Mongabay.co.id

Bengkulu Harus Siap, Hadapi Potensi Bencana

 

 

Sepanjang Agustus 2019, Provinsi Bengkulu mengalami empat kali gempa bumi.

Catatan pada Rabu, 14 Agustus 2019, pukul 01.38 WIB, menunjukkan gempa bermagnitudo 5,0 mengguncang di tenggara Kabupaten Mukomuko. Pusat gempa di laut, sekitar 59 kilometer tengara Mukomuko dengan kedalaman 17 kilometer. Getarannya terasa juga di Kabupaten Lebong hingga Kota Bengkulu.

Tiga hari sebelumnya, saat Hari Raya Idul Adha, Minggu [11/8/2019], pukul 09.11 WIB, gempa dengan magnitudo 5,3 terjadi yang berpusat di 222 kilometer tenggara Pulau Enggano. Kedalaman 10 kilometer.

Tak hanya itu, pada Senin [05/8/2019], ada guncangan dengan magnitudo 5,0 terjadi di barat daya Pulau Enggano, kedalaman 13 kilometer. Paling membuat panik, pada Jumat [02/8/2019], pukul 19.03 WIB, gempa berpotensi tsunami mengguncang dengan magnitudo 6,9 berpusat di 147 kilomater di barat daya Sumur-Banten.

Baca: Memaknai Bencana Alam dengan Perspektif Baru

 

Bengkulu harus siap menghadapi potensi bencana yang bisa terjadi di darat maupun laut. Foto: Rhett Butler/Mongabay

 

Gempa memang cukup jauh dari Bengkulu. Namun sejumlah wilayah ditetapkan status waspada tsunami, mulai Pulau Enggano [Bengkulu Utara], Kaur, Seluma, hingga Bengkulu Selatan.

Dengan rentetan gempa tersebut apa yang harus dilakukan? Ahli Muda Stasiun Geofisika BMKG Kapahiang-Bengkulu, Sabar Ardiansyah mengimbau masyarakat dan pemerintah daerah di Bengkulu, untuk peduli dan sigap dengan potensi bencana.

“Ini harus jadi peringatan kita semua, agar bersungguh dan temahami mitigasi gempa,” terangnya, Selasa [20/8/2019].

“Kalau gempa di angka magnitudo 5,0 artinya sudah mampu menyebabkan kerusakan bangunan lemah, pecahkan kaca, atau permukaan air di daratan membentuk gelombang. Jangan sampai kekuatannya lebih sementara masyarakat dan pemerintah tak siap,” lanjutnya.

Mitigasi merupakan serangkaian upaya mengurangi risiko bencana, melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapinya [Pasal 1 Ayat 6 PP Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana].

“Pemerintah daerah di Bengkulu harus menjadikan mitigasi sebagai pedoman pembangunan, sekaligus meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat,” terangnya.

Baca: Mitigasi Bencana, Jangan Lagi Dipandang Sebelah Mata

 

Ini adalah bangunan tahan gempa yang berlokasi di Desa Deah Glumpang, Meuraxa, Banda Aceh, sebagai lokasi penyelamatan warga. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Potensi gempa di darat

Sabar Ardiansyah menjelaskan alasan mengapa Bengkulu sering terjadi gempa. Ini dikarenakan letaknya di jalur Sesar Sumatera, juga berada di pertemuan lempeng tektonik Indo-Australia dan Eurasia. Artinya, Bengkulu memiliki dua potensi gempa, yakni di daratan sekaligus lautan.

Potensi gempa daratan berasal dari sesar darat aktif, yakni Patahan Musi [Segmen Musi], Patahan Manna [Segmen Manna], dan Patahan Ketahun [Segmen Ketahun].

Pusat Sesar Sumatera ada di tiga kabupaten, Kapahiang [Segmen Musi], Bengkulu Selatan [Segmen Manna], dan Bengkulu Utara [Segmen Ketahun]. “Salah satu sesar paling aktif adalah Segmen Musi,” kata Sabar.

Segmen Musi memanjang dari Kabupaten Rejang Lebong, Kepahiang, hingga Ulu Musi di Kabupaten Empat Lawang, Sumatera Selatan. Totalnya 70 kilometer dengan lebar 20 kilometer.

Dari tiga kabupaten yang dilalui Segmen Musi, ada beberapa wilayah yang sudah diketahui keberadaannya. Ada di Desa Daspatah, Desa Sisodadi, Desa Bogor Baru, Kelurahan Pasar Ujung, dan Kelurahan Padang Lekat. Dari analisis Stasiun Geofisika Kapahiang-Bengkulu, segmen ini memiliki pergerakan rata-rata 13,5 MM/tahun, dan menyimpan potensi maksimum magnitudo 7,1.

