Mongabay.co.id

Bank Sampah Budi Luhur Hasilkan Beragam Kreasi Kerajinan Tangan

Tikar atau karpet berukuran 100 meter persegi lebih yang terbuat dari sampah plastik. Foto: Bank Sampah UBL/ Mongabay Indonesia

 

 

 

 

Ada jam dinding, tas, tempat tisu bahkan baju terpajang di dalam tempat yang disebut ruangan Operasi Gajah dan Semut. Semua produk itu dari daur ulang sampah. Ia jadi tambah spesial karena ada dalam lingkungan Universitas Budi Luhur (UBL) di Jakarta. Bahkan, ada satu kerajinan fenomenal dari kampus ini, yakni, karpet berukuran 100,825 meter persegi yang terakit dari 300.000 sampah plastik minuman sachet.

Ya, UBL sudah sejak lama memanfaatkan sampah menjadi beragam produk kerajinan yang mempunyai nilai jual tinggi. Sejak 2012, kampus ini punya ‘Bank Sampah UBL.’ Sebagai lembaga pendidikan, UBL ingin beraksi dan berikan contoh serta mencari solusi masalah sampah di negeri ini.

Lewat bank sampah ini, mereka mengolah sampah jadi beragam produk kerajinan tangan. Sampah-sampah ini dikumpulkan dari sekitar kampus pada kegiatan pemungutan sampah lalu bawa ke Ruang Operasi Gajah dan Semut, setiap Senin.

Khusus tikar sampah sepanjang 100 meteran lebih itu, katanya, dari hasil kreasi warga dalam lomba permadani sampah ukuran 3×3 meter. Karpet-karpet kecil ini, oleh Bank Sampah UBL digabungkan hingga jadi berukuran fenomenal lebih 100 meter persegi.

Inggit Musdinar, Pengelola Bank Sampah UBL mengatakan, mereka akan tambah senang dan bangga kalau tikar panjang ini masuk dalam rekor Museum Rekor Indonesia (Muri) September nanti.

Untuk membuat kreasi sampah, katanya, diawali dari pemgumpulan, pemisahan jenis sampah plastik, dan pencacahan menjadi sampah berukuran kecil.

 

Bank Sampah UBL dengan berbagai kerajinan tangan dari sampah. Foto: Mochamad Ade Maulidin/ Mongabay Indonesia

 

UBL tak hanya melibatkan citivas akademika terjun ke Bank Sampah UBL ini, juga mengundang masyarakat sekitar mengumpulkan sampah sekaligus dibuat karya sesuai keinginan dan kreativitas masing-masing.

Dia berharap, pelibatan warga ini tak sekadar berpartisipasi dalam gerakan pengelolaan sampah, juga ada tambahan pendapatan bagi mereka.

Bank Sampah UBL, mulai 2017, menyediakan galeri sebagai tempat pamer produk termasuk sarana pemasaran. Ia berada di sudut kanan pintu masuk kampus. Wadah ini juga bisa untuk berkumpul dan menghasilkan barang untuk ditampilkan dan dijual ke masyarakat.

Untuk mengenalkan sekaligus memasarkan beragam produk dari sampah, merekapun ikut berbagai pameran usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Dari sini, mulai ada penjualan dan pesanan produk sampah.

“Kami selalu diminta Pemprov Jakarta, mewakili atau ikut pameran, tentu bawa pulang uang dari pameran,” kata Putri Suryandari, Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) Riset dan Pengabdian Masyarakat UBL ditemui Mongabay, belum lama ini.

 

Bank Sampah UBL bikin tikar dari sampah berukuran fenomenal, 100 meter lebih! Foto: Bank Sampah UBL/ Mongabay Indonesia

 

Tularkan ‘virus’

Nama Bank Sampah UBL sudah ngetop di kalangan berbagai perguruan tinggi. Sekitar 41 perguruan tinggi swasta di Jakarta mendatangi UBL guna mengetahui lebih jauh soal bank sampah ini. Mereka juga ingin mempraktikkan di kampusnya.

Putri bilang, tak mudah memang menjalankan praktik semacam ini karena harus ada kesadaran dari pemilik dan pengelola kampus bersama-sama. Di UBL, katanya, pemilik yayasan dan pimpinan pengelola kampus mendukung pengelolaan sampah ini.

“Kalau hanya sebagian warga kampus meskipun oleh suatu fakultas, dipastikan tak berhasil penuh. Banyak perguruan tinggi swasta belum berawasan lingkungan,” kata Putri.

UBL mau terus menyebarkan ‘virus’ pengelolaan sampah ke berbagai daerah di Indonesia, lewat pelatihan pengelolaan sampah. Keinginan ini dilakukan melalui Kuliah Kerja Nyata (KKN) di enam provinsi antara lain, Jawa Tengah dan Yogyakarta.

“Mereka diharapkan sanggup daur ulang kemudian menjualnya.”

 

Konsep kampus berwawasan lingkungan?

Hingga kini, kata Putri, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) belum merumuskan soal kampus ‘berwawasan lingkungan.’ Kemendikbud, katanya, malah minta perguruan tinggi merumuskan konsep tadi.

Meskipun belum ada definisi mengenai kampus atau universitas berwawasan lingkungan, katanya, sebagai institusi pendidikan hendaknya memberikan contoh penanganan sampah minimal di lingkungan sendiri.

Putri bilang, salah satu usulan kriteria konsep kampus berwawasan lingkungan adalah pengurangan sampah di lingkungan itu. Langkah ini, katanya, bisa dengan pengolahan sampah jadi produk daur ulang.

UBL, merupakan satu dari sedikit perguruan tinggi yang berusaha keras menangani persoalan sampah plastik oleh diri sendiri.

Meskipun begitu, belum semua mahasiswa sadar. “Ketika sambil ngobrol, masih banyak mahasiswa membuang sampah sembarangan,” kata Inggit. Padahal, mesin pencacah sampah ada dan masih bisa menampung sampah plastik.

 

Keterangan foto utama:  Tikar atau karpet berukuran 100 meter persegi lebih yang terbuat dari sampah plastik. Foto: Bank Sampah UBL/ Mongabay Indonesia

Putri Suryandari, Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) Riset dan Pengabdian Masyarakat UBL (jilbab pink berkaca mata) bersama tim Bank Sampah UBL. Foto: Mochamad Ade Maulidin/ Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version