- Delapan kontainer sampah kertas asal Australia yang terkontaminasi plastik serta bahan berbahaya dan beracun segera dipulangkan.
- Sebelumnya, lima kontainer sampah kertas bercampur plastik dikembalikan ke Amerika Serikat, Juni 2019, melalui Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur.
- Ada 18 perusahaan, terkait sampah kertas impor yang semuanya tujuan Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Perusahaan yang terbukti memuat sampah plastik dan B3 sebagai ikutannya, memiliki waktu 90 hari sejak masuk Indonesia, untuk melakukan mengembalikannya.
- Sejumlah aktivis lingkungan di Jawa Timur mendesak pemerintah menanganai sampah impor tegas dan serius, termasuk mengembalikan ke negara asalnya.
Setelah pengembalian lima kontainer sampah kertas bercampur plastik ke Amerika Serikat, Juni 2019, Bea Cukai Tanjung Perak, Surabaya segera memulangkan lagi delapan kontainer sampah kertas terkontaminasi plastik serta bahan berbahaya dan beracun [B3] ke Australia.
Kepala Kantor Bea Cukai Tanjung Perak, Surabaya, Basuki Suryanto menuturkan, rekomendasi pemulangan telah dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK]. Hanya menunggu waktu.
“Rekomendasinya reekspor. Sampah kertas itu terbukti berbahaya, terkontaminasi limbah plastik dan sampah popok,” ungkap Basuki, di Surabaya [09/7/2019].
Dalam pantauan di Terminal Petikemas Surabaya [TPS], tempat penitipan kontainer sampah impor, terlihat material lain selain sampah kertas asal Australia. Tidak hanya sampah plastik tapi juga popok bayi sekali pakai, bercampur tabloid dan majalah bekas terbitan Australia.
“Sampah dari Amerika Serikat dan Jerman lainnya masih menunggu rekomendasi KLHK untuk dikembalikan. Tiga perusahaan sedang diperiksa,” ujarnya.
Baca: Jawa Timur Pastikan Tangani Masalah Sampah Impor
Basuki menuturkan, tidak semua kontainer sampah impor diperiksa Bea Cukai, karena selain masuk daftar jalur hujau, kontainer telah diperiksa di pelabuhan negara asal sampah. Kerja sama dengan Sucofindo atau Surveyor Indonesia. Yang dicurigai akan diperiksa langsung.
Bea Cukai Tanjung Perak Surabaya memiliki catatan, ada 18 perusahaan terkait sampah kertas impor yang semuanya berhenti di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Perusahaan yang terbukti memuat sampah plastik dan B3 sebagai ikutannya, punya waktu 90 hari sejak masuk Indonesia, untuk reekspor.
“Sejauh ini hanya kena wajib mengembalikan. KLHK yang akan memutuskan, hukumannya ada di UU 32/2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup,” lanjutnya.
Baca: Tidak Hanya Ganggu Kesehatan, Sampah Juga Merusak Lingkungan
Basuki mengatakan, infomasi yang diperoleh dari Sucofindo menyebutkan, ada sekitar 10 hingga 12 ribu kontainer diimpor setiap bulan. Namun, sejak ramai pemberitaan sampah impor, pada Juni 2019, jumlahnya turun, 600 hingga 700 kontainer saja.
“Adanya kejadian ini, import khusus sampah kertas berkurang. PT. PKR [inisial] pada Januari 109 dokumen, dan Juni tinggal 20 dokumen. PT. ADS, Januari 77 dokumen, sementara Juni turun jadi 23 dokumen. PT. KTK, Januari [130 dokumen], Februari [152 dokumen], Juni [87 dokumen], jadi banyak yang turun,” terangnya.
Baca: Pemerintah Perlu Setop Dulu Izin Impor Sampah
Protes aktivis
Sejumlah aktivis lingkungan di Jawa Timur mendesak pemerintah menanganai sampah impor tegas dan serius, termasuk mengembalikan ke negara asalnya. Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah atau Ecoton, Prigi Arisandi mengatakan, Bea Cukai sebagai otoritas negara harusnya mengetahui konsisi ini semua. Selama ini sampah kertas impor masuk kategori jalur hijau, sehingga pemeriksaan dinilai formalitas saja.
“Seharusnya ada SOP jelas, dari 1.000 kontainer, misalnya berapa persen yang diperiksa,” ungkapnya.
Kementerian Perdagangan yang mengatur regulasi juga dinilai berandil lolosnya sampah plastik dan B3 bersamaan dengan sampah kertas sebagai bahan baku pabrik kertas.
“Kementerian Perdagangan punya sendiri yang namanya Sucofindo, bagian inspeksi, Sucofindo dan Surveyor Indonesia. Justru mereka yang harusnya mengantisipasi,” jelasnya.
Hanie Ismail dari Komunitas Nol Sampah juga mendorong pemerintah menerapkan aturan hukum tegas. Hanie meminta agar limbah B3 dan plastik tidak dibiarkan masuk Indonesia melalui sampah kertas.
“Regulasi harus benar-benar diterapkan. Bukan hanya Bea Cukai, tapi yang impor harus ditindak. Kalau misalkan kertas ya kertas saja,” jelasnya.
Baca juga: Tangani Sampah Impor, Pemerintah akan Kuatkan Regulasi dan Penegakan Hukum
Jumat [12/7/2019] sore, puluhan aktivis lingkungan bersama warga Surabaya, Sidoarjo dan Gresik, berunjuk rasa di depan Konsulat Jenderal Amerika Serikat di Surabaya. Mereka menyerukan Amerika berhenti mengirim sampah plastik ke Indonesia.
“Kami minta sampah dikembalikan ke Amerika. Kami tidak mau sampah dari luar membanjiri desa dan lingkungan kami,” kata Rully Mustika, peserta aksi.
Mahasiswi asal Gresik, Sofi Azilan mengutarakan, tidak seharusnya negara maju seperti Amerika mengirim sampah ke Indonesia. “Harusnya negara maju yang penduduknya pintar-pintar, bisa mikir, mengerti, dampak sampah pada lingkungan dan terutama masyarakat. Amerika harusnya mampu mengatasi sampahnya sendiri dengan teknologi.”
Tidak hanya berunjuk rasa dan menyerahkan tuntutan ke konsulat, pengunjuk rasa juga menyerahkan surat yang ditulis dua pelajar Jawa Timur kepada Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Isinya, meminta negera tersebut berhenti membuang sampah ke Indonesia.