Sedangkan Segmen Ketahun terbentang dari Ketahun, Lebong, Tes hingga Muaraaman. Panjangnya 85 kilometer dan lebar 20 kilometer dengan potensi gempa bumi sebesar magnitudo 7,2.

Segmen Manna, panjang patahannya 85 kilometer dengan lebar 20 kilometer. Bentangnya dari Manna [Bengkulu Selatan] menjalar ke Tanjung Sakti, Pagar Alam, hingga Lahat [Sumatera Selatan]. Segmen ini juga menyimpan potensi gempa magnitudo 7,2.

Baca: Tsunami Selat Sunda: Mitigasi dan Kesiapan Hadapi Bencana Harus Ada

 

Staf BMKG, Stasiun Geofisika Kapahiang-Bengkulu tampak memantau potensi bencana terutama
gempa bumi yang ada di Bengkulu. Foto: BMKG Kapahiang-Bengkulu

 

Potensi gempa di laut

Sementara, potensi gempa di laut di berasal dari Segmen Megathrust Mentawai-Pagai [kekuatan maksimum magnitudo 8,9] dan Megathrust Enggano [magnitudo 8,4].

Data Stasiun Geofisika BMKG Kapahiang-Bengkulu memaparkan, Segmen Enggano pernah terjadi dengan magnitudo 7,9, pada 4 Juni 2000, pukul 22.28 WIB. Pusat gempa berada di sekitar 90 kilometer barat daya Kota Tais, Kabupaten Seluma, dengan kedalaman 33 kilometer. Getarannya sampai Pagaralam, Lubuk Linggau, Palembang, Lampung hingga Jakarta. Gempa itu mengakibatkan 94 orang tewas, lebih dari 1.000 orang luka-luka.

Sejak saat itu hingga Agustus 2019, Segmen Enggano belum terjadi lagi gempa melebihi kekuatan tersebut.

Sedangkan Segmen Mentawai-Pagai pernah mengakibatkan gempa pada 12 September 2007, pukul 18.10 WIB, dengan magnitdo 8,4 dan menimbulkan peringatan tsunami. Korban meninggal sebanyak 21 orang dan ratusan luka-luka.

Segmen Megatrust Mentawai-Pagai juga mengguncang pada 25 Oktober 2010, pukul 21.52 WIB. Gempa dengan magnitudo 7,2, terjadi di sebelah barat Bengkulu sejauh 240 kilometer, dengan kedalaman 14,2 kilometer. Korban meninggal 286 orang, hilang 252 orang, luka-luka 200 orang.

 

Tim Stasiun Geofisika Kapahiang mengecek peralatan monitoring gempa bumi di Pulau Enggano. Foto: BMKG Kapahiang-Bengkulu

 

Pemetaan gempa

Atas banyaknya catatan gempa bumi dan potensi tsunami di Bengkulu, Peneliti Kebencanaan Gempa Bumi, Prodi Geofisika Universitas Bengkulu, Arif Ismul Hadi mengatakan perlunya pemetaaan detil daerah-daerah yang berpotensi mengalami kerusakan akibat gempa. Edukasi masyarakat tentang potensi bencana juga harus ada.

Pemetaan ini mencakup seluruh jalur pada wilaya sesar aktif, baik di Segmen Musi, Segmen Manna, maupun Segmen Ketahun. “Bila diketahui detil, harus dibuat tanda baik berupa papan nama, tiang beton, atau lainnya hingga disosialisasikan. Bahkan, diadakan simulasi ke masyarakat,” jelasnya.

Arif menegaskan, dari hasil penelitiannya “Estimasi Kedalaman Bidang Batas Sesar dari Data Gravitasi di Daerah Rawan Gerakan Tanah [Studi Kasus: Sesar Sumatra Segmen Musi Bengkulu” didapatkan kesimpulan, bidang batas Sesar Sumatra masuk katagori dangkal. Yaitu, pada kedalaman 20,51 kilometer.

“Dengan dangkalnya pusat gempa, akan lebih berbahaya. Pemetaan daerah penting membuat pemetaan detil.”

Arif juga mengingatkan perlunya pemetaan tiga dimensi, dengan begitu dapat dilihat kedalaman gempa dan letak episenter dari semua sisi. “Pemetaan harus dibuat pada daerah yang tingkat aktivitas gempa bumi tinggi di Bengkulu,” ujarnya.

Melansir bpbd.bengkuluprov.go.id, Kepala Pelaksana BPBD Bengkulu Rusdi Bakar telah mengupayakan sosialisasi mitigasi hingga ke sekolah. Caranya, membentuk sekolah siaga bencana.

Rusdi menjelaskan, mitigasi sangat penting, tujuannya mengurangi risiko saat terjadi bencana. “Faktor terjadinya bencana ada tiga, yaitu alam, manusia, dan sosial. Pengetahuan menghadapinya sangat penting, mulai dari pra, saat terjadi, dan setelahnya,” paparnya.

 

 

Exit mobile version