Mongabay.co.id

Foto Travel: Begini Aktivitas Pagi Pasar Terapung Lok Baintan

 

Azan subuh di Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan (Kalsel) berkumandang sekitar jam 05.00 WITA. Jalanan sudah mulai terlihat lalu lalang warga yang beraktivitas pagi. Kapal-kapal juga terdengar melintas di Sungai Martapura, salah satu sungai terbesar di provinsi setempat.

Pada Sabtu (10/8) lalu dinihari lalu, sejumlah wisatawan mulai mendatangi dermaga di Kota Banjarmasin, tidak jauh dari Taman Siring yang merupakan nol kilometer Banjarmasin yang bisa dijuluki “kota seribu sungai” tersebut.

Rombongan berniat mendatangi Lok Baintan di Kabupaten Banjar yang lokasinya sekitar 10 km dari Kota Banjarmasin. Ada dua alternatif, lewat sungai dan darat. Tetapi umumnya, wisawatan ingin melihat panorama sungai dan aktivitas warganya di pagi hari.

baca : Merawat Tradisi Pasar Mambunibuni dengan Sistem Barter Hasil Bumi

 

Perjalanan ke Lok Baintan menjelang terbit matahari. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Menelusuri Sungai Martapura menuju Lok Baintan. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Ongkos kapal klotok yang dapat dinaiki sekitar 6 penumpang sekitar Rp300 ribu. Cukup murah, karena kapal tersebut seperti disewa. Ada juga melalui darat. Dengan taksi online, tarifnya sekitar Rp100 ribu, sekali jalan.

Benar saja, kalau dengan kapal klotok, panorama Sungai Martapura mulai terlihat, apalagi pada saat kapal melaju, ternyata langsung dapat memandang ufuk timur yang memerah sebelum matahari terbit. Di sisi kanan kiri sungai masyarakat mulai beraktivitas di rumahnya yang terletak di pinggir Sungai Martapura.

Perjalanan yang memakan waktu satu jam lebih itu, tidak terlalu terasa, karena sepanjang perjalanan cukup mengesankan pemandangannya. Apalagi, ada keberuntungan karena pada saat matahari akan terbit, langit terlihat cerah.

Menjelang sampai ke Lok Baintan, salah satu pasar terapung terbesar di Kalsel, terlihat warga mulai bergerombol. Umumnya, mereka yang datang adalah para perempuan. Warga membawa berbagai macam dagangan, seperti buah, sayuran, ikan, ayam, makanan kecil, bahkan kue yang dimasak di atas perahu. Penduduk menaiki perahu tanpa mesin sehingga jalannya perahu harus dikayuh dengan kayu.

baca juga : Melihat aktivitas Pasar Satwa di Splendid Malang

 

Suasana pagi di Lok Baintan. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Suasana pasar terapung Lok Baintan. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Suasana begitu riuh, tidak berbeda dengan suasana pasar di daratan. Mereka juga saling menawar. Malah, masih ada warga yang melakukan transaksi dengan sistem barter. Misalnya ada yang membawa sayur dibarter dengan buah atau barang lainnya. “Saya baru pertama kali datang ke sini. Asyik ternyata, tidak berbeda dengan pasar di daratan. Apalagi di tempat saya tidak ada. Excited,”ungkap Yanti (31) salah seorang pengujung yang datang berombongan dengan kapal klotok.

Begitu ada wisatawan yang datang, perahu-perahu kecil datang mendekat dan mengitari kapal klotok yang ukurannya lebih besar. Satu per satu pedagangnya menawarkan dagangannya. “Silakan beli, ini makanan khas Banjar. Namanya nasi kuning. Harganya murah, hanya Rp7.500 per bungkus,”kata Asni (46) salah seorang pedagang.

Ia mengungkapkan kalau beras yang digunakan untuk nasi kuning adalah beras lokal. Namanya Unus. Bentuk berasnya panjang-panjang seperti beras Basmati dari India. Berasnya memang khusus, karena merupakan varietas khas Kalsel dan hanya panen sekali dalam setahun.

Nasi kuning dikemas secara ramah lingkungan dengan bungkus daun pisang. Dalam penyajiannya, nasi kuning dilengkapi dengan lauk ikan taruan . Ada juga dengan daging ayam atau telur. Pembeli tinggal memilih lauknya. Tetapi lauk tadi dimasak sama dengan bumbu yang disebut habang.

“Ternyata nikmat sekali nasi kuning ini. Nasinya tidak pulen, tetapi ini yang saya suka. Apalagi makannya di atas kapal bersama kopi. Nikmat sekali,”ungkap Sakur (35) salah seorang wisatawan asal Purwokerto, Jawa Tengah.

 

Para pedagang siap melayani pembeli. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Transaksi di pasar terapung Lok Baintan. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Tak hanya nasi kuning, tetapi juga makanan khas lainnya. Seperti ikan asin yang dijajakan cukup murah. “Saya tadi membeli ikan asin hanya Rp4 ribu per bungkus. Saya beli 5 bungkus, jadi Rp20 ribu. Lumayan untuk oleh-oleh nantinya,”katanya.

Yang unik lainnya, dari para pedagang di Lok Baintan itu, sebagian pedagang melumuri wajahnya dengan bedak putih. Ternyata itu bukan untuk menarik perhatian, melainkan mereka memakai bedak “adem” yang terbuat dari bengkoang. “Jadi ini bedak ‘adem’ agar wajah tetap dingin jika matahari menyengat. Silakan kalau mau ada yang beli, saya menjualnya,”ujar Lia (45) pedagang lain di pasar setempat.

Berdasarkan informasi dari situs resmi Pemkab Banjar, pasar terapung Lok Baintan di Desa Sungai Pinang, Kecamatan Tabuk itu telah berlangsung sejak abad 18 silam di sepanjang pesisir Sungai Martapura. Salah satu pasar yang masih bertahan sampai sekarang adalah Lok Baintan. Mereka menggunakan perahu jukung tanpa mesin, utamanya pedagang adalah para perempuan yang memakai tanggui atau penutup kepala khas Banjar. Dalam transaksi di pasar, tidak hanya menggunakan uang, melainkan juga dengan barter.

Hiruk pikuk di pasar terapung seakan membuat waktu berjalan begitu cepat. Sebab, satu per satu pedagang mulai meninggalkan pasar setelah berdagang hanya sekitar 3 jam mulai jam 06.00 WITA hingga 09.00 WITA. Sungai di pasar terapung itu tetap terjaga kebersihannya, karena pedagang tidak sembarangan membuang sampah. Kalau ke Kalimantan Selatan, memang tidak lengkap tanpa menuju dan berbaur di pasar terapung Lok Baintan.

 

Berangkat ke pasar bawa pisang. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Para pedagang tengah beraktivitas di Lok Baintan. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version