Mongabay.co.id

Atasi Karhutla, Presiden Perintahkan Peran Aktif Semua Pihak

Kebakaran lahan di Jalan Pangkalan Bun - Kotawaringin Lama, Kilometer 10 pada Jumat 22 Maret 2019. Foto: Budi Baskoro/ Mongabay Indonesia

 

 

 

 

Presiden Joko Widodo menggelar Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan tahun 2019 di Istana Negara Jakarta, Selasa (6/8/19). Presiden memerintahkan, segera melakukan pengendalian kebakaran hutan dan lahan (karhutla), jangan sampai menunggu api membesar, baru pemadaman. Dia meminta, semua pihak berperan aktif dan berkolaborasi mengatasi karhutla.

Rakornas dihadiri berbagai pihak antara lain, Menkopolhukam Wiranto; Menteri LHK Siti Nurbaya; Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Juga, Dwikorita Karnawati, Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG); Doni Monardo, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB); Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG) Nazir Foead, serta beberapa kepala daerah rawan karhutla.

“Saya minta kapolda, pangdam, danrem, dandim, kapolres untuk bekerja membantu gubernur, bupati, walikota. Berkolaborasi, bekerja sama dibantu pemerintah pusat. Kepada Panglima TNI, kapolri, BNPB, BPBD, usahakan jangan sampai kejadian kita baru gerak. Api sekecil apa pun segera padamkan,” katanya, dalam keterangan pers yang diterima Mongabay.

Jokowi menegaskan, jangan sampai karhutla serupa 2015 terulang. Kerugian yang timbul pada karhutla 2015, mencapai Rp221 triliun dan menghanguskan lahan seluas 2,6 juta hektar.

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi, puncak musim kemarau akan terjadi pada Agustus-September. Dari perkiraan BMKG, kemarau tahun ini lebih kering kalau dibandingkan 2018.

Perkiraan hujan bulanan pada periode Juli-Oktober lebih kering, terutama di bagian tengah dan selatan Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali, NTB, NTT, Sulawesi, dan selatan Papua.

Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), terjadi peningkatan intensitas karhutla di beberapa provinsi rawan seperti di Riau, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Tenggara. Berdasarkan data satelit Terra Aqua Modis, titik api juga menunjukkan peningkatan 54,71% (732 titik) pada semester I kalau dibandingkan 2018. Enam provinsi yang sudah menetapkan status siaga darurat antara lain, Riau, Sumsel, Kalbar, Kalteng, Kalsel, dan Jambi.

“Jika dibandingkan 2016, hotspot karhutla 2019, turun dibanding 2018 angka hotspot naik. Ini tidak boleh terjadi. Harusnya, turun tiap tahun, tak boleh naik,” katanya.

Dia juga meminta semua pihak memperhatikan pergerakan titik api. “Jangan sampai api membesar. Saat api muncul harus segera padamkan.”

Jokowi juga meminta semua pihak menjalankan patroli terpadu, deteksi dini, penataan ekosistem gambut agar gambut tetap basah, membuat embung tahan kemarau, water bombing, hingga penegakan hukum.

“Penegakan hukum harus jalan agar ada efek jera bagi pelaku pembakaran. Aturan main pada 2015, masih berlaku. Kepada Panglima TNI dan Kapolri, saya ingatkan lagi. Copot jajaran yang tidak bisa menangani karhutla. Semua kapolda, pangdam, harus bisa mengatasi masalah karhutla.”

“Tolong pemda, gubernur, bupati, walikota untuk di-back up, dibantu juga dengan pemerintah pusat. Api sekecil apapun segera padamkan. Jangan ada kebakaran besar di wilayahnya.”

Dia meminta, Babinsa dan Bhabinkamtibmas mengecek langsung kalau diketahui ada titik api di wilayahnya. “Jangan menunggu api membesar. Pemadaman harus sesegera mungkin.”

Jokowi mengatakan, perlu ada upaya memodernisasi para petani hingga tak lagi membakar dalam buka lahan. Dia meminta bupati, gubernur, dan menteri terkait menjalankan ini.

“Kita ubah petani yang sudah berpuluh-puluh tahun land clearing dengan cara membakar dengan pembersihan land clearing dengan traktor, dengan excavator tanpa harus membuat api,” katanya.

Data Sipongi KLHK per 6 Agustus 2019 menunjukkan, luas kebakaran hutan dan lahan sepanjang 2019 sebanyak 135.749 hektar. Luas tertinggi antara lain Nusa Tenggara Timur 71.712 hektar, Riau (30.065 hektar), Kepulauan Riau (4.970 hektar), Kalimantan Selatan (4.670 hektar), Kalimantan Timur (4.430 hektar).

