bila memungkinkan harus dihindari. Dampak kesehatan maupun pencemaran lingkungan lebih besar dibanding listrik yang dihasilkan. Pemanfaatan kembali disertai pengurangan pemakaian menjadi langkah efektif mengatasi persoalan yang ada.

“Pola hidup masyarakat harus diubah. Sedapatmungkin, sampah yang ada saat ini diolah menjadi sesuatu bernilai, tapi tidak mencemari lingkungan,” paparnya.

 

 

Exit mobile version