Mongabay.co.id

Pemerintah Segel 18 Konsesi Perusahaan Terbakar, Langkah Lanjutan?

Direktorat Penegakan Hukum KLHK usai peyegelan konsesi perusahaan yang terbakar. Foto: dari Facebook Rasio Ridho Sani, Dirjen Penegakan Hukum, KLHK

 

 

 

 

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menyegel 19 lokasi, 18 berada di konsesi perusahaan yang mengalami kebakaran hutan dan lahan. Sementara, KLHK memberikan surat peringatan 110 konsesi perusahaan yang terditeksi ada titik api dan kemungkinan ditindak hukum lebih lanjut.

Sampai 15 Agustus 2019, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyegel 19 lokasi, 18 di konsesi perusahaan dan satu milik perorangan. Total luas lahan terbakar sekitar 2.209 hektar tersebar di Jambi, Riau, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.

Penyidik KLHK juga menetapkan UB, tersangka pembakar lahan seluas 274 hektar di Kubu Raya, Kalimantan Barat. Indikasi pembakaran oleh perusahaan ataupun perseorangan untuk mendapatkan keuntungan finansial dari pembukaan lahan untuk berkebun.

”Ada 19 lokasi sudah disegel KLHK dengan alasan mereka menyebabkan karhutla. Nama-nama perusahaan belum dapat disebutkan dengan lengkap karena masih proses penyidikan dan presumption of innocent,” kata Rasio Ridho Sani, Direktur Jenderal Penegakan Hukum, KLHK, pekan lalu.

Tak hanya menyegel, Direktorat Penegakan Hukum KLHK juga memeriksa 12 perusahaan. Sisanya, katanya, akan menyusul diperiksa. Selanjutnya, tahap penyelidikan indikasi tindak pidana hukum seperti apa.

Selain upaya penyegelan, KLHK pun mengirimkan surat peringatan kepada 110 perusahaan dan 26 perusahaan dalam proses dengan konsesi terdeteksi titik panas. Tujuannya, buat pencegahan dan penanggulangan.

 

 

Roy, sapaan akrabnya mengatakan, deteksi awal berdasarkan titik panas dari satelit NASA, LAPAN, dan Sipongi, dengan tingkat kepercayaan lebih 80%. Hasil deteksi ini, lalu di-overlay dengan kawasan hutan dan lahan gambut serta izin pelepasan usaha, izin konsesi dan hak guna usaha (HGU).

Roy mengatakan, paling banyak surat itu kepada perusahaan di Kalimantan Barat ada 48 perusahaan dan Riau 32 perusahaan.

”Ini masih ada indikasi, untuk memastikan kita akan groundcheck (cek lapangan-red),” katanya.

Verifikasi lapangan ini, katanya, bisa jadi langkah dalam proses penegakan hukum lanjutan dengan penyegelan.

Hingga kini, 99% penyebab kebakaran karena ulah manusia. Selebihnya, kondisi alam dan kerusakan lingkungan seperti gambut rusak.

 

Pasal berlapis?

Roy mengatakan, pemerintah serius menangani karhutla, baik dalam pencegahan maupun penegakan hukum. ”Kami tegaskan lagi, kami akan menindak tegas dan terapkan pasal berlapis bagi pembakar hutan,” katanya.

Pada 2015, katanya, KLHK lebih mendorong upaya penerapan sanksi administratif dan perdata. Sanksi ini, berupa paksaan pemerintah, pembekuan, pencabutan izin dan ganti rugi pemulihan sebagai tindakan preventif.

Tahun ini, katanya, KLHK akan menerapkan instrumen hukum pidana karena peningkatan titik panas di sejumlah lokasi, baik korporasi ataupun perorangan.

 

Kebakaran di lahan gambut di Desa Muara Medak, Muba, Sumsel, sebagian besar berada di kubah gambut. Sebagian lahan negara ini juga dirambah untuk dijadikan kebun sawit. Foto: HaKI

 

Penegakan hukum akan menerapkan Pasal 119, Undang-undang Nomor 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dengan pidana tambahan bagi badan usaha yang terbukti bakar hutan dan lahan.

Pasal itu menyebutkan, selain pidana sebagaimana dimaksud dalam UU, terhadap badan usaha dapat kena pidana tambahan atau tindakan tata tertib. Ia berupa, pertama, perampasan keuntungan dari tindak pidana. Kedua, penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha atau kegiatan. Ketiga, perbaikan akibat tindak pidana. Keempat, wajib mengerjakan apa yang jadi kelalaian tanpa sengaja. Kelima, penempatan perusahaan di bawah pengampuan paling lama tiga tahun.

“Kami akan berbicara kepada bupati, wali kota, bahkan gubernur di mana lahan terbakar korporasi. Kami juga punya kewenangan menindak dan mencabut izin.”

KLHK, katanya, akan bekerjasama dengan kepolisian menerapkan pasal berlapis dalam menjerat pelaku yang bertanggung jawab atas kebakaran hutan dan lahan, baik dengan UU PPLH, UU Nomor 41/1999 tentang Kehutanan, maupun UU Nomor 18/2004 tentang Perkebunan.

 

Ratusan hektar terbakar

Berdasarkan data KLHK, sejak 1 Januari 2019, luas karhutla mencapai 135.747 hektar pada 28 provinsi, terdiri dari, 104.746 hektar mineral dan 31.002 hektar lahan gambut.

“Kebakaran paling luas di Nusa Tenggara Timur, hingga 71.712 hektar berupa savana. Itu di lahan mineral,” kata Rafles B Panjaitan, Plt. Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan. Kemudian, Riau 30.065 hektar, dengan gambut 27.635 hektar dan mineral 2.430 hektar.

Kebakaran lahan mineral lebih banyak di lahan masyarakat. ”Kalau sudah terbakar, lahan gambut sulit padam jika tidak air hujan yang memadamkan.”

 

Beberapa lokasi lahan terbakar yang disegel KLHK. Foto: presentasi Gakum KLHK

 

Upaya pencegahan dan pengendalian karhutla, katanya, sesuai arahan Presiden Joko Widodo saat rapat koordinasi nasional pengendalian kebakaran hutan dan lahan 2019 di Istana Negara, beberapa waktu lalu.

Ada empat atensi oresiden dalam rakornas itu. Pertama, memprioritaskan pencegahan melalui patroli dan deteksi dini. Kedua, penataan ekosistem gambut agar gambut tetap basah dan buat embung tahan kemarau yang tak mengering saat kemarau.

Ketiga, segera mungkin padamkan bila ada api dan pemadaman sebelum api besar. Keempat, langkah penegakan hukum yang baik, terus ditingkatkan dan konsisten.

 

 

Sumber: Presentasi Gakum KLHK

 

Keterangan foto utama:    Direktorat Penegakan Hukum KLHK usai peyegelan lokasi terbakar. Foto: dari Facebook Rasio Ridho Sani, Dirjen Penegakan Hukum, KLHK

 

 

 

 

Exit mobile version