 

Petugas dari TNI memadamkan api dengan peralatan seadanya saat terjadi kebakaran hutan Gunung Panderman, Kota Batu, Jawa Timur, pada Senin, (22/07/2019). Foto: Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Penegakan hukum

Sebelumnya, Dirjen Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani mengatakan, telah menurunkan tim mencegah karhutla meluas. Tim memantau lokasi-lokasi yang terindikasi ada titik panas. Selain itu, juga menugaskan pengawas, penyidik, serta Satuan Polhut Reaksi Cepat (SPORC) untuk pemantauan intensif di lapangan dan menindak tegas siapapun yang terlibat.

“Kami sudah memberikan peringatan kepada konsesi-konsesi yang terindikasi ada titik panas untuk segera mencegah karhutla meluas. Kalau masih terjadi, kami akan penegakan hukum termasuk pidana penjara dan ganti rugi,” kata Roy, sapaan akrabnya.

Muhammad Subhan, Kepala Balai Gakkum KLHK Kalimantan, mengatakan, PPNS KLHK telah menetapkan UB, sebagai tersangka kasus pembakaran lahan seluas  274 hektar di Dusun Gunung Loncek, Desa Teluk Bakung, Kecamatan Ambawang, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat.

“Penyidik mengamankan satu korek api gas, satu ban dalam motor bekas, satu parang, sampel daun yang terbakar dan barang bukti lain untuk mengungkap kasus ini,” katanya.

Subhan mengatakan, tersangka dijerat Pasal 69 Ayat 1 Huruf h Jo. Pasal 108 UU No 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dengan ancaman pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 10 tahun, denda Rp3 miliar dan paling banyak Rp10 miliar.

Raffles B Panjaitan, Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan, KLHK, mengimbau, semua pihak tidak lalai dan tak picu api seperti membuang punting rokok dan lain-lain.

Data hingga Mei 2019, total luas lahan terbakar adalah 42.740 hektar, terdiri dari gambut 27.538 hektar dan mineral 15.202 hektar. Luasan itu masih jauh dibandingkan luasan terbakar 2018, mencapai 510.000 hektar dengan mineral 385.000 hektar dan gambut 125.000 hektar.

Mengenai beberapa daerah sudah menetapkan status siaga, kata Rafles, penetapan status bukan berarti kondisi sudah ada karhutla hebat. Penetapan itu, katanya, sebagai langkah antisipasi daerah agar bisa mendapatkan bantuan cepat dari pemerintah pusat melalui BNPB, yang punya anggaran cepat penanggulangan bencana. Jadi, kalau ada potensi karhutla bisa cepat ditangani dengan bantuan anggaran dari pemerintah pusat.

“Sampai Juli, berdasarkan pantauan satelit tidak ada asap lintas batas, ada kebakaran di beberapa daerah tetapi cepat, dalam waktu satu dua hari bisa reda. Kondisi bandara sampai 1 Agustus pagi, tidak tampak gangguan asap, jarak pandang masih normal, penerbangan di beberapa bandara di provinsi rawan karhutla tidak ada gangguan ataupun penundaan,” katanya.

Rafles bilang, prioritas penanggulangan karhutla oleh KLHK adalah pada pencegahan, yaitu perbanyak aksi pencegahan di tingkat tapak dengan sinergi semua pihak. Untuk upaya pencegahan, katanya, sumberdaya manusia terlibat mencapai 23.144 orang, pembagian 13.483 orang untuk Sumatera dan 9.661 orang Kalimantan.

Menurut Raflles, perusahaan berkala mengirimkan laporan sarana-prasarana penanggulangan kebakaran hutan dan lahan kepada KLHK dan pemerintah daerah.

Kebakaran terjadi di belakang rumah penduduk Jalan Akit Jaya Desa Kembung Baru. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

Ada kesengajaan bakar?

Sebelumnya, Doni Monardo, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dalam rapat koordinasi karhutla di Kalimantan Tengah mengatakan, perlu langkah-langkah pencegahan karhutla melalui pendekatan kesejahteraan ekonomi masyarakat.

Upaya ini, katanya, berdasarkan temuan lapangan yang menunjukkan 99% karhutla karena faktor kesengajaan manusia demi mendapatkan keuntungan skala besar. Sedangkan 1%, penyebab kebakaran adalah faktor alam seperti sambaran petir, logam, pecahan kaca, gesekan ranting oleh angin, yang mana hal itu hampir mustahil.

Berdasarkan pantauan langsung dari udara menggunakan helikopter BNPB, Doni menemukan, titik api terlihat lurus seperti saf, artinya kebakaran hutan ini disengaja karena pola sangat terstruktur.

“Titik api di Kalimantan Tengah ini bersaf atau lurus. Ada indikasi dibakar dan si pembakar sudah mengerti tata letak dan arah angin. Kita harus bisa mengetahui siapa pelaku ini. Sudah berpuluh-puluh tahun terjadi seperti ini,” kata Doni, Minggu (4/8/19), dikutip dari laman resmi BNPB.

Doni bilang, faktor lain seperti muncul angin puting beliung di beberapa titik di Kalimantan Tengah dan fenomena El-Nino bukan sesuatu yang membuat kebakaran ini muncul, melainkan hal lain yang memicu kebakaran meluas. Karhutla di Kalimantan Tengah, katanya, murni ada api yang disulut pihak tertentu yang dibayar untuk suatu kepentingan.

Doni juga menawarkan cara lain dalam kaitan pendekatan kesejahteraan masyarakat dengan manfaatkan lahan ekonomis. Dia contohkan budidaya berbagai tanaman lain yang lebih menghasilkan namun tidak dengan membakar lahan seperti sagu, lidah buaya, pinang, bawang merah, nanas, cabai, kopi liberica dan lain-lain.

 

Masukan

Menanggapi arahan Presiden Jokowi terkait penanggulangan karhutla, Nur Hidayati, Direktur Eksekutif Walhi Nasional mengatakan, arahan ini belum menyentuh review perizinan. Padahal, katanya, hal itu sangat penting ketika berbicara soal pencegahan karhutla.

“Kalau tidak review seluruh perizinan yang saat ini sudah sangat luas, ke depan, akan tetap ada kebakaran hutan dan lahan. Perusahaan-perusahaan yang sudah mendapatkan izin masih beroperasi untuk memperluas perkebunan dan lain-lain. Jadi, yang disebut upaya pencegahan itu harus jelas,” katanya.

Yaya bilang, aspek penegakan hukum harus terus didorong. Perusahaan dengan lahan konsesi terbakar, katanya, izin harus dicabut.

“Tak bisa ada lagi kata maaf. Sampai sekarang review perizinan belum jalan maksimal. Memang sudah moratorioum pengeluaran izin baru, moratorium perluasan sawit, tetapi tetap izin tak diapa-apain. Padahal kita tahu selama masih memegang izin, perusahaan-perusahaan itu masih mungkin perluasan atau pembukaan lahan baru dengan cara-cara merusak,” katanya, seraya bilang, kelemahan utama pemerintah di pengawasan.

Dari poin-poin yang disampaikan presiden, kata Yaya, sapaan akrabnya, lebih pada ancaman kepada pihak terkait seperti danrem dan lain-lain. “Tidak ada perubahan paradigma. Kalau dengan cara-cara mengancam itu, kebiasaan di struktur birokrasi dan pemerintahan, kalau yang di atasnya ngancam, itu yang bawah akan nginjek. Yang akan mereka lakukan pasti menyasar masyarakat lagi.”

Dia contohkan, masyarakat adat yang masih bertani untuk kebutuhan subsistem akan jadi target utama. “Ini kan yang sebenarnya belum menyasar secara mendasar,” katanya.

Upaya mengancam, kata Yaya, hasilnya tindakan represif yang seringkali dialamatkan kepada masyarakat. “Kita tahu ketika itu sudah tindakan represif, gak akan mungkin menyasar bisnis-bisnis besar. Pasti menyasar masyarakat. Ini yang model-model penanganan yang gak efektif.”

Presiden, kata Yaya, seharusnya melihat sumber pendanaan perusahaan-perusahaan HTI maupun sawit dari perbankan milik pemerintah. Seharusnya, presiden juga memerintahkan kepada perbankan menyetop pendanaan kepada perusahaan-perusahaan yang terindikasi di lahan konsesi terjadi karhutla.

“Presiden harusnya bisa memerintahkan bank-bank itu untuk lebih kritis lagi melihat peminjaman-peminjaman atau dana investasi.”

Rusmadya Maharuddin, Team Leader Forest Campaign Greenpeace Indonesia mengatakan, arahan Jokowi sebenarnya tak ada yang luar biasa. Poin-poin arahan itu, sebenarnya sudah berkali-kali disampaikan presiden.

“Kalau kita lihat semua ini peringatan kepada jajaran agar memadamkan api sejak awal, jangan sampai membesar dan segala macamnya.”

“Cuma, kalau kita lihat apakah arahan ini tepat disampaikan di saat api itu sudah membesar di Kalimantan Tengah, Sumatera Selatan, Jambi, Riau dan wilayah lain. Mestinya, arahan ini awal-awal saat musim kering mulai masuk,” katanya.

Seharusnya, kata Rusmadya, presiden membuka ruang pelibatan masyarakat dalam mencegah karhutla.

Selain itu, katanya, kebakaran juga banyak terjadi di konsesi. Pemerintah, katanya, sudah seharusnya kaji ulang perizinan terhadap perusahaan yang areal konsesi kebakaran.

Review perizinan diikuti penegakan hukum, seharusnya betul-betul jalan.”

 

Keterangan foto utama:  Kebakaran lahan di Jalan Pangkalan Bun – Kotawaringin Lama, Kilometer 10 pada Jumat 22 Maret 2019. Foto: Budi Baskoro/ Